Chapter 38
Kill You
"Kau bisa mati jika kau tidak tidur," ujar dokter Liem sambil mendengarkan bunyi detak jantung Chiaki melalui stetoskop-nya.
"Aku memerlukan obat penenang dalam dosis tinggi," ucap Chiaki dengan nada acuh.
Dokter Liem mengernyit. Obat penenang yang ia berikan pada Chiaki memang dalam dosis rendah, tetapi Chiaki menelannya tanpa mematuhi aturan. Seharusnya obat itu bekerja, atau mungkin setidaknya Chiaki overdosis dan dilarikan ke rumah sakit. Nyatanya Chiaki masih hidup dengan cekungan mata yang tampak mengerikan.
"Kau hanya perlu melepaskan beban yang ada di pikiranmu dan kau pasti akan tertidur meski tidak menggunakan obat penenang." Dokter Liem memasukkan stetoskop ke dalam tempatnya lalu ia berdiri di susul Chiaki yang turun dari tempat tidur.
"Aku menanganimu selama lima tahun, tapi kau tidak pernah membiarkan aku untuk masuk ke dalam dirimu." Do
Chapter 38Maddie, I Can'tCrystal duduk di samping Maddie sambil mengoleskan salep anti pembengkakan di tulang pipi Maddie yang tampak mulai memar. "Kau bertengkar?""Tidak," sahut Maddie sambil melirik wajah Crystal, diam-diam ia mengamati kecantikan Crystal dimulai dari bulu matanya tebal menaungi matanya yang berwarna biru safir, bibirnya tampak memerah alami, dan bentuk rahangnya yang lembut namun tegas. Seharusnya tidak sepantasnya wanita secantik Crystal merasakan kepahitan berulang-ulang karena matanya terlalu indah untuk meneteskan air mata dan kulit pipinya terlalu berharga untuk dilewati aliaran air mata kepedihan."Lalu dari mana kau mendapatkan luka ini?" Crystal mengamati wajah Maddie, mencari-cari luka memar yang lain di wajah Maddie. "Ya Tuhan, lehermu... siapa yang melakukan ini?""Chiaki," ujar Maddie singkat.Gerakan Crystal terhenti, ia mematung beber
Chapter 39MistakeMemaafkan Jack adalah kesalahan fatal dalam hidup Crystal, Jack menuntunnya, membawa masuk ke kamar dengan dalih agar Crystal beristirahat setelah mereka berbicara tentang kehamilannya, tentang hubungannya dengan Chiaki. Ia baru saja menyadari kesalahannya saat Jack mengunci pintu kamar lalu berbalik ke arahnya.Demi Tuhan, Crystal tidak akan memaafkan Jack bahkan jika ia hidup seribu kali, maka ia akan membenci Jack seribu kali pula. Atau mungkin lebih.Jack mengikat kedua tangannya menggunakan syal milik Crystal yang kebetulan ada di atas tempat tidurnya lalu menyatukan tangan Crystal ke atas ranjang."Apa yang kauinginkan?" tanya Crystal kasar, tetapi jauh di dasar hatinya ia ketakutan.Jack menatap Crystal tajam, tatapan matanya penuh kecemburuan. "Yang kuinginkan?" Ia tertawa. "Kau tahu apa yang kuinginkan."&n
Chapter 40.I Love YouKetukan di pintu membuat Jack menghentikan cumbuannya di dada Crystal. "Oh, ada yang mengganggu rupanya," ujarnya disertai seringai masam."Tolong!" seru Crystal. Ia mengumpulkan sisa-sisa tenaganya untuk berteriak dan meronta-ronta.Jack membungkam mulut Crystal. "Diam! Tidak akan ada yang menolongmu!""Crystal, apa kau di dalam?"Suara di balik pintu itu adalah suara Chiaki. Crystal mengenalinya. Ada kehangatan menjalari dadanya, ia menemukan secercah harapan setelah beberapa detik yang lalu ia merasa nyaris tertelan kegelapan.Jack tersenyum miring. "Oh, jadi, Bajingan itu datang? Kita lihat saja, apa ia akan menerimamu lagi jika ia tahu kau telah aku cemari?"Jack menindih Crystal, menjejalkan tubuhnya yang keras bagai batu ke dalam tubuh Crystal secara paksa tanpa me
Beberapa menit setelah Maddie meninggalkan Chiaki, pria itu mematung memikirkan ucapan Maddie. Perasaannya dirundung penyesalan karena telah mengirim Crystal kembali ke Jerman, ia merasa sangat berdosa karena telah meragukan Crystal, juga Maddie.Tiga puluh menit kemudian Dokter Liem telah duduk di depan Chiaki, pria tua itu membolak-balik halaman tabloid di tangannya tanpa memedulikan Chiaki yang menunduk menatap jari-jari kakinya. Suasana tidak aneh, juga tidak canggung bagi Dokter Liem karena kebanyakan memang pasien yang ia tangani lebih banyak diam saat memulai konseling.Dokter Liem menutup tabloid di tangannya lalu meletakkannya ke atas meja, ia meraih tabloid yang lain. Tetapi, baru saja ia mengangkat benda itu suara Chiaki terdengar di telinganya.“Crystal,” gumam Chiaki membuat Dokter Liem menghentikan gerakannya.“Siapa dia?”“Crystal Winter,” ujar Chiaki pelan.Dokte
