Ang gusto lang ni Devon ay malaman kung bakit nagpakamatay ang kapatid niyang si Deanna. Ngunit hindi niya inasahan ang pagtuklas sa mga Nayagi, ang mga alagad ng demonyo na nagtutulak sa mga tao upang gumawa ng kasalanan. Isa na roon si Damon, ang Nayagi na may kinalaman sa pagkamatay ng kaniyang kapatid...at ang lalakeng magpapainit ng malamig niyang puso.
Lihat lebih banyak"Buat apa Bobi menyimpan pembalut berbagai merk ini?" Aku meraih satu bungkus yang sudah terbuka. Memperhatikan isinya, kalau dihitung sepertinya baru digunakan dua biji.
Selanjutnya, aku mengecek lagi bungkus pembalut lainnya. Kebanyakan memang sudah terpakai tapi hanya sebiji dua biji saja. Bobi, adik dari suamiku meninggal seminggu lalu. Itulah mengapa ibu meminta kami berdua pulang. Dan kini aku berinisiatif untuk membersihkan kamar Bobi. Terlihat masih banyak sekali barang milik Bobi yang belum dibereskan karena keadaan keluarga yang masih berduka. "Apaan Nil?" Tanya Robi yang baru saja pulang dari masjid. "Liat deh Rob, Adikmu menyimpan banyak sekali pembalut disini." Kembali ku buka laci yang tersembunyi di dalam lemari pakaiannya. Robi memicingkan matanya. Lalu mengecek kedalam dan memperhatikan semuanya. "Kok aneh ya?" "Apa dia sering bawa pulang pacarnya ya?" "Emang Bobi punya pacar?" Kami berdua terdiam sejenak. Benar juga yang dibilang Robi, selama ini kami tak pernah tau tentang Bobi yang memiliki kekasih. "Namanya juga anak muda. Siapa tau dia backstreet dari ibu." "Rob, Nil...!" Suara keras panggilan dari ibu membuat kami berdua refleks menutup lemari Bobi. "Makan siang!" Hanya dengan isyarat dari lirikan mata Robi, kami berdua pun lantas segera keluar dan turun ke dapur. Ibu terlihat biasa saja. Bahkan tak ada sirat kesedihan di matanya. Memang sejak meninggalnya Bobi, ibu sangat terlihat tegar. Dia bahkan tak merasa seperti orang tua yang meratapi kepergian putranya. "Bu, masak segini banyaknya?" Ibu tersenyum sumringah padaku yang terlihat antusias sekali dengan masakannya. Memang mertuaku ini sangat pandai memasak. Jadi makanan apapun yang disajikannya pasti akan ku lahap habis. "Besok pengen dimasakin apa Nil?" "Yaellah bu, ini aja belum habis." Ibu menimpali dengan tertawa. Sedang Robi justru memandangku dengan tatapan yang aneh. Tapi aku berusaha mengabaikannya saja, tidak ada yang bisa mengalihkan kenikmatan makanan dihadapan ku ini. Termasuk suamiku sendiri. "Bu, gak minta orang buat beresin kamar Bobi?" Robi mulai membuka percakapan. Nampak ibu memaku sebentar lalu mengangguk. "Apa yang dibereskan Rob?" "Baju misalnya, kan dia termasuk anak muda fashionable. Bisalah diberikan ke temannya." Ibu tersentak. Baru saja menyuapkan sesendok nasi kedalam mulutnya. "Minum dulu bu!" Ku tuangkan air pada gelas agar ibu meminumnya. "Nanti biar ibu yang bereskan barang-barang Bobi. Kalian jangan pegang apapun dikamarnya ya!" * Entah kenapa cuaca malam ini terasa sangat panas sekali. Bahkan pendingin di kamar ini tak terasa sama sekali. Berniat untuk meminum air tapi nyatanya botol yang biasa kusiapkan sudah kosong. Kebiasaan Robi memang yang sangat malas mengisinya kembali tapi selalu menjadi orang yang menghabiskannya. Dengan sangat malas, akupun bangkit dan segera berjalan menuju dapur untuk mengisi kembali air di botol. Tiba-tiba langkahku terhenti saat baru saja kakiku akan menuruni tangga. Suara berisik dari kamar