Share

9

Author: Reez
last update Last Updated: 2021-08-27 11:43:17

“Anak Ibu sudah mencelakai anak saya, saya minta pertanggungjawaban Ibu!” perempuan yang kupikir adalah Ibu dari Dimas menyerang Mama. Entahlah, aku belum pernah bertemu dengannya.

“Sebentar, Ibu. Kita lihat dulu kronologinya,” Kata Mama.

“Nggak perlu, anak saya sekarang dirawat, Bu!!! Ibu tanggung jawab!!”

Elly dan Ivonne hanya diam.

“TUNGGU!!!” bentakku.

Aku berdiri, menatap tajam ke perempuan yang sejak tadi berteriak itu.

“Ibu yakin saya yang salah?” tanyaku.

Ia terhenyak.

“Kalau saya bisa buktikan bukan saya yang salah, Ibu mau apa?”

Tidak hanya perempuan itu, bahkan Mama, Papa, beserta Elly dan Ivonne pun memandangiku.

Aku berjalan ke arah pintu, membukanya, lalu memanggil sejumlah orang untuk masuk.

Sejumlah Ibu-ibu yang kemarin menyaksikan peristiwaku dengan Dimas berbondong-bondong masuk ke kelas.

“Bu Elly, Bu Ivonne, Mama, Papa, dan Ibu...siapa ya? Maaf saya tidak tahu nama Ibu. Tapi Ibu-ibu ini adalah saksi saya.” kataku menunjuk sejumlah Ibu-ibu yang masuk ke kelas.

“Silakan, Bu. Tolong ceritakan apa yang terjadi.” kataku mempersilakan mereka.

“Iya bener Bu, Dimas yang duluan.” kata seorang Ibu.

“Betul, Dimas mukulin Ferre!” lanjut yang lain.

“Ferre benar nggak ngapa-ngapain, Dimas jatuh sendiri!”

Yang terakhir ini aneh, tapi tak apalah, pikirku.

“Apa ini??? Kalian semua sekongkol???” kata perempuan gila itu.

“Bu,” kataku tenang, dengan senyum simpul. “Silakan tanya pada Ibu-ibu ini, apakah kami bersekongkol?”

Semua kembali terdiam.

Suasana ruangan hening.

“Dimas yang duluan, Dimas yang salah.” sebuah suara memecah keheningan yang telah berlangsung beberapa menit.

Aku menoleh, mataku menemukan seorang pria berambut putih dan berkumis.

Ia nampak sudah cukup berumur. Tapi semua orang seperti menghormatinya, terbukti Elly dan Ivonne membungkuk saat orang ini masuk.

Aku tidak ingat siapa pria ini, sama sekali tidak. Dua tahun aku sekolah di sini, dan satu kali pun aku belum pernah melihatnya.

Siapa dia?

Kepala sekolah kah?

“Saya saksinya, saya melihat semuanya.” lanjut pria itu.

Semua berakhir di sana.

Aku dinyatakan tidak bersalah. Semua bubar, dan sekolah pada hari itu kembali diliburkan. Elly, Ivonne, dan guru-guru lain pasti senang karena bebas tugas.

Setelah hari itu, aku tidak pernah lagi melihat Dimas.

Pindahkah dia?

Bagaimana dengan cedera di kemaluannya?

Aku yakin itu sangat parah. Aku menggunakan teknik karate dan Tae Kwon Do untuk menghajarnya.

Papa dan Mama kembali ke kantor setelah mengantarku pulang. Mereka hanya menanyakan apakah aku baik-baik saja.

Tentu, aku baik-baik saja.

Tanpa sadar, aku tersenyum.

Kupandangi dunia di luar jendela mobil Papa dan Mama.

Ini benar-benar bukan mimpi.

Dunia di luar memang 1989.

Mobil-mobil “Keor” dan “Pick-up” sangat banyak berkeliaran.

Kami mengambil jalan yang berbeda daripada yang kami ambil saat berangkat. Keadaannya sama. Jalanan yang masih berbatu-batu.

Jalanan tanpa hotmix.

 “MIIINYAAAK!” aku pun reflek menoleh saat suara nyaring yang sudah lama tidak kudengar kini kembali kutemui.

