Home / Romansa / The Sugar Baby of Uncle Blue / Bab 5: Menyelamatkan Kucing Seksi dan Liar! 3

Share

Bab 5: Menyelamatkan Kucing Seksi dan Liar! 3

Author: Miss.EA
last update Last Updated: 2025-02-27 16:37:04

Wanita itu jelas mengenalnya. Blue adalah pengunjung tetap di tempat ini, meskipun ia selalu datang dengan alasan yang berbeda dari kebanyakan pria lainnya.

Blue menepis tangan wanita itu dengan gerakan cepat dan tegas. Matanya menatap tajam, memberi pesan yang tak terbantahkan. “Jangan ganggu aku. Aku di sini untuk urusan penting.” Suaranya dingin dan menusuk.

Wanita itu langsung mundur dengan wajah tersipu, menyadari bahwa Blue tak sedang dalam mood untuk bermain-main. Ia mundur ke kerumunan tanpa sepatah kata lagi, sementara Blue melanjutkan langkahnya.

Dengan tubuh tegap, Blue makin jauh masuk ke dalam club. Matanya yang tajam memindai seluruh ruangan sekali lagi. Kali ini, pandangannya terhenti pada sebuah meja di sudut ruangan. Ia melihat sosok wanita muda yang cukup familier. Rambutnya panjang bergelombang, dengan wajah ceria yang sulit dilupakan. Itu adalah Arwen, salah satu sahabat Emely.

Blue segera melangkah cepat menuju meja itu.

“Hai, Uncle Blue!” sapa Arwen dengan nada ceria. Senyumnya lebar, menunjukkan betapa ia mengenali pria itu.

“Hai,” jawab Blue, mengulas senyum tipis yang hampir tak terlihat. “Kau melihat Emely di mana?” Ia bertanya tanpa basa-basi. Nada suaranya terdengar serius.

Arwen tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, “Tadi kata yang lain, Emely pergi ke toilet, Uncle. Tapi, dia belum kembali sampai sekarang.”

Mendengar itu, Blue mengangguk singkat. “Oke, terima kasih,” ujarnya tegas. Ia lalu segera membalik tubuh dan melangkah lebar, meninggalkan meja.

Pikirannya kini hanya tertuju pada satu hal: menemukan Emely. Langkah demi langkahnya makin cepat, hampir tergesa. Udara panas dan suara bising club tak lagi terasa. Ia hanya fokus menuju satu arah: toilet, tempat terakhir Emely terlihat.

Detik-detik terasa seperti berputar lambat saat Blue berhenti di ujung lorong. Di bawah pencahayaan remang-remang yang memantulkan bayangan panjang, matanya menajam, memandang lurus ke depan. Napasnya memburu dan rahangnya mengetat ketika akhirnya ia menemukan apa yang dicari.

Sosok itu, sang kucing seksi dan liar yang selama ini selalu memancarkan aura kebebasan, kini terlihat rapuh. Emely, wanita itu terpojok di dinding dengan ekspresi ketakutan yang begitu jelas. Tubuhnya gemetar, wajahnya memerah—bukan karena malu, melainkan karena terjebak di antara rasa takut dan ketidakberdayaan. Di hadapannya, seorang pemuda berdiri dengan sikap mendominasi, seolah-olaj menantang siapa saja yang mencoba mendekat.

Blue tidak perlu mendengar kata-kata mereka untuk memahami apa yang terjadi. Matanya menangkap bagaimana Emely memalingkan wajah, berusaha menghindari pemuda itu, sementara tangan si pemuda mencengkeramnya dengan kasar, memaksa.

Napas Blue bergemuruh, membakar seperti api yang menyala-nyala di dadanya. Darahnya mendidih. Hanya satu pikiran yang memenuhi kepalanya: tak ada seorang pun yang berhak memperlakukan kucing liarnya seperti itu. Tidak seorang pun.

Tanpa pikir panjang, Blue melangkah maju. Langkahnya lebar dan berat, mengisi lorong dengan aura yang mengintimidasi. Ketika ia mendekat, tangannya terulur. Dengan gerakan cepat dan presisi, ia meraih kerah baju pemuda itu dari belakang, mencengkeramnya erat dengan kekuatan yang tidak main-main.

“Apa ....”

Sebelum pemuda itu sempat bereaksi, Blue menariknya dengan satu sentakan kuat. Tubuh pemuda itu terhuyung ke belakang, terlempar menjauh dari Emely yang langsung terduduk di lantai, memeluk tubuhnya sendiri.