Bobi membuatku penasaran. "Lampunya menyala?" gumamku lirih seraya melihat bahwa kamar tersebut memang terbuka sedikit. Bulu kudukku meremang. Tapi ketakutan itu tetap kalah dengan rasa penasaran untuk mengintip dari celah pintu yang terbuka tersebut. Benar saja, itu ibu. Jelas aku terkejut hingga menutup mulutku agar tak mengeluarkan suara apapun. Ibu tengah terlihat memasukkan seluruh pembalut yang ku lihat tadi ke dalam sebuah karung goni. Aku memang tak bisa melihat ekspresi ibu saat ini karena letak lemari tersebut membuat posisi ibu membelakangi pintu. Tapi dari gerakan tangannya, aku bisa melihat bahwa ibu memakai sarung tangan. "Nil!" Suara Robi terdengar memanggil membuat kelabakan. Benar saja, aku segera berlari mendekat kembali dengan kamar agar seolah terlihat baru saja keluar dari kamar. "Ngapain sih?" Robi menepuk pundakku. Aku langsung memberinya perintah untuk diam dengan mengatupkan tulunjuk pada bibirnya. "Mau ambil air!" Aku menjawab dengan sengaja menaikkan volume suaraku. Benar saja, tak lama setelahnya ibu terlihat keluar dari kamar Bobi. "Loh bu kok belum tidur?" Aku bertanya dengan basa-basi. "Ibu kangen Bobi ya? Sampai tidur di kamarnya?" Robi mendekat kearah ibu. Sedang ibu hanya menbalas dengan sebuah senyuman. "Kalian kenapa malam-malam berisik?" "Aku kebangun tapi Nilna gak ada. Ternyata mau ambil minum." Dia meringis menahan tawa. Melihat mereka berdua yang masih saling membalas senyum membuatku segera pergi untuk ke dapur saja. "Ya udah tidur sana! Ibu mau kembali ke kamar." Ibu segera berjalan dibelakangku dan kemudian berbelok ke arah kamarnya. Aku memantaunya dari ekor mataku agar bisa melihatnya. "Nil, matikan lampu nya ya!" Aku mengangguk saja. Setelah botol terisi penuh, aku segera berlari ke atas dan tak lupa mematikan dulu lampu yang menerangi lantai bawah. "Kayak lihat hantu aja sih." Rupanya Robi tak langsung kembali tidur. Dia tengah memainkan ponselnya. "Heh Rob, ibu ternyata tau kalau Bobi nyimpen pembalut lho." Bobi menoleh kearahku. "Apa iya?" "Aku gak sengaja lihat ibu masukin semua pembalut Bobi ke dalam karung. Mau dikemanain ya?" Robi terlihat tengah berfikir. Lalu sejurus kemudian bangkit berjalan menuju lemari. Tak lama setelah itu Robi menyerahkan sebuah ponsel kepadaku. "Ponsel barumu? Kamu punya dua ponsel? Mau dibuat selingkuh ya?" "Ngawur aja!" Robi lantas melempar ponsel tersebut ke pangkuanku karena aku tak kunjung menerimanya. "Aku nemuin ponsel itu di dalam jok motor Bobi." "Lah bukannya kata ibu setelah kecelakaan itu, polisi kan nyerahin ponsel Bobi yang hancur." "Aku belum lihat isinya. Apakah ini beneran milik Bobi apa bukan. Tapi setahuku Bobi tak memakai merk ponsel ini." Aku mengangguk saja mendengar Robi bercerita. Tanganku bergerak untuk menyalakan tombol power ponsel tersebut. Baru saja melihat layarnya membuatku terkejut "Astaga Rob!" Dengan refleks langsung melempar ponsel tersebut keatas ranjang. Membuat Robi penasaran dan meraihnya. "Lebai banget sih jadi orang." Robi mengambil ponsel tersebut dan langsung mengeceknya. Sedang aku masih menutup mulutku seolah tak mempercayai apa yang barusan ku lihat. "Apaan sih?" Dia mendekatkan layar ponsel tersebut mendekat pada wajahku. "Buka dulu kuncinya bloon!" Dengan geram aku mengumpat padanya. Dan benar saja, baru saja dia membuka kunci layar Robi langsung menutup mulutnya. (Gambar apa yang sebenarnya mereka lihat?)