Masuk"I married you out of pity! Yet you dared to betray me right under my nose and, worse, murdered my sister. Today, I sever every tie I have with you. You'll pay for this with your life in prison, you witch!"-words dripping with venom, are the last that Maxon utters to the woman he once loved. Maxon Adams, the heir to the vast Adams empire, had it all-power, wealth, and a marriage to the woman he cherished. But in one moment, his world comes crashing down when he discovers an unimaginable betrayal: his loved wife in the arms of another man. But that is not enough; devastating news follows that his only sister has been murdered and all evidence points at his wife as the culprit. Could this nightmare be real? How could the woman he loves do this?
Lihat lebih banyakTerdengar suara seseorang yang berteriak seperti seorang pedagang yang meneriakkan dagangannya "Daniel si Legenda, Daniel si Penyendiri, Daniel yang Terkuat, Si hebat Daniel." Suara itu menggelegar ke seluruh kota dan membuat orang orang tertarik akan apa yang diteriakkan pedagang itu.
Lantas pedagang itu pun memulai promosinya setelah para penduduk kota berkumpul dari anak muda hingga orang tua bahkan yang usianya telah renta. "Dialah seorang yang tentunya diketahui oleh semua orang Daniel si kebenaran!." Teriaknya
"Sesosok yang sudah mengelilingi Dunia tanpa terlewat sedikitpun dan akhirnya mengetahui kebenaran sejati dari Dunia yang kita tinggali sekarang!."
"Seorang pengembara muda yang memulai debutnya dari umur 20 tahun dan mengelilingi dunia selama 25 tahun itu telah membuat dunia gempar dengan keberadaannya!."
"DIALAH DANIEL SANG PENGEMBARA!!!"
Teriak lalu teriak dan teriaknya lagi membuat suasana menjadi meriah yang membuat kerumunan menjadi semakin membesar dan membesar
Sambil menunjukkan sebuah buku lantas pedagang itu melanjutkan promosinya "seperti yang telah kita ketahui Daniel mempunyai buku catatan dan keluarganya memberikan buku catatan tersebut kepada publik agar bisa dicetak lebih banyak dan menjadikan Daniel lebih terkenal lagi"
Dia membuka buku sehelai demi sehelai dan mulai lagi berbicara "dari mulai petualangan di negeri langit, hutan rimba, dunia bawah laut, pulau es, hingga padang lumpur dia telah mengunjunginya tak terkecuali."
"Karena itu kami disini ingin menjual salinan buku catatan perjalanan Daniel selama 25 tahun dengan 1 set buku yang bejumlah 10 buah buku tebal catatan Daniel hanya dengan 25 keping koin emas kalian bisa mendapatkan 25 tahun perjalanannya." tawar penjual pada kerumunan.
"Kami menjualnya murah untuk kota ini. Buku catatan ini langka dan hanya terdapat beberapa ribu salinan di dunia ini dan menyebar di seluruh dunia."
Kerumunan orang orang pun mulai terbagi 2 yang mana 1 kubu meninggalkan tempat berjualan itu dengan kecewa karena tak bisa membeli buku itu dan orang orang kaya yang membeli buku itu.
"Ahh padahal aku ingin sekali membeli buku itu dan mengetahui kebenaran dari perjalanan Daniel." Ucap orang orang yang kecewa karena tak bisa membeli buku salinan itu.
Padahal kekecewaan mereka tak sepenuhnya dapat disayangkan karena siapa yang mengetahui kebenaran dari perjalanan Daniel yang sesungguhnya.
------------- memasuki sebuah kota yang di dalamnya terdapat banyak sekali keanehan-----------
"Keanehan sudah biasa terjadi di Kota Rean ini, dalam perjalanan mengembara nya, Daniel pasti mengunjungi tempat ini setidaknya 2 sampai 3 kali dalam 1 tahun dalam 25 tahun perjalanannya." Ucapku bergumam sambil membaca buku
"Hal itu tak terasa aneh karena orang orang disini mempunyai kekuatan spesial yang biasanya disebut sihir, setiap orang mempunyai bakat terhadap sihir mereka masing masing diantaranya ada orang yang bisa terbang dan juga membuat benda benda melayang, lalu ada yang bisa menyemburkan api dan air juga yang mempunyai bakat penyembuhan, seseorang yang lahir di kota itu pasti memiliki bakat mereka masing masing tanpa terkecuali. Hingga saat Daniel tiba segala kepercayaan penduduk kota Rean berubah. Dengan Daniel orang luar yang sebelumnya tak pernah ada hubungan dengan kota ini bisa mengeluarkan sesuatu seperti cahaya yang kita percayai bahwa itu adalah sihir dan sihir itu berbentuk hingga sekarang yang terletak di Museum Tengah Kota." Bacaku melanjutkan halaman selanjutnya dari buku yang kubaca yang kudapat dari depan museum
"Hmm jadi Daniel juga pernah menuju ke sini juga dan lagi dia menyempatkan untuk kembali ke sini dalam perjalanannya bahkan sampai 2 kali benar benar tak masuk akal" ucapku di depan cahaya Daniel yang ditinggalkan di Museum Tengah Kota
"Jadi mereka menjaga cahaya ini tetap menyala dengan menyuplai sihir listrik ke sesuatu yang Daniel tinggalkan bersama sihirnya huh?" analisaku di depan benda sihir itu
"Tapi bukankah ini termasuk berlebihan hanya karena sebuah cahaya orang orang sampai berdempetan dan tak membuat RUANG!?" Teriakku mengeluhkan kerumunan yang benar benar membuat tubuhku tak bisa bergerak.