Delon berdiri sambil menatap Blue dengan penuh kemarahan. “Apa yang kau lakukan, brengsek!” Ia mendesis dengan suara penuh kebencian, meskipun ia tahu pria di hadapannya jelas lebih tua, lebih besar, dan lebih kuat darinya.

Blue tidak menggubris omelan itu. Napasnya berat dan matanya hanya memancarkan satu hal: kemarahan. Tangan kanannya mengepal, urat-urat di lengannya menegang—memperlihatkan intensitas emosinya yang memuncak.

“Kau mengganggu ....” Delon bahkan tidak sempat menyelesaikan kalimatnya. Dalam sepersekian detik, Blue melayangkan tinju keras ke wajah pemuda itu.

Bug!

Tubuh Delon terempas ke lantai dengan keras. Kepala dan punggungnya menghantam ubin yang dingin. Darah mengalir dari sudut bibirnya. Pemuda itu mengerang kesakitan, tangannya memegangi wajah yang baru saja ditinju.

Emely memekik kaget sambil berusaha menjauh. Matanya membelalak, menatap pemandangan di depannya dengan perasaan syok dan tidak percaya. Namun, bukan Delon yang menjadi pusat keterkejutannya. Sesuatu yang membuat Emely terdiam kaku adalah sosok pria yang baru saja muncul seperti badai, Blue Sinclair. Ia tidak menduga pria itu akan ada di sini, apalagi membelanya dengan begitu ganas.

Blue melirik sekilas ke arah Emely, memastikan wanita itu tidak terluka, sebelum kembali mengalihkan pandangan pada Delon yang tengah berusaha bangkit. Tanpa mengurangi intensitasnya, Blue berkata dengan nada rendah yang penuh ancaman, “Jika kau menyentuhnya lagi—atau bahkan hanya memikirkan tentang dia—aku pastikan kau tak akan bisa bangkit dari tempat tidur selama berbulan-bulan, atau bahkan selamanya!”

Delon terdiam, tubuhnya menegang di tempat. Mata Blue seperti belati, memotong keberaniannya sedikit demi sedikit.

Kemudian, Blue berbalik, mengulurkan tangannya ke arah Emely yang masih terduduk di lantai.

Emely menatap tangan itu dengan ragu. Matanya bertemu dengan tatapan Blue yang sama tajamnya ketika pria itu menatap Delon. Perlahan, ia mengulurkan tangan, membiarkan pria itu membantunya berdiri.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yessy Susanti
mampusss lu Delonnn
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 152: Lebih Baik Segera Dilamar 3

    Zara menghela napas pelan, mencoba menenangkan dirinya sendiri agar bisa memberikan kenyamanan pada cucunya. Perlahan, ia melepaskan pelukan itu, menciptakan jarak kecil di antara mereka. Zara mengangkat kedua tangannya untuk menangkup wajah mungil Amara, menatap langsung ke matanya yang sembab dan merah.“Amara tidak boleh bersedih. Mommy hanya pergi sebentar,” ucap Zara dengan lembut. Ia melirik Gina yang duduk di dekatnya. “Benar begitu, kan, Nanny?” lanjutnya, meminta dukungan.Gina tersenyum kecil dan mengangguk pelan, menatap Amara dengan penuh kasih. “Iya, betul sekali, Sayang,” jawab Gina lembut. “Amara dengar apa yang Grandma bilang? Mommy hanya pergi sebentar saja. Beberapa hari, bukan selamanya seperti yang Amara pikirkan. Mommy pasti kembali.”Amara menatap Gina dengan mata berkaca-kaca, kemudian kembali mengalihkan pandangan ke neneknya. “Tapi… tapi kenapa, Grandma? Aku tidak bisa telepon Mommy. Ponselnya… tidak aktif,” ujarnya terbata-bata, i

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 151: Lebih Baik Segera Dilamar 2

    Zara memperhatikan wajah lebam putranya dengan cermat. Matanya menyipit, menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Pun begitu dengan Ronan dan Talia. Keduanya sama-sama menatap Blue dengan penasaran, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Apa yang terjadi padamu, Blue?” tanya Zara akhirnya.Blue hanya menarik napas panjang, menundukkan kepala sejenak. Ia tahu pertanyaan ini tak terhindarkan, dan kali ini ia tak bisa menghindar. Semua tatapan kini tertuju padanya, menanti jawabannya.“Kamu bertengkar dengan Emely, Nak?” tanya Zara lembut, penuh kehati-hatian.Blue menggeleng pelan, menundukkan pandangannya. “Tidak, Mom,” jawabnya singkat. “Lalu kenapa dia pergi? Mommy kaget sekali ketika tadi Amara menelepon sambil menangis. Apa yang sebenarnya terjadi, Blue?” tanya Zara lagi.Blue menarik napas panjang. Setelah beberapa saat hening, ia akhirnya menjawab dengan suara pelan, “Dia dijemput oleh ayahnya.”Ronan, yang sedari