[Devon Serrano]"Hindi mo naman sinabing may girlfriend ka na, anak."This is freaking awkward.I mentally cursed Dylan for introducing me to his mother as her girlfriend. Paalis na sana ako kanina sa bahay nila pero nakita nila ako. Kaya heto kami ngayon at nakaupo sa malawak nilang living room. Ayaw akong lubayan ng titig ng nanay ni Dylan. Panay pa ang ngiti sa akin na para bang nakakita siya ng dyosa."Aalis na po ako." Tumayo na ako bitbit ang bag ko pero hinatak ni Dylan ang likod ng damit ko para umupo ulit ako."Dito ka muna, Babe."Babe? What the fuck?Pinandilatan ko siya ng mata. Sa isip ko ay paulit-ulit ko na siyang sinasaksak. Ngumiti lang siya at nag-type sa cellphone niya. Maya-maya ay tumunog ang cellphone ko at nakitang nag-chat siya sa 'kin.Dylan Cahill:Makisama ka na lang. Hindi ko naman kasalanan na natulog ka pa sa kwarto ko kaya naabutan niya tuloy na may babae akong pinapasok sa kwarto ko. Animal ka.I gave him a deadly glare but he just made a face. I sighed
"Iniisip mo siguro kung bakit hindi siya nakatira dito kasama namin ni Nanay," tanong ni Dylan maya-maya.Pinaikot ko ang mga mata ko. Maghuhula na lang siya tapos mali pa. Hindi na lang ako sumagot kahit pa interesado rin akong malaman."Hindi kasi pwedeng magpakita si Kuya kay Nanay...at hindi rin pwedeng malaman ng lahat na buhay pa siya. Halos lahat ng Nayagi ay nagtatago at hindi nagpapakita dahil nga alam ng mga tao na patay na sila. Pero may ilan sa kanila ang namumuhay nang normal katulad ni Sir Yuri. At si Kuya Damon...gustuhin niya man na makasama ako pero hindi pwede.""Bakit? Namatay ba siyang kriminal noon para magtago siya?" I asked him sarcastically. It was supposed to insult his brother but he looked at me seriously. Mukhang siya ang nainsulto."Tama ka. Nakakulong siya nang mamatay siya sa loob ng selda. Pero mali ka sa sinabi mong kriminal siya." Tumayo siya bitbit ang tray na may mga pagkain. Tapos na pala siya. "Alam mo...lahat ng tao ay may madilim na kwento. Mas
[Devon Serrano]"Hindi mo ba siya dadalhin sa ospital?" tanong ko kay Dylan habang nakatitig kay Damon na ngayon ay nakahiga sa kama. Panay ang ungol niya. Wala siyang suot na damit kaya kitang-kita ko ang malaki at namumulang sugat niya sa dibdib. "Kayang pagalingin ng mga Nayagi ang sarili nila. Kung simpleng sugat lang, magaling na sana kaagad si Kuya. Pero dahil galing sa apoy ng kapwa niya Nayagi ang sugat na 'yan, mabagal ang paggaling niya."I turned my head to Dylan. He was standing beside me while looking at Damon. Mukhang nawala na ang lagnat niya. Kanina ko pa nahahalata na halos ayaw niya akong tingnan."Alam kong galit ka kay Kuya pero kung may balak kang masama sa kaniya, huwag mo nang ituloy," sabi niya habang hindi nakatingin sa akin.I stared at his side profile. He really looked like his brother. Magkaiba nga lang ng hairstyle."Galit ka ba?" tanong ko sa kaniya."Sinong hindi magagalit?" he shot back. "Pinuntahan mo 'ko rito at inakala kong concern ka sa akin kasi