-------------- menuju ke awal dari semua ini --------------
Aku adalah seorang remaja berusia 16 tahun yang berasal dari kota yang bersebelahan dengan kota Rean dan yaah aku kurang beruntung untuk mempunyai hal yang disebut keajaiban.
"Yaa mau bagaimana lagi?" Terkadang pemikiran seperti itu muncul setelah aku memikirkan soal sihir.
Hari ini adalah pertama kalinya aku menuju ke kota Rean meskipun kota yang ku tinggali bersebelahan dengan kota itu namun Rean sejak dulu menutup peradabannya dan hanya orang orang tertentu yang dapat akses keluar masuk.
"Sekarang sudah 1 abad setelah kepergian Daniel dari dunia ini dan Rean baru melaksanakan amanat Daniel pada mereka sekarang? Sebenarnya apa yang mereka lakukan pada 1 abad ini?" Gumamku saat berada dalam perjalanan menuju Rean.
Aku pergi ke Rean tak sendirian karena semua orang termasuk aku juga ingin memasuki kota sihir itu sejak lama jujur saja aku merasa sangat beruntung karena tak perlu waktu lama untukku agar bisa memasuki Rean. Kami pergi kesana menaiki kereta bertenaga naga darat dengan 3 rombongan yang masing masing membawa 25 orang. Aku merasa lebih bersyukur karena dapat pergi pada hari pertama dibukanya kota itu.
"Hei menurut mu nanti ada makanan apa saja disana Sie?" Tanya teman dekatku Matty yang juga telah menantikan kepergian kita ini.
"Hmm ntahlah Matty mungkin disana orang orang tak memakan makanan seperti kita para manusia biasa" jawabku sambil merayu Matty.
"Atau mungkin! Bisa saja mereka membuka akses itu karena stock daging manusia untuk dimakan mereka sudah habis dan sengaja membiarkan kita masuk untuk menjadikan kita makanan" lanjutku menakuti Matty.
"Hiiiks" teriak kecil Matty dengan perubahan raut wajah menjadi ketakutan.
"Hei jangan menakuti Matty seperti itu Sie!" Marah ibuku.
"Hehe maafkan aku yang barusan itu hanya bercanda Matty, dari buku yang kubaca soal Rean orang orang disana menjual banyak makanan manis" ucapku
"Benarkah? Kukira hal - hal yang berhubungan dengan sihir tak menyukai makanan manis" jawab polos Matty
"Ntahlah itu hanya dari buku yang kubaca, tapi siapa yang tahu soalnya yang memiliki akses keluar masuk sebelum akhirnya dibuka hanyalah orang orang penting bisa saja..." Ucapku berniat mengerjai Matty lagi
"Sie!?" Sela ibuku menghentikan ucapanku
Aku mulai terbawa terbahak melihat keadaan Matty yang mulai benar - benar ketakukan menanggapi ucapanku dengan serius dan ibuku terus menegurku setiap aku membuat keadaan Matty menjadi lebih ketakutan, orang orang disekitar kami pun ikut tertawa melihat keadaan kami. Kita semua benar benar menikmati perjalanan ini sampai tak memikirkan apa yang akan terjadi setelah perjalanan ini sampai menuju tujuan.
With a final surge of determination, I summoned every ounce of strength within me, channeling the artifacts' energy into a devastating blow that sent Victor crashing to the ground.The battlefield fell silent, the echoes of battle fading into the cool morning air. Victor lay defeated, his armor shattered and his dark ambitions thwarted by the guardians of the artifactsAs Victor lay defeated on the ground, the battlefield around us was eerily quiet. The remnants of his forces stood in shock, their resolve crumbling as they realized their leader had been vanquished. Maya, Lila, and I stood together, our breaths heavy with exertion yet filled with the relief of victory."It's over, Victor," Maya's voice rang out, firm and unwavering. "Your quest for power ends here."Victor struggled to rise, his face contorted with rage and disbelief. "You... you cannot stop me," he spat, his voice hoarse. "The artifacts... they belong to me!"Lila stepped forward, her eyes ablaze with righteous anger.