Suara penjual minyak tanah keliling yang pastinya sudah tidak lagi dapat kutemui di tahun 2020. Penjual minyak tanah yang mengenakan topi petani, dengan kaus lusuh dan basah, entah oleh keringat atau minyak. Ia mendorong gerobak berisi jeriken-jeriken penuh minyak tanah, yang karena melewati jalan berbatu-batu, gerobaknya terguncang-guncang.

Sebagian minyaknya ada yang tercecer di jalanan.

Selain itu, jalanan dipenuhi dengan pedagang kaki lima.

Para pedagang tidak mendorong gerobaknya, melainkan memikul. Di antara mereka ada penjual cendol, kue pukis, bahkan buah-buahan yang sudah dipotong kecil-kecil dan dimasukkan dalam plastik lalu dilengkapi tusuk sate untuk alat memakannya.

Semua membawa dagangannya dengan cara dipikul.

Lalu aku memandang ke atas. Langit biru nampak cerah mengelilingi teriknya matahari. Cerah, secerah-cerahnya. Ia begitu biru, bersih, dan murni. Berbeda dengan langit cerah di tahun 2020 yang tidak lagi murni berwarna biru.

Kini kusadari hal ini adalah salah satu yang telah hilang di masa depan.

Ya Tuhan...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Time Replayers   55

    Starla memang jarang menunjukkannya, tapi aku tahu bahwa dia juga memikirkan masa depan Adam. Butuh waktu cukup lama bagiku meyakinkan dirinya sampai ia setuju metode pendidikan yang akan kami terapkan pada Adam.Saat ini aku menikmati masa-masa Adam bermain dengan ceria. Kulitnya yang ditimpa sinar matahari pagi dan sore. Keringatnya saat bermain sepakbola, juga caranya meneguk air putih dalam jumlah banyak usai lelahnya bertanding.“Gimana permainanku, Ayah?”“Kamu melakukannya dengan sangat baik, Adam. Kamu hebat,”“Ayah selalu bilang gitu,” Adam tertawa.“Itu kenyataannya, Ayah nggak mengada-ada,” kataku sambil mengacak-acak rambutnya.Lalu kami pulang, seiring adzan magrib yang mulai berkumandang.Adam memantul-mantulkan bolanya ke jalanan selama kami menuju rumah.Mobil-mobil mulai berdatangan dari mereka yang baru saja menyelesaikan harinya.Aku membiarkan Adam masuk terlebih dahulu dan menyuruhnya untuk segera mandi, sementara kusaksikan matahari terbenam dengan indah.Sebenta

  • The Time Replayers   54

    Alarm ponselku.Perlahan kubuka mata.Starla masih ada dalam dekapanku.Ini masih kamar kami. Bukan kamar Mama dan Papa.Ini masih 2020, bukan 1989.Kuperhatikan sekujur tubuhku, tak puas, lalu aku beranjak menuju cermin.Aku, masih diriku, diriku yang berusia tiga puluh empat tahun.“Sayang?” suara lembut Starla memanggilku.Aku menoleh, tanpa sadar air mataku telah berlinang.“Kamu...kenapa?”Jawabanku adalah menghambur ke arahnya, dan memeluknya.“Re?” katanya sambil balas memelukku.“Sayang...”“Apa yang sudah terjadi? Apakah yang kamu bilang semalam....?”“Nggak..nggak sayang! Nggak!”“Maksudmu?”“Aku nggak tahu apa yang harus kubilang. Nggak ada yang harus kuceritakan. Yang pasti adalah...semua baik-baik saja,”“Jadi semua misterimu masih akan menjadi misteri?”“Kuharap selamanya,”Starla menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.Kami melanjutkan hidup kami.Aku membeli sejumlah bangunan di Selatan ibu kota, tempat kami tinggal sekarang. Kuratakan mereka dan kudirikan kom

