Share

9

“Anak Ibu sudah mencelakai anak saya, saya minta pertanggungjawaban Ibu!” perempuan yang kupikir adalah Ibu dari Dimas menyerang Mama. Entahlah, aku belum pernah bertemu dengannya.

“Sebentar, Ibu. Kita lihat dulu kronologinya,” Kata Mama.

“Nggak perlu, anak saya sekarang dirawat, Bu!!! Ibu tanggung jawab!!”

Elly dan Ivonne hanya diam.

“TUNGGU!!!” bentakku.

Aku berdiri, menatap tajam ke perempuan yang sejak tadi berteriak itu.

“Ibu yakin saya yang salah?” tanyaku.

Ia terhenyak.

“Kalau saya bisa buktikan bukan saya yang salah, Ibu mau apa?”

Tidak hanya perempuan itu, bahkan Mama, Papa, beserta Elly dan Ivonne pun memandangiku.

Aku berjalan ke arah pintu, membukanya, lalu memanggil sejumlah orang untuk masuk.

Sejumlah Ibu-ibu yang kemarin menyaksikan peristiwaku dengan Dimas berbondong-bondong masuk ke kelas.

“Bu Elly, Bu Ivonne, Mama, Papa, dan Ibu...siapa ya? Maaf saya tidak tahu nama Ibu. Tapi Ibu-ibu ini adalah saksi saya.” kataku menunjuk sejumlah Ibu-ibu yang masuk ke kelas.

“Silakan, Bu. Tolong ceritakan apa yang terjadi.” kataku mempersilakan mereka.

“Iya bener Bu, Dimas yang duluan.” kata seorang Ibu.

“Betul, Dimas mukulin Ferre!” lanjut yang lain.

“Ferre benar nggak ngapa-ngapain, Dimas jatuh sendiri!”

Yang terakhir ini aneh, tapi tak apalah, pikirku.

“Apa ini??? Kalian semua sekongkol???” kata perempuan gila itu.

“Bu,” kataku tenang, dengan senyum simpul. “Silakan tanya pada Ibu-ibu ini, apakah kami bersekongkol?”

Semua kembali terdiam.

Suasana ruangan hening.

“Dimas yang duluan, Dimas yang salah.” sebuah suara memecah keheningan yang telah berlangsung beberapa menit.

Aku menoleh, mataku menemukan seorang pria berambut putih dan berkumis.

Ia nampak sudah cukup berumur. Tapi semua orang seperti menghormatinya, terbukti Elly dan Ivonne membungkuk saat orang ini masuk.

Aku tidak ingat siapa pria ini, sama sekali tidak. Dua tahun aku sekolah di sini, dan satu kali pun aku belum pernah melihatnya.

Siapa dia?

Kepala sekolah kah?

“Saya saksinya, saya melihat semuanya.” lanjut pria itu.

Semua berakhir di sana.

Aku dinyatakan tidak bersalah. Semua bubar, dan sekolah pada hari itu kembali diliburkan. Elly, Ivonne, dan guru-guru lain pasti senang karena bebas tugas.

Setelah hari itu, aku tidak pernah lagi melihat Dimas.

Pindahkah dia?

Bagaimana dengan cedera di kemaluannya?

Aku yakin itu sangat parah. Aku menggunakan teknik karate dan Tae Kwon Do untuk menghajarnya.

Papa dan Mama kembali ke kantor setelah mengantarku pulang. Mereka hanya menanyakan apakah aku baik-baik saja.

Tentu, aku baik-baik saja.

Tanpa sadar, aku tersenyum.

Kupandangi dunia di luar jendela mobil Papa dan Mama.

Ini benar-benar bukan mimpi.

Dunia di luar memang 1989.

Mobil-mobil “Keor” dan “Pick-up” sangat banyak berkeliaran.

Kami mengambil jalan yang berbeda daripada yang kami ambil saat berangkat. Keadaannya sama. Jalanan yang masih berbatu-batu.

Jalanan tanpa hotmix.

 “MIIINYAAAK!” aku pun reflek menoleh saat suara nyaring yang sudah lama tidak kudengar kini kembali kutemui.

Suara penjual minyak tanah keliling yang pastinya sudah tidak lagi dapat kutemui di tahun 2020. Penjual minyak tanah yang mengenakan topi petani, dengan kaus lusuh dan basah, entah oleh keringat atau minyak. Ia mendorong gerobak berisi jeriken-jeriken penuh minyak tanah, yang karena melewati jalan berbatu-batu, gerobaknya terguncang-guncang.

Sebagian minyaknya ada yang tercecer di jalanan.

Selain itu, jalanan dipenuhi dengan pedagang kaki lima.

Para pedagang tidak mendorong gerobaknya, melainkan memikul. Di antara mereka ada penjual cendol, kue pukis, bahkan buah-buahan yang sudah dipotong kecil-kecil dan dimasukkan dalam plastik lalu dilengkapi tusuk sate untuk alat memakannya.

Semua membawa dagangannya dengan cara dipikul.

Lalu aku memandang ke atas. Langit biru nampak cerah mengelilingi teriknya matahari. Cerah, secerah-cerahnya. Ia begitu biru, bersih, dan murni. Berbeda dengan langit cerah di tahun 2020 yang tidak lagi murni berwarna biru.

Kini kusadari hal ini adalah salah satu yang telah hilang di masa depan.

Ya Tuhan...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status