Dominique telah sampai di mansion Calandre. Aubrey membuka sedikit kaca jendela dan memastikan penjaga di sana bahwasanya dialah yang akan memasuki mansion.
"Loh, Nona Aubrey. Silakan, Non!" ujar penjaga."Terima kasih, Pak."Kemudian mobil Dominique memasuki area utama mansion Calandre. Dominique memarkirkannya tepat di pintu masuk."Terima kasih. Kau pulanglah, aku tidak akan mengantarmu lagi. Tidak akan ada adegan seperti itu diantara kita, bolak-balik saling mengantar seperti di sinetron percintaan," ucap Aubrey panjang lebar."Cih, aku juga tidak mengharapkan hal seperti itu. Kebetulan saja kau melihat kelemahanku hari ini, jadi kau punya kesempatan untuk membantu. Next, tidak ada lain kali," pungkas Dominique."Dasar Pria Arogan.""Bukankah kau juga sama. Kau bisa bermanis-manis dengan sahabatku, tetapi denganku …." Dominique menghentikan kalimatnya.Aubrey terdiam dan menatap Dominique setelah mende"Selamat pagi, Tuan." Eugene menyapa Abraham di bawah tangga. "Hmmm. Aubrey sudah turun?""Belum, Tuan. Apakah ingin saya panggilkan.""Oh, tidak usah. Bilang saja, jangan lupa acara nanti makan siang di Bourbon. Saya ada urusan pagi ini dan harus berangkat lebih awal. Apakah Reno sudah datang?""Sudah, Tuan. Tuan Reno sudah menunggu di teras. Tuan tidak sarapan terlebih dahulu?""Tidak usah. Nanti saya akan sarapan bersama Reno di perjalanan.""Baik, Tuan. Aubrey enggan membuka matanya. Ia berharap kejadian tadi malam hanyalah mimpi. Memang di hati kecilnya berkata bahwa ada sedikit ketertarikan pada Dominique. Namun, ego mengalahkan segalanya. Perut Aubrey berbunyi, tampaknya ia sudah merasakan lapar. Pada akhirnya, ia bangkit dari tempat tidur dan turun ke lantai bawah untuk sarapan. Dilihatnya ruang makan yang sudah rapi, akhirnya ia memutuskan menuju dapur untuk mencari Eugene. "Good morning."
"Wanita aneh. Entah ada apa dengannya, setiap kali bertemu denganku pasti marah. Memang ada yang salah dengan ucapanku. Sepertinya ia memang hanya tertarik dengan Tony, buktinya bila bersama Tony dia bisa begitu tampak bahagia, tertawa lebar. Sedangkan denganku, marah-marah terus." Dominique bermonolog. "Hei, mengapa aku harus peduli dengan sikapnya terhadapku. Apakah mungkin aku tertarik padanya? Hih, tidak mungkin, tidak mungkin. Jika aku bersamanya bisa-bisanya setiap hari perang. Seperti layaknya menikahi diri sendiri saja," lanjut Dominique terus bermonolog sambil sesekali mengedikkan bahunya. Abraham dengan digandeng Aubrey menuju restoran bersama Aaron dan Bella. Mereka berempat berbincang-bincang kecil menceritakan masa kecil Aubrey dan Dominique.Tampak dari jauh Dominique yang tengah menyesap secangkir kopi. Sambil sesekali memperhatikan telepon genggamnya. "Sweetheart, sudah lama menunggu kami?" tegur Bella. "Oh, nevermind, Mami. Aku saja yang terlalu cepat," balas Domin
Mata mereka saling bertatapan, jarak wajah yang hanya tinggal beberapa inci mampu membangkitkan desiran di dalam tubuh. Wajah Dominique makin memerah, ia sudah tidak bisa lagi menahan geloranya. Aubrey yang mengetahui sikap kikuknya Dominique, hanya dapat tersenyum dan senang di dalam hati. "Hei, you are too close," bisik Dominique sambil memperhatikan bibir mungil nan merah milik Aubrey. "I want to be close," balas Aubrey sambil membunyikan bibirnya di udara seperti suara kecupan. Setelah puas bermain-main dengan Dominique, Aubrey kemudian menarik dirinya dan duduk di hadapan Dominique. Dengan santai ia menyilangkan kedua kakinya dan menatap tajam ke arah Dominique. "Katakanlah! Kau mau bicarakan apa?" tanya Aubrey sambil bersandar dan menyilangkan tangannya di dada. Sikap Aubrey yang begitu tenang seperti tidak ada hal yang terjadi sebelumnya membuat Dominique bertanya-tanya, 'apa yang sebenarnya direncanakan wanita dingin ini, men
