Sekarang Dicky menginginkan kembali semuanya. Hal itu sama saja seperti membunuh diri Herman, jadi sampai kapan pun Herman tidak akan pernah mau. Elle merasa sangat malu melihat semuanya saling beradu mulut apalagi posisi mereka saat ini berada di rumah sakit.
"CUKUP!" Elle berteriak, dia sudah tidak bisa lagi menahan emosi yang bergejolak di hatinya.
"Aku akan kembalikan semuanya tapi tolong kalian tenanglah, ibuku sedang sakit di dalam sana," -Elle menunjuk ruangan Aida- "jadi kalian jangan berisik!"
"Kau mau kembalikan? Dengan apa kau mengembalikannya? Aku tidak bisa membantumu, aku tidak punya uang," Herman menekankan.
"Kalau kau tidak punya uang maka kau jual saja rumah putramu itu. Rumah itu kau beli dari uang pernikahanku yang aku berikan pada ibu, maka otomatis rumah itu adalah milikku. Apa kau pikir aku tidak mengetahui tentang itu," kata Elle. Dadanya naik turun, matanya melebar bahkan kedua tangannya yang sedari tadi mengepal kuat di sisi tubuh kini telah memutih.
Emosi Elle telah meledak, Elle akan benar-benar melayangkan pukulan pada Herman jika dia membantah lagi.
"Jadi kapan kamu akan mengembalikannya kepadaku," Dicky yang sedari tadi diam kini ikut berbicara. Dia berjalan perlahan menghampiri Elle dengan tatapan dingin dan tersenyum smirk.
Melihat Dicky yang seperti itu mendadak emosi Elle hilang. Hatinya bergetar, dia menundukkan kepalanya.
"Aku masih punya lima puluh juta CAD di rekeningku. A-aku akan memberikannya padamu," Elle menunduk.
Jika sebelumnya Elle mengatakan akan menjual rumah putra Herman yang merupakan miliknya itu semua hanya emosi sesaat. Elle tidak mungkin menjualnya saat ini karena rumah itu dibeli bukan atas namanya jadi tidak akan mudah menjualnya. Kalaupun mau dijual juga tidak akan secepatnya terjual. Menjual rumah bukan perkara mudah seperti menjual makanan ringan.
"Apa? Kau masih memiliki uang? Kenapa sebelumnya kau tidak pernah bercerita kepada kami?" tanya Herman dengan raut wajah terkejut.
Elle berpaling dari Herman, dia tidak ingin memperdulikannya. Sebenarnya Elle sudah muak dengan ayah tirinya itu sejak dulu, sejak keinginan gilanya yang ingin menikahkan Elle dengan Edo—putranya yang juga merupakan kakak tiri Elle.
Edo Pierre — putra Herman Pierre — pria dengan wajah pas-pasan, tidak mempunyai pekerjaan tetap tetapi hobby bersenang-senang, tidak mempunyai rumah, tidak mempunyai mobil, tidak ada yang bisa dibanggakan dari dia. Pria macam Edo tidak akan ada wanita yang mau dengannya.
Waktu itu saat Elle memberikan semua uang pernikahannya pada Aida, dia juga tahu kalau ayah tirinya pasti akan mengambil uang itu dari Aida untuk membelikan rumah untuk Edo. Elle tidak terlalu memperdulikan hal itu, dia pikir jika Edo memiliki rumah sendiri maka dia akan pindah dari rumah ibunya dan hidup Elle akan tenang.
Sebenarnya Elle tidak pernah keberatan uang pernikahan yang Elle berikan kepada Aida diambil oleh Herman karena Elle pikir dua ratus juta diambil dan ditukar dengan ketenangan hidupnya sangatlah sepadan, tetapi jika uang lima puluh juta yang ada di rekeningnya akan diambil juga tentu Elle merasa keberatan. Semenjak dia tahu ibunya dalam kondisi tidak baik, uang hasil menabung dari menyisihkan sebagian dari gajinya itu dia gunakan untuk berjaga-jaga.