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 150: Lebih Baik Segera Dilamar 1

    ***“Sayang, yuk, makan dulu. Sedikit saja, please?” Bujuk Gina. Namun, Amara tetap menggeleng keras, isak tangisnya makin menjadi. “Aku nggak mau makan! Aku mau Mommy, Nanny!” suaranya pecah, napasnya tersendat-sendat diantara tangisnya. Tangan mungilnya mengusap wajah, menghapus air mata yang terus mengalir di pipinya.Gina menatap Amara dengan iba. Hatinya tersayat melihat gadis kecil itu menangis begitu keras sejak pulang sekolah. Masih jelas dalam ingatan Gina, saat Blue menjemput Amara di sekolah, gadis kecil itu sudah mulai bertanya, “Kenapa bukan Mommy yang jemput?” Namun, Blue hanya diam, tak memberikan jawaban apa pun.Sesampainya di rumah, Amara langsung sibuk mencari Emely. Ia berlarian ke setiap ruangan, memeriksa kamar tidur, dapur, hingga halaman belakang. Namun, sosok ibunya tetap tak ditemukan. Ketika akhirnya Amara kembali ke ruang tengah dengan wajah penuh harapan, Blue terpaksa berbohong, mengatakan bahwa Emely sedang per

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 149: Emely Pergi 3

    Tamparan itu menggema di seluruh ruangan. Namun bukan pipi Emely yang menerima tamparan itu. Dalam hitungan detik, Blue tiba tepat waktu. Ia menarik Emely ke dalam pelukannya, menjadikan tubuhnya sebagai perisai. Tamparan keras Erlan menghantam pipi Blue, meninggalkan bekas merah yang langsung memanas.Suasana membeku sejenak.Napas Emely terengah. Matanya yang membesar menatap Ayahnya dengan syok dan ketakutan. Sepanjang hidupnya selama 21 tahun, ini adalah kali pertama ia melihat Ayahnya mencoba melayangkan tangan padanya. Namun, kenyataan bahwa Blue yang menerima tamparan itu justru membuat hatinya semakin hancur.Emely menutup mulutnya dengan tangan, mencoba menahan isak tangis yang semakin keras. Tubuhnya bergetar hebat, air matanya terus mengalir tanpa henti. Pemandangan di hadapannya membuat hatinya terasa seperti diiris.Namun, Erlan tetap berdiri tegap. Tatapannya dingin dan penuh amarah. Tidak ada sedikitpun penyesalan di wajahnya. Bahka

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 148: Emely Pergi 2

    Di tempat lain, tepat di depan gerbang rumah mewah Blue yang terbuat dari baja hitam kokoh dengan ornamen ukiran modern, sebuah mobil mewah berhenti perlahan. Pintu mobil terbuka, dan Erlan melangkah keluar. Langkahnya lebar saat ia mendekati gerbang besi. Pandangannya tajam, langsung tertuju pada pintu pagar yang dilengkapi dengan celah kecil untuk memantau siapa yang berada di luar.Seorang bodyguard yang bertugas di depan gerbang segera menghampiri celah tersebut. Matanya menyipit, mencoba mengenali pria berwibawa yang berdiri di hadapannya. “Selamat siang. Anda ingin bertemu dengan siapa?” tanyanya sopan namun tegas.Erlan, yang sudah tidak sabar, langsung menjawab dengan nada tegas, “Aku ingin bertemu dengan Emely. Buka pintunya, cepat!”Bodyguard itu mengernyitkan dahi, merasa ragu untuk langsung mematuhi perintah dari pria asing yang baru pertama kali dilihatnya. Melihat reaksi tersebut, Erlan langsung melanjutkan, “Aku Ayahnya E