The sun rose higher in the sky, casting a golden hue over the Zaveri vineyards that stretched out before us. Maya, Lila, and I stood at the edge of the estate, gazing at the rows of grapevines that had been a part of our family's legacy for generations."We've come a long way," Maya said softly, her voice filled with a mixture of exhaustion and satisfaction. "But Victor won't give up easily. We need to stay vigilant."Lila nodded in agreement, her gaze scanning the horizon for any sign of trouble. "Victor may have been thwarted for now, but he'll continue to pursue the artifacts. We must remain one step ahead of him."I clenched my fists, determination coursing through my veins. "We'll protect the artifacts with everything we have. Our family's honor depends on it."As we turned to walk back towards the mansion, a figure emerged from the shadows—a man dressed in a tailored suit, his expression unreadable."Sorin," a voice called out, and I recognized the man as Alexei, my father's lon
As Maya and I emerged from the cavern, the first rays of dawn painted the sky in hues of pink and gold. We carried the artifacts with us, their presence a testament to our triumph over Victor and his sinister ambitions."We need to find a safe place for these," Maya said, her voice filled with determination. "Somewhere Victor and his allies won't think to look."I nodded, scanning the horizon for any signs of pursuit. "The Zaveri estate is too dangerous now. We'll have to find another location."Together, we navigated through the dense forest surrounding the estate, the artifacts cradled carefully in Maya's arms. Shadows danced around us, whispering secrets of ancient guardians and forgotten allies.As we reached the edge of the forest, a figure stepped out from the shadows—a woman dressed in dark robes, her eyes gleaming with an intensity that mirrored our own."Who are you?" Maya demanded, her voice cautious yet curious.The woman bowed respectfully. "My name is Lila. I am a guardia
As Maya and I navigated the narrow passage, the glow from the artifacts illuminated our path, casting flickering shadows against the ancient stone walls."We can't stay here," Maya whispered urgently, her eyes scanning the dimly lit tunnel. "They'll be right behind us."I nodded, my heart pounding with adrenaline. "We need to find a way out, somewhere they won't think to look."With each step, the air grew colder, the echoes of our footsteps mingling with the distant sounds of pursuit. The artifacts in Maya's hands pulsed with a faint energy, guiding us deeper into the labyrinthine depths of the Zaveri estate."Do you think these relics really hold the key to our family's legacy?" I asked, my voice echoing softly in the silence.Maya glanced at the artifacts, her expression thoughtful. "I believe so. There's power in these relics, Sorin. Power that Victor and his allies will stop at nothing to obtain."As we rounded a corner, the tunnel widened into a vast chamber bathed in a soft, et
As the harvest season drew to a close in the sun-drenched vineyards of Tuscany, Maya and I found ourselves immersed in the daily rhythms of winemaking. Each morning brought a renewed sense of purpose as we tended to the vines with meticulous care, ensuring that every grape harvested would yield the nectar that had defined the Zaveri family's legacy for generations.Amidst the tranquility of our surroundings, whispers of admiration rippled through the local community. The Zaveri wines, once embroiled in controversy, now emerged as a symbol of purity and craftsmanship. Critics and connoisseurs alike praised our vintages for their complexity and depth, celebrating them as a testament to the resilience of tradition in an era dominated by greed and deception.Yet, our triumphs were tempered by the looming threat of Victor and his clandestine allies. The organization, fueled by their insatiable thirst for power, continued to wield influence over the global wine market. False accusations and
As Maya and I navigated through the labyrinthine streets of a distant city, far from the reach of the Order's influence, I found myself reflecting on the legacy of my family. The Zaveris were more than just wealthy entrepreneurs; for generations, we had been revered as the premier producers of red wine in New York City. Our vineyards, nestled in the picturesque valleys of upstate New York, had flourished under the meticulous care of my ancestors.But amidst the turmoil and revelations of recent days, I realized that my connection to the family legacy ran deeper than I had ever imagined. The vineyards weren't just a source of wealth—they were a testament to centuries of craftsmanship and tradition, a legacy that I now carried as both burden and privilege.Maya and I finally arrived at a secluded villa nestled among the rolling hills of Tuscany. Here, amidst the sun-drenched vineyards and fragrant olive groves, we found sanctuary. The villa, owned by a distant cousin who shared our disd


















Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Komen