LOGINThe sequel to The Alpha's Secret Love Child. Elias was destined to be the White Wolf, the King of allt he werewolves. He was certain this meant he would never have a mate, this would only cause his mate harm. Elias could never knowingly put someone else in this position. Then he meets Jade, months before his 18 birthday and everything changes. Could she be the one? Little does Elias know that Jade has a destiny of her own, which is to seek revenge against Elias and the rest of his family. Jade has been trained by dark witches to avenge her family and to make sure Elias never becomes King. But can she go through with her plan after she meets Elias?
View More“Aku akan menikah hari ini.” Ruby membatin sambil mencubit pahanya—yang tersembunyi diantara rok mengembang gaun berwarna putih. Memastikan ia tidak sedang bermimpi.
Ia benar-benar akan menikah hari ini, padahal dua hari lalu ia bahkan belum punya kekasih.
"Ingat, kalau kau ingin ibumu mendapat perawatan dan uang itu, kau tidak boleh mundur maupun membongkar perjanjian diantara kita."
Ruby yang baru saja menahan napas—meredakan mual di perutnya, menoleh memandang pria tua dengan kepala botak yang saat ini menggandeng tangannya. Kata-kata itu hanya bisikan, tapi cukup jelas terdengar diantara dengung tamu yang ada di depan altar
"Saya sudah berjanji, tidak akan ingkar." Ruby berbisik juga. Menegaskan kalau ia akan melakukan bagian pekerjaan yang telah mereka sepakati.
Ruby setuju untuk menikah dengan pria asing yang hanya dilihatnya dari foto dengan imbalan uang. Inti dari perkerjaannya hanya itu saja. Ruby tahu segala resiko, dan sepadan seharusnya.
"Lebih baik kau mengingatnya, dan jangan sampai pria itu tahu kau bukan anakku." Pria yang dalam sandiwara ini berstatus sebagai ayahnya itu, kembali memastikan kalau setelah ini Ruby tidak melakukan kesalahan.
"Saya mengerti, Senor." Ruby mengangguk, sambil membenarkan veil yang menjuntai menutupi wajahnya. Kegugupannya kembali—juga mual di perutnya, karena peringatan pria itu membuat Ruby teringat bagian paling sulit dari perjanjiannya, yaitu berpura-pura menjadi Liz—anak dari pria yang ada di sampingnya.
Liz yang seharusnya menikah hari ini, tapi kecelakaan menimpanya dan Ruby hanya tahu kalau wajah mereka mirip—dan pernikahan itu tidak boleh batal. Ruby tidak terlalu ingin tahu dengan detail, karena hanya fokus pada bagian janji yang menyebut ibunya akan diobati dan mendapat uang setara gajinya selama lima puluh tahun sebagai pelayan restoran.
“Pakai matamu!” Desisan dengan nada menegur dari ‘ayahnya’ itu memutus lamunan Ruby. Ia baru saja menginjak kakinya tanpa sengaja.
Ruby terhuyung karena ayah palsunya itu mendorong tangannya dengan refleks. Tidak terlalu kuat, hanya Ruby memang sedang tidak dalam keadaan seimbang. Untung saja Ruby masih mencengkram tangan ayahhnya itu, jadi tidak terjerembab.
Tapi Ruby harus menahan sakit hati. Dorongan itu tidak perlu. Nyaris saja membuatnya malu. Selain menanggung berat gaun, kepala Ruby seperti berputar. Entah karena tegang atau kurang sehat, Ruby sempat muntah juga tadi selama perjalanan. Kesulitan yang tentu saja disimpan. Tidak akan ada yang peduli dengan keadaannya. ‘Ayahnya’ itu hanya ingin tahu kalau pernikahan itu berjalan lancar.
Ia kini mencengkram balik tangan Ruby, seolah ingin memastikan Ruby tidak lari, karena mereka sampai di depan altar. Tapi Ruby tidak melihat pria yang akan menjadi suaminya.
“Don Rosas masih menerima panggilan penting. Sebentar lagi.” Pastor yang memimpin upacara menjelaskan sebelum ada yang bertanya.
Ruby tidak peduli—malah bersyukur masih punya waktu untuk menenangkan diri. Kepala dan perutnya semakin kacau, seirama dengan detak jantungnya yang semakin menderu.
Ruby sudah melihat wajah ‘calon suaminya’ dari foto, dan ia tampan. Tipikal pria latin yang berwajah tegas dengan rambut ikal. Jarak usia mereka cukup jauh---lebih dari dua belas tahun, tapi tampan.
“Ah… Itu. Don Rosas sudah datang.” Pastor itu berseru lega.
Ruby belum mendongak, karena kepala dan perutnya belum membaik. Ruby menuduk memandang ujung gaunnya sendiri saat tangannya berpindah. Ia merasakan tangan berkulit kecoklatan menggenggam, kuat, dan kokoh. Calon suami Liz.
Pria itu tidak mengucapkan apapun, Ruby pun tidak ingin bicara karena merasa akan muntah kalau membuka mulut. Maka upacara berjalan sementara mereka berdiri berhadapan.
Ruby masih terus menunduk. Berdoa agar mual dan pusingnya sedikit reda. Masih ada acara pesta yang akan dijalaninya setelah ini.
“Baiklah, kita mulai.” Pastor itu memulai upacara. Membuka dengan ceramah yang terlewat oleh Ruby karena keringat dingin mulai mengalir di punggung dan keningnya. Tubuhnya yang tidak sehat bertumpuk dengan ketegangan.