Fajar menyapa diiringi berjatuhannya rintik-rintik air dari langit. Rasa dingin yang datang menemani bersama dengan setiap tetesan, membuat Aubrey yang tengah terbuai dalam mimpi enggan terbangun dan beranjak dari tempat tidur. Makin dalam Aubrey menenggelamkan tubuhnya bergelung di dalam kehangatan selimut dan alas empuknya. Aubrey mengerjapkan matanya. Seberkas cahaya terik menyinari wajah cantiknya. Ia melihat ke arah luar jendela yang gordennya telah setengah tersibak. Tampaknya sang hujan telah selesai menyapa. Kemudian, ia gegas melangkah ke kamar mandi dan berendam dengan air hangat untuk membersihkan diri sekaligus menghangatkan tubuhnya. Setelah menghabiskan waktu sekitar tiga puluh menit untuk mandi, Aubrey keluar dari kamarnya dan menuju dapur untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan. "Selamat pagi, Nona Aubrey," sapa para pelayan.Aubrey menjawab dan menyambut sapaan mereka dengan tersenyum dan mengangguk. Setelah memesan beberapa me
"Hallo, Beauty. Maukah kau makan malam denganku?" tanya Tony menelepon Aubrey. "mmm ….""Come on. Jangan ada penolakan lagi, oke! Aubrey, kenapa terdiam? Kau keberatan keluar bersamaku? Tenang saja kali ini just only two of us."Aubrey sejenak terdiam, terdengar helaan panjang napasnya. Ia memijat pelan dahinya, lalu menjawab permintaan Tony. "Baiklah. Aku akan bersiap-siap.""Aku jemput pukul 19.00, ya, Beauty.""Tidak us …."Aubrey belum menyelesaikan ucapannya, tetapi Tony sudah mematikan telepon genggamnya sepihak di seberang. Aubrey melangkah dengan malas ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Hanya butuh waktu lima belas menit ia sudah merias dirinya sesederhana mungkin. Setelan yang Aubrey pilih malam itu adalah kaus ketat berwarna putih dipadukan dengan jeans berwarna biru langit, dengan sepatu kets berwarna senada dengan celana jeansnya -- Aubrey menuruni tangga menuju ruang tamu menunggu kedatangan Tony
Dominique menghampiri Aubrey yang tengah melamun memandangi lautan. Ia membuka jasnya dan menutupi tubuh Aubrey. Aubrey yang diperlakukan seperti itu dengan tiba-tiba sontak terkejut dan menoleh. Setelah tahu orang yang melakukan hal tersebut adalah Dominique, ia menolaknya, tetapi Dominique memaksa dan menahan tangan Aubrey. "Dingin, patuhlah. Jangan keras kepala, oke."Aubrey akhirnya menerima dan memakai jas milik Dominique. Ia tahu tidak akan menang mendebat pria itu yang nanti ujung-ujungnya pasti akan bertengkar. Dominique duduk di seberang Aubrey dan memandang wajahnya dengan seksama. Aubrey balas menatap mata Dominique yang tengah memandangnya, kemudian melempar pandangan ke arah lain untuk menghilangkan gugupnya. "Katakanlah," ucap Aubrey tanpa basa-basi. "Kau marah denganku?""Marah kenapa?""Ya, barangkali peristiwa kemarin.""Peristiwa yang mana?"Dominique menunjuk bibirnya kemudian pipi Aubrey.
Setelah selesai mengantar Aubrey. Dominique melanjutkan perjalanan menuju perusahaan. Sesampainya di perusahaan, Ia melangkah melewati lobi depan dengan ekspresi dingin. Kaki-kaki gagahnya mengeluarkan suara hentakan yang membuat nyali ciut setiap karyawan yang mendengarnya. Bukan Dominique namanya, jika menyapa dengan sebuah senyum. Wajahnya yang selalu terlihat kaku dan datar sudah biasa dinikmati para karyawan perusahaan. Namun, bagi mereka tidaklah penting, yang terpenting fasilitas yang perusahaan berikan tidak sekaku dan sedatar wajah bosnya. Dominique sampai di ruang kerjanya, setelah melewati beberapa lantai dengan menggunakan lift. Ia membuka pintu dan melihat Tony sedang duduk di sofa. Dominique membuka kancing jas dan meletakkan bokongnya tepat di samping Tony duduk. Tony tanpa basa-basi langsung menanyakan kepada Dominique apa yang hendak ingin ia katakan. Sudah semalaman Tony merasakan kegelisahan dan hanya bisa menebak-nebak saja. Oleh kar
"Ini kamar Dominique, Tante tinggal, ya? Coba kamu ketuk saja," ucap Bella setelah mengantar Aubrey ke depan kamar Dominique. "Baik, Tante. Aku akan menyelesaikannya dari sini." Aubrey menjawab dengan yakin. Aubrey mengetuk pintu kamar Dominique berulang kali. Meskipun, Dominique mendengar tetapi ia tidak ingin membuka pintu. Ia tidak ingin Aubrey melihat kondisinya saat ini. Apalagi kalau sampai tahu ia berkelahi dengan Tony gara-gara Aubrey. "Open it, damn Dominique. I want to talk to you! Aku tidak akan pergi dari sini sampai urusan kita selesai, oke!" teriak Aubrey. Pada akhirnya, Dominique mengalah dan membuka pintu. Benar saja tebakan Aubrey, Dominique memiliki memar yang sama seperti Tony. Pasti hal ini ada hubungannya dengan tindakan gila Tony di galeri. "Apa yang terjadi pada kalian? Kalian bertengkar, seperti anak kecil saja," cerocos Aubrey. "Kalian?" Dominique mengernyitkan dahi. "Ya, kau dan Tony."