“Early, itu bukan anaknya Uncle Blue?” tanya Rich sambil menunjuk seorang gadis kecil yang tampak kebingungan. Dia adalah Amara. Early mengikuti arah pandangan Rich dan melihat Amara berdiri di sudut ruangan dengan wajah bingung. Bocah itu tampak seperti sedang mencari seseorang. “Sebentar,” ucap Early, meninggalkan saudaranya dan berjalan menghampiri Amara. “Hey, Amara?” sapanya lembut sambil meraih tangan mungil gadis itu. Amara terkejut sesaat sebelum mendongak menatap Early. “Uncle Early?” “Kamu lagi cari siapa, hmm?” tanya Early. “Aku cari Aunty Talia. Aku mau minta tolong antar ke toilet. Aku mau pipis,” jawab Amara polos, wajahnya menunjukkan betapa tersiksanya dia menahan keinginannya. “Uncle antar, mau?” tawar Early karena merasa iba. Menahan pipi adalah sesuatu yang tidak enak. “Mau, Uncle? Boleh?” Amara bertanya dengan mata berbinar. “Tentu saja,” jawab Early sambil menggenggam tangan kecil Amara. “Ayo, kita cari toilet,” ajaknya. Ketika Early dan Amara pergi, Ric
*** Pesta malam itu digelar dengan megah di Hotel Armani Milano, salah satu hotel paling mewah dan bergengsi di jantung kota Milan. Bangunan ini memadukan keanggunan arsitektur modern dengan kehangatan desain klasik khas Italia. Lobi hotel dihiasi lampu gantung kristal yang berkilauan, sementara lantai marmernya memantulkan kemegahan dekorasi bunga segar dan ornamen berlapis emas yang tersebar di seluruh ruangan. Ballroom utama, tempat resepsi berlangsung, dihiasi dengan nuansa putih dan emas, menciptakan suasana mewah namun tetap romantis. Tirai panjang dari kain sutra menghiasi dinding, sementara meja-meja bundar dilapisi kain beludru dengan centerpiece bunga mawar dan lilin aromatik. Emely, kini telah berganti ke gaun pengantin keduanya yang memukau. Gaun putih panjang itu dirancang dengan detail mewah, menampilkan potongan punggung terbuka yang memberikan kesan seksi namun tetap elegan. Bahan gaun terbuat dari satin berkilau dengan aksen renda halus yang melapisi bagian p
*** Di jantung kota Milan, berdiri megah Duomo di Milano, sebuah katedral ikonik yang menjadi saksi ribuan kisah cinta selama berabad-abad. Hari ini, katedral itu menjadi tempat sakral di mana Blue dan Emely akan melangsungkan pemberkatan pernikahan mereka. Setelah perjalanan panjang selama dua bulan yang penuh persiapan dan harapan, akhirnya pasangan itu sampai di titik ini—momen yang telah lama mereka nantikan. Di hadapan Tuhan, mereka akan berjanji untuk sehidup semati, mengikat cinta mereka dalam ikatan suci yang tak tergoyahkan. Hari itu, suasana di sekitar katedral penuh dengan kehangatan dan antusiasme. Keluarga besar dari berbagai penjuru datang, khusus untuk menyaksikan pernikahan Emely, salah satu cicit dari keluarga Blaxton. Di sisi lain, keluarga Sinclair tak kalah antusias. Jika dibandingkan dengan pernikahan Blue sebelumnya, kali ini seluruh keluarga Sinclair, dari berbagai generasi dan wilayah, hadir untuk memberikan restu mereka. Keindahan katedral Duomo di Milano
Mendengar cerita Amara, tiba-tiba suara berat Erlan memecah suasana. “Mommy sama Daddy berendam di mana, Nak? Bareng sama Amara?” tanyanya dengan nada penasaran campur curiga. Sejenak, ruangan itu mendadak hening. Semua mata kini tertuju pada Erlan, termasuk Blue dan Emely. Wajah Emely langsung memanas, tubuhnya sedikit kaku. Dia menggigit bibir bawahnya, merasa gugup mendengar pertanyaan sang ayah. Apalagi ketika pikirannya melayang ke momen-momen intim antara dirinya dan Blue di jacuzzi tadi. ‘Aduh, bisa gawat kalau Daddy tahu apa yang terjadi tadi di jacuzzi,’ batinnya cemas. Sementara itu, Blue terlihat sangat tenang—mungkin terlalu tenang. Sikap santainya yang berlebihan justru membuat Emely semakin gelisah. Amara, yang polos seperti biasanya, mengalihkan pandangannya ke arah Erlan. Matanya berbinar cerah saat menjawab, “Tidak, Grandpa. Tempatnya terpisah. Aku berenang di luar bersama teman-teman, sedangkan Mommy sama Daddy berdua saja di dalam ruangan. Mereka berendam di jac
*** “Mommy, Daddy, kenapa pintunya ditutup?” tanya Amara, sambil berdiri di dekat pintu ruangan jacuzzi. Wajah mungilnya menatap bergantian antara Blue dan Emely dengan rasa penasaran. Baru saja Amara masuk ke dalam ruangan tempat Blue dan Emely berendam, diantar oleh seorang petugas yang berjaga di kolam renang luar. Sementara itu, Blue dan Emely sudah keluar dari jacuzzi dan sedang mengganti pakaian serta mengeringkan tubuh mereka. “Pintunya memang harus ditutup, Nak. Ruangan ini memang khusus untuk privasi orang dewasa,” jawab Blue dengan suara lembut. “Tapi, ‘kan di luar juga ada orang dewasa, Daddy,” Amara balas sambil melipat kedua tangan di dada, tampak berpikir keras dan menatap sang ayah dengan ekspresi penasaran. “Begini, Nak. Di luar itu terbuka, ramai, dan orang-orang bebas masuk. Tapi di sini, di ruangan ini, kita mencari ketenangan. Jadi, orang yang masuk ke sini memang sengaja mencari suasana yang lebih tenang dan privasi. Itu sebabnya pintunya harus tetap tertutu
Namun, tiba-tiba, dengan gerakan sigap, Blue mengangkat tubuh ramping Emely dengan mudah ke atas pangkuannya. Air di jacuzzi sedikit bergolak akibat gerakan mendadak itu. Emely memekik kecil, terkejut dengan tindakan pria itu. Namun, dengan refleks, kedua lengannya segera melingkar di leher kekar Blue, berusaha menyeimbangkan diri. Tatapan mereka bertemu dalam jarak yang begitu dekat. Emely memandang Blue dengan mata yang sedikit membesar, penuh rasa gugup. Di sisi lain, Blue hanya menatapnya dengan tatapan intens penuh kekaguman. Sorot mata pria itu seolah mengungkapkan sesuatu yang lebih dalam daripada sekedar cinta. Blue tersenyum kecil, sebuah senyum yang menawan dan sarat makna. Baginya, gadis cantik di hadapannya ini adalah segalanya, membuatnya tak pernah tergoda oleh ribuan wanita lain yang menawarkan diri di luar sana. Bagi Blue, Emely adalah satu-satunya, makhluk Tuhan yang diciptakan khusus untuk dirinya. "Kau sangat cantik, Emely," bisik Blue dengan suara yang rendah,