[Devon Serrano]"Tama nga ako...ikaw ang may pakana nito." Nagulat na lang ako nang biglang sakalin ni Damon ang kausap niya at nawala silang dalawa sa paningin ko. Nangibabaw ang pagkabasag ng malaking vase sa likod ko at napalingon ako ro'n.Damon was locking his arm around the other Nayagi's neck but the latter was able to free himself by doing a backflip. They both landed drastically on the floor full of broken pieces of vase.Naunang tumayo ang Nayaging kalaban ni Damon at akmang susugod ulit pero humarang kaagad ako sa kaniya."Ginamit mo 'ko..." gigil na sabi ko sa kaniya.Nakikilala ko siya. Siya 'yong Nayagi na nagsabi sa akin na gamitin ko si Dylan para makilala kung sino ang admin ng Alpas Confession Files. Obviously, he used me to lure out Damon."Ano naman ngayon kung ginamit kita?" nakangising tanong niya. "Hindi ikaw ang pakay ko kaya tumabi ka!"Bago niya pa ako matabig pagilid ay naunahan na siya ni Damon na hindi ko namalayang nakatayo na pala sa likod ko. He purpos
[Devon Serrano]Pinagmasdan ko ang itsura niya. Nakasuot pa siya ng puting t-shirt at blue pajama na may design ng cartoon characters. Gulong-gulo ang buhok niya at putlang-putla ang mukha."Papasukin mo 'ko." Nilampasan ko siya para makapasok sa kwarto niya."Wow. Hindi pa nga ako nakakasagot pero pumasok ka na."I made a disgusted face as I roamed my eyes around his room. Damit dito, damit doon. Controller dito, potato chips doon. Ano ba 'to? Plates niya lang yata ang maayos na nakalagay sa study table."Mas lalo kang magkakasakit dahil sa itsura ng kwarto mo," napapailing na sabi ko.I heard his lazy sigh before he went back to his bed. Patalon ang ginawa niya, una ang mukha. "Pumunta ka ba rito para punain ang kwarto ko? Para ka namang si Mama," reklamo niya habang nakasubsob ang mukha sa unan."Do not compare me to your mother. Kung anak kita, hindi kita iiwan dito kung alam kong may sakit ka.""Nakalimutan ko na Nursing student ka pala. Paranas namang alagaan, oh. Marunong ka b
[Devon Serrano]"Nayagi..." bulong ko kasabay ng pagkuyom ng aking mga kamao.Posibleng ang admin ng Alpas at ang Nayagi na pumatay sa kapatid ko ay iisa.Nasa kalagitnaan ako ng pag-iisip nang maramdaman ko ang presensya ng isang nilalang sa likod ko.Tumayo kaagad ako para harapin kung sinuman ang nilalang na 'yon."Sino ka?!" tanong ko sa Nayagi na kaharap ko.Hindi ko siya kilala. Ibang Nayagi ang kaharap ko ngayon. Nakasuot siya ng itim na muscle tee shirt kaya kitang-kita ko ang mga braso niyang puno ng tattoo. Spiky ang buhok niya at may lip ring sa labi. Nakangisi siya sa akin ngayon.I could feel the shivers in my spine as I stared at his full, black eyes."Gusto mong malaman kung sino ang admin ng grupe page na 'yan?" tanong niya habang humahakbang palapit sa akin. Napaatras ako pero hindi ako nagpakita ng takot."Anong alam mo?" I tried so hard not to stutter. I had to look feisty in front of him.He took another step forward, forcing me to take a step back."Kaya mo bang g
Maligayang pagdating sa aming mundo ng katha - Goodnovel. Kung gusto mo ang nobelang ito o ikaw ay isang idealista,nais tuklasin ang isang perpektong mundo, at gusto mo ring maging isang manunulat ng nobela online upang kumita, maaari kang sumali sa aming pamilya upang magbasa o lumikha ng iba't ibang uri ng mga libro, tulad ng romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel at iba pa. Kung ikaw ay isang mambabasa, ang mga magandang nobela ay maaaring mapili dito. Kung ikaw ay isang may-akda, maaari kang makakuha ng higit na inspirasyon mula sa iba para makalikha ng mas makikinang na mga gawa, at higit pa, ang iyong mga gawa sa aming platform ay mas maraming pansin at makakakuha ng higit na paghanga mula sa mga mambabasa.
Komen