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 147: Emely Pergi 1

    ***“Tuan…” seru Porter dengan napas terengah-engah saat memasuki ruang kerja Blue. Matanya membelalak saat melihat kondisi ruangan yang kacau balau—meja terbalik, dokumen berserakan di lantai, dan tanda-tanda perkelahian jelas terlihat. Kekhawatiran terpancar dari wajahnya. “Apakah Anda terluka?” tanyanya dengan nada penuh kecemasan, berdiri tak jauh dari posisi Blue.Blue menggeleng pelan, mencoba menenangkan pria itu. “Aku baik-baik saja,” jawabnya singkat, suaranya tenang namun terdengar lelah.Porter tetap tidak puas dengan jawaban tersebut. “Tadi saya mendengar suara tembakan, Tuan. Benar Anda tidak apa-apa?” tanyanya lagi, kali ini lebih mendesak.Blue mengangguk kecil. “Yeah… aku baik-baik saja,” balasnya datar sambil melangkah ke arah meja kerjanya yang sudah berantakan. Ia berhenti di sisi meja, lalu mengambil dua lembar tisu dari salah satu laci. Dengan gerakan perlahan, ia menekan tisu tersebut ke sudut bibirnya, menyeka darah seg

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 146: Baku Hantam 2

    Blue memilih untuk diam, bukan karena tidak bisa membalas tuduhan itu, melainkan karena ia tahu bahwa berbicara dalam situasi ini hanya akan menjadi sia-sia. Amarah Erlan sudah menguasainya sepenuhnya, dan penjelasan apa pun tidak akan bisa menembus tembok prasangka yang telah terbentuk.“Dengar baik-baik, Blue.” Erlan melangkah maju. “Kau tidak lebih dari seorang pria brengsek, asal kau tahu. Pria yang hanya tahu memanfaatkan situasi untuk keuntungan sendiri!” Desisnya tajam."Pria brengsek?" suara Blue terdengar dalam, nyaris berbisik. "Pria brengsek adalah pria yang meniduri wanita, lalu setelah menikmati tubuhnya, meninggalkannya tanpa rasa tanggung jawab. Pria brengsek adalah pria yang meniduri wanita dalam keadaan mabuk, menyakitinya tanpa dia sadari. Sedangkan aku? Dari segi mana kau menilai bahwa aku adalah pria brengsek?"Deg!Kata-kata Blue bagaikan tamparan keras, membuat Erlan terdiam. Blue tidak berhenti di sana. la mengambil napas dalam. "Aku meninggalkan Emely karena s

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 145: Baku Hantam 1

    ***Mendengar ucapan penuh keberanian dan tantangan dari Blue, amarah Erlan kian membara. Dadanya yang bidang terlihat naik turun, napasnya memburu, dipenuhi oleh kemarahan yang tak lagi bisa dibendung. Matanya menyala tajam, menatap Blue yang terbaring di lantai seperti seorang predator yang siap melahap mangsanya.Tanpa sepatah kata, Erlan melangkah maju. Sepatunya yang berkilau berhenti tepat di sisi tubuh Blue yang tampak lemah di lantai. Dengan gerakan tegas, Erlan mengangkat kakinya tinggi, bersiap menginjak dada Blue tanpa ampun, seolah ingin menghancurkan segala perlawanan yang tersisa dari pria itu.Namun kali ini, Blue tidak tinggal diam. Meski tubuhnya terasa remuk, insting dan pelatihannya selama bertahun-tahun sebagai mantan anggota klan Mafia segera mengambil alih. Dengan gesit, Blue menggulingkan tubuhnya ke samping, menghindari injakan Erlan yang mematikan.Tubuh Blue berulang kali mengguling di atas lantai yang dingin, mencoba menjauh dari serangan Erlan. Sementara it

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 144: Erlan Murka 2

    Erlan memutar tubuhnya dengan tenang, tak memedulikan tatapan ketakutan yang mengiringinya. Langkahnya lebar saat ia berjalan menuju lift. Orang-orang di sekitar lobi hanya bisa menatap, beberapa mencoba mundur perlahan untuk menjaga jarak.Lift terbuka. Erlan melangkah masuk tanpa ragu—diikuti oleh bodyguard-nya, pintu logam itu tertutup dengan bunyi yang nyaris tidak terdengar, membawa pria paruh baya itu naik ke lantai 32—menuju ruang kerja Blue Sinclair, Direktur Utama sekaligus CEO Sinclair Ocean Technologies. Setelah berlalu dari lobi, Erlan akhirnya tiba di lantai yang dituju. Lift berhenti dengan lembut, dan pintunya terbuka lebar, memperlihatkan lorong panjang dengan pencahayaan modern yang menuntun ke ruang kerja Blue. Tanpa ragu, Erlan melangkah keluar. Di sisi lain, di dalam ruang kerjanya yang luas dan mewah, Blue tengah tenggelam dalam tumpukan dokumen yang berserakan di atas meja. Wajahnya serius, fokus sepenuhnya pada laporan yang sedang ia pelajari. Namun, konsentra

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status