Elle menatap Dicky dengan tatapan memohon, berharap Dicky mengasihi dengan menolak lima puluh jutanya. Namun tanpa Elle sangka, Dicky tersenyum dingin sembari mengulurkan tangannya. "Baiklah, serahkan kepadaku."
Deg! Elle terkejut dan terdiam.
"Kenapa? Apa kau pikir aku sedang bercanda dan tidak akan menerimanya?" Dicky mengangkat satu alisnya dan tertawa. "Elle ... Elle, percuma saja wajah polosmu itu tidak akan pernah mempengaruhiku lagi."
Hati Elle terasa sangat perih, dia merasa harga dirinya sudah terinjak-injak. Elle segera mengambil kartu atm dari dalam dompetnya kemudian menyerahkan kepada Dicky.
"Nomer PIN?" tukas Dicky.
Lidah Elle terasa kelu saat akan memberitahukan ke enam angka yang menjadi kode. "191010."
Tanggal 10 bulan 10 tahun 2019 adalah hari di mana Elle dan Dicky mulai menjalin kasih. Elle merasa sangat bahagia hingga mengubah semua angka kode rahasianya menjadi angka tanggal hari jadinya bersama Dicky.
Dicky terdiam setelah mendengar Elle menyebutkan nomer PIN kartu atmnya. Nampak kilatan amarah di matanya. "Lalu kapan kau akan kembalikan sisanya yang sejumlah seratus lima puluh juta CAD?" tanya Dicky dingin.
"Dicky, cukup!" Celine tiba-tiba menyela, dia memeluk Elle dan menatap Dicky dengan tatapan tajam. "Apakah harus kamu permalukan Elle seperti ini?"
Mendengar Celine berbicara seperti itu, Elle semakin kuat menggigit bibirnya menahan agar air matanya tidak menetes. Elle tidak ingin Dicky melihatnya menangis. Semua kata-kata yang keluar dari mulut Dicky seakan menyalahkan Elle, hal itu terasa sangat menyayat hati Elle, membuat Elle semakin ingin menangis tapi itu tidak ia lakukan. Dia tidak ingin membuat Dicky semakin berpikir kalau Elle sengaja memasang wajah polos untuk membuat Dicky mengasihinya.
"Kurang seratus lima puluh juta? Akan saya bantu kembalikan," terdengar suara bariton dari belakang Elle dan Celine, membuat kedua wanita itu sontak menoleh menatap sumber suara.
"Dia!" mata Elle seketika membelalak. Dia sangat mengingat wajah itu meskipun hanya sekali Elle melihatnya. Wajah yang sampai mati pun Elle akan terus mengingatnya. Wajah pria yang menghabiskan malam pertama Elle semalam. Wajah seseorang yang telah menghancurkan seluruh kebahagiaan Elle. Tubuh Elle gemetar.
"Kau!" Dicky menatap tajam pria tersebut. Semalam Dicky melihatnya jadi sekarang sudah pasti Dicky mengenalinya. Sorot mata Dicky berubah menggelap, rahangnya mengetat, terlihat dengan jelas dari ekspresinya jika Dicky ingin menghabisi pria tersebut.
'Pria itu ... kenapa dia berbicara seperti itu? Aku sama sekali tidak mengenalnya tapi kenapa dia ingin membantu mengembalikan kekurangan uang pernikahan? Bukankah kalau seperti ini akan membuat Dicky semakin salah paham denganku,' batin Elle.
Elle melangkah mendekati pria itu kemudian berkata dihadapannya, "Kamu cepat katakan kepada mereka semua kalau aku tidak mengenalmu, semua yang terjadi semalam adalah murni kesalahan. Semua salahmu, aku tidak tahu apa-apa."
Saat Elle berusaha menahan tangisnya tiba-tiba Celine menyela, "Kak Galant?"