  • The Time Replayers   53

    Pesawat Starla telah tiba, aku menjemputnya, lalu membawakan bagasinya, setelah sebelumnya memeluknya erat-erat.Kugenggam tangannya sambil kami berjalan, jauh lebih erat daripada biasanya.Ia adalah hartaku yang paling berharga.Lalu di sanalah kulihat sosok itu. Di tengah keramaian bandara, ia berdiri, menatapku.Sosoknya seperti tidak terpengaruh oleh orang lain yang berlalu-lalang di sekitarnya. Semula otakku masih berusaha memproses tentang sosok ini.Lama kelamaan aku mulai menyadarinya.Rambut dan janggutnya yang putih sangat kuingat.Ia adalah bapak tua yang membelaku saat aku disidang karena menghajar Dimas. Dan dia tidak tampak berubah sama sekali, bahkan pakaian yang dikenakannya pun masih pakaian yang kulihat puluhan tahun silam.Yaitu saat ia muncul di depan kelas.Kurasa ia tersenyum ke arahku.Kupercepat langkahku untuk menghampirinya. Aku yakin ia bukan orang biasa. Bahkan aku punya firasat bahwa ia memiliki jawaban atas banyak pertanyaan yang berputar di benakku. Ten

  • The Time Replayers   52

    2023Pandemi virus Corona telah berakhir satu tahun silam. Keadaan dunia telah kembali seperti semula. Pemandangan orang-orang yang mengenakan masker di jalanan telah lama hilang.Aku dan Starla juga bisa leluasa pergi ke mana pun kami mau. Karena aku menjadi orang yang memberi petunjuk kepada Dr. Hobson untuk vaksin virus Corona, maka aku dan keluargaku mendapatkan prioritas pertama untuk mendapatkan vaksin.Kubawa Starla menyaksikan El Classico, Derby De La Madonnina, dan Derby Manchester. Kami mengenakan seragam AC Milan saat pertandingan di Milan. Aku mengamatinya berteriak, meniup peluit ejekan kepada tim lawan, dan menyanyikan lagu Curva Sud. Kami pergi berkeliling dunia, beberapa kali dengan sistem backpacking. Namun lebih sering kami menginap di hotel mewah. Walaupun demikian, kami menyusuri jalan-jalan di Paris, Munich, Madrid, Barcelona, dan Zurich. Trotoar demi trotoar kami lalui, dan kami hanya menggunakan satu buah payung jika hari hujan.Starla sendiri tidak ingin berg

  • The Time Replayers   51

    Tidak cukup banyak hal menarik yang terjadi setelah 2010, karena semua fenomena di dunia bisnis yang terjadi setelah tahun itu telah kuambil alih. Telah kukuasai dunia, dan kusebar semuanya di berbagai perusahaan. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa kekayaanku hanya bisa didekati oleh Bill Gates.Dekade setelah tahun 2010 adalah waktu untuk bermunculannya perusahaan-perusahaan startup. Semua telah kuantisipasi.Kudirikan inkubator bisnis di setiap kampus papan atas dunia. Ide-ide dan inovasi bermunculan dari sana.Para pegiat startup pun berbondong-bondong mengajukan proposal.Kuseleksi semua dokumen yang mereka berikan, dan kukucurkan dana berdasarkan kualitas bisnis yang menurutku paling baik.Bagi proposal yang kurang menarik, kuminta mereka untuk mengembangkan diri dan menerima pelatihan. Bagaimanapun aku yakin bahwa tidak ada ide inovasi mereka yang akan sia-sia.Aku belajar dari penyesalan para konglomerat yang menolak membiayai Whatsapp, Instagram, dan lain sebagainya. Tidak a

  • The Time Replayers   50

    Aku dan Starla telah lulus di tahun 2008 ini.Krisis akibat kredit perumahan yang macet di Amerika Serikat mulai merambah ke seluruh dunia. Tahun-tahun mencekam melanda hampir semua negara. Ini adalah krisis yang sangat buruk, bahkan bisa disetarakan dengan Great Depression pada tahun 1930-an.Bank-bank di Amerika Serikat bertumbangan, disusul oleh bank-bank di negara G-8. Begitupun dengan pasar saham. Banyak orang kehilangan pekerjaan akibat perusahaan-perusahaan gulung tikar. Sudah kubeli saham-saham dalam jumlah banyak untuk memanfaatkan keadaan ini. Di masa depan, harga-harga saham ini akan kembali naik.Starla sedang berdinas ke Amerika Serikat untuk pelatihan awal pekerjaannya.Aku pun memutuskan untuk berlibur ke Eropa.Seorang perempuan Inggris yang dikabarkan merupakan pemandu wisataku menyambut kedatanganku di bandara.Ia seorang perempuan berwajah Kaukasian berambut pendek blonde pixie. Ia jenjang, tapi tidak kurus.“Halo Mr. Praditya, perkenalkan, saya Rachel Arlington dar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status