FragileCrystal tertegun mendengar ucapan Chiaki. Ia tidak ingin bermain-main lagi dengan hubungan mereka."Kontrak yang sesungguhnya, kontrak di depan Tuhan untuk seumur hidup kita."Tubuh Crystal menegang, meski ai sangat bahagia mendengar lamaran Chiaki, ia memutuskan tatapannya dari mata Chiaki. "Aku tidak bisa."Chiaki meraih dagu Crystal, mengarahkan wajah Crystal ke arahnya. "Kau mengatakan bersedia melakukan apa pun.""Kecuali menikahimu.""Beri aku alasan."Crystal menjilat bibirnya, ia memejamkan matanya. "Aku...." Ia hendak menjauhkan dirinya dari Chiaki tetapi pria itu menahannya."Kau belum menjawabku.""Kau tidak perlu merasa bersalah dan harus bertanggung jawab atas hidupku," ujar Crystal penuh rasa getir yang menyelimuti seluruh perasaannya. "Lagi pula aku...."
“Sepertinya aku harus merapikan ini.” Crystal menyentuh jambang Chiaki yang mulai tumbuh. “Kenapa bagian ini cepat sekali tumbuh?” Ia mengalihkan tatapannya ke kepala Chiaki yang kini berubah penampilan, kepala Chiaki bersih tanpa rambut.“Karena mereka suka kau merawatnya, jadi mereka tumbuh dengan cepat,” ujar Chiaki.Ia tersenyum bahagia karena setiap pagi Crystal mencukur bulu yang tumbuh di wajahnya. Tetapi, bukan berarti ia senang dengan penampilan barunya, rambut di kepalanya benar-benar tidak ada karena tim medis memotong dengan asal-asalan saat menjahit luka di kepalanya mengakibatkan ia terpaksa mencukur habis rambutnya dibandingkan harus membiarkan tatanan rambutnya tidak beraturan.“Kurasa setelah rambutmu tumbuh nanti, kau tidak perlu memanjangkannya lagi.”“Kau tidak menyukai rambut panjangku?”Crystal mengecup pipi Chiaki. “Aku menyukai rambutmu yang lembut, tapi aku lebi
Speak Through the ToneDua hari telah berlalu, seperti dugaan Chiaki, Crystal memang berpura-pura kuat. Tengah malam ia mendengar sayup-sayup Crystal terisak. Ia membuka matanya dan mendapati Crystal meringkuk di tepi tempat tidur dengan posisi membelakanginya. Ia yakin jika Crystal sering menangis diam-diam di rumah sakit saat ia tertidur pulas di bawah pengaruh obat.Chiaki merasa jika dadanya terasa sangat sakit, lebih sakit dari pada saat ia memangku jasad Chika yang berlumuran darah. Ia tahu rasanya memendam kesakitan sendiri tanpa bisa mengungkapkan kepada orang lain, bahkan kepada orang terdekat.Chiaki beringsut, ia mengalungkan lengannya di pinggang Crystal tanpa mengatakan apa-apa dan memeluk tubuh Crystal erat-erat. Berulang kali ia mendaratkan bibirnya di puncak kepala Crystal berharap bisa menenangkan calon istrinya.Setelah beberapa puluh menit berlalu dan Crystal tidak lagi terisak, Chiaki perl
Our SonChiaki menuntun Crystal ke garasi mobil, mengambil sebuah kunci Ferrari SUV lalu memberikannya pada Crystal. "Aku ingin menikmati duduk di samping pengemudi tercantik di dunia."Crystal menyeringai. "Kau akan terkesima, aku sangat ahli dalam hal balapan liar di jalanan.""Kalau begitu tunjukkan padaku." Chiaki menarik pintu mobil dan segera duduk di bangku samping pengemudi.Crystal menyeringai senang, ia mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi seolah-olah jalanan benar-benar hanya miliknya, apa lagi jalanan itu tidak asing baginya ditambah lagi saat itu masih pukul empat dini hari. Dipastikan hanya ada beberapa mobil yang melintas di jalanan terlebih lagi mereka menuju area pedesaan.Setelah mengendarai mobil hampir satu jam, mereka tiba di pegunungan. Di sana terdapat danau yang airnya tampak masih hitam karena matahari belum muncul, hanya permukaannya yang terli