“Lizeth Marin Ramos, terimalah ini sebagai tanda cinta dan kepercayaanku padamu.”
Ucapan itu disebut dengan jelas, sementara pria itu menyerahkan nampan berisi tiga belas keping emas. Itu adalah simbol kepercayaan setempat. Sebagai tanda pria akan bertanggung jawab pada wanita yang dinikahinya.
Tangan Ruby sedikit gemetar akibat mengangkat kepala, tapi berhasil menerima nampan tembaga itu.
“Eduardo Rosas dan Lizeth, apa kalian sudah siap untuk saling memiliki dan menghormati dalam pernikahan seumur hidup?”
Ruby untungnya mendengar pertanyaan itu
“Sí.” (Iya)
"S...Si."
Jawaban mempelai pria lancar, tapi Ruby tergagap. Selain tegang, tangan hangat suami Liz itu membuatnya panik. Ia menikah dengan nama palsu, tapi beban tangan itu nyata. Tangan itu yang akan menyentuh tubuhnya nanti—saat mereka tidur bersama.
“Tuhan mempersatukan kalian pada saat ini, semoga akan selalu bersama selamanya.”
Pastor itu tampak lega dan para tamu di dalam chapel itu juga bertepuk tangan. Pastor itu kembali memberi doa tambahan, sebelum meminta sesuatu yang membuat jantung Ruby kembali mencelos.
“Anda boleh mencium mempelai.”
Wajah Ruby terlihat semakin pucat dengan titik-titik keringat bermunculan di keningnya. Ia lupa tentang bagian ciuman itu.
Terasa desir angin saat veil yang menutupi terangkat. Ruby menahan napas ketika melihat tangan terulur, menyentuh dagu dan meminta Ruby mendongak. Ruby tidak melawan, karena termasuk tugasnya. Lagi pula tidak akan sangat buruk, pria yang menciumnya akan tampan.
Ruby mendongak, dan memandang pria yang sudah menjadi suaminya itu, mengharapkan wajah yang langsung membuatnya terpana.
Namun, tepat saat Ruby membuka matanya, wanita itu reflek melangkah mundur, tak menyangka pemandangan tepat beberapa senti di hadapannya.
“AGHH!” Ruby menjerit.
Elias pov I had no idea why Finley had to talk to Zoey first, but I needed an answer from Finley now. Finley didn’t need my protection anymore and she had finished testifying, so there was no reason for her to stay with me. I had mindlinked Zoey, but she didn’t respond. When I mindlinked Raven she said she found Zoey in her bedroom, she was shot and barely breathing. I ran as fast as I could and found Raven holding Zoey in her arms “she is shot with a silver bullet. It is still stuck somewhere, but I can’t find it. She needs help.” She was bleeding a lot and the silver bullet was making sure she couldn’t heal herself. Finley was walking to the hotel and she should be back any minute now, maybe she could heal Zoey. I heard a faint bang, it sounded almost like firework really far away. Most wouldn’t have heard it, but I pick up everything with my hearing. I mindlinked Finley, but it seemed like something was blocking me from reaching here. Zane got worried “you need t
Finley’s pov I needed something to distract me from this day. I was glad Alpha Ivar was gone, I really was. But I hated how everyone treated me and thought I was a threat. If there weren’t any other witnesses they might have believed Alpha Ivar, mostly because I was a witch. “But Elias’ parents don’t see you that way. They both defended you,” Diona said. “Yes, I was surprised by their words and really touched. I didn’t expect that from Luna Amber especially.” I replied. When Elias asked me to dinner I agreed without thinking twice. Maybe I should have thought this through, now I was stuck at the same table with him and the mate bond was so strong. I could feel the pull, making me want to touch Elias’ all the time. I should reject him again, but for some reason he didn’t accept this first time. “Don’t you remember, he said he loves you.” Diona said. That was just a dream right? I was almost dying and I lost consciousness. Elias looked at me from across the table “wha
Elias’ pov Finley had calmed me down, but I still wanted to kill Alpha Ivar for trying to rape Finley. Alpha Ivar asked another question “for someone who says to have so little magic, you seem to have a hold on our King. Do you deny trying to kill him?” Finley looked at me and said “I don’t deny it. I tried to poison King Elias before his 18th birthday. I regretted the decision afterwards and I called Luna Amber to help. Luckily she could save him. I was imprisoned by Alpha Axel soon after.” Alpha Ivar listened carefully to my words and then asked “so you sleep with him, then poison him and now you share a special bond, enough for you to travel with him for months?” How did he know I was traveling with Finley all this time? Finley answered “I had developed feelings for King Elias and it felt wrong to take a life, especially his. Elias had allowed me to travel with him to keep me save from my grandmother, who was looking for me after I failed to kill
Finley’s pov I had just killed my grandmother by using plants, healed my potential father-in-law. This should be easy right? I just had to tell what happened to me in Alpha Ivar’s dungeon. In front of everyone. Everyone who would likely hate me after hearing what I was and who my father was. Diona tried to give me more confidence “it doesn’t matter who or what you are, nobody can treat you the way he treated you. And you can tell them everything he did to Charlotte. You are the only one who can speak for her now.” Diona was right, I had to testify. Everyone should know what an awful person Alpha Ivar was, even if they found out about me. I got dressed, wearing a black pencil skirt, a white blouse and a blazer. My hair had grown out a bit the last few months and I just had it cut last week into a layered short bob. I put a tiny bit of make-up on, enough to make it seem like I had actually slept well. When I walked downstairs to eat something Elias was already sitting












Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
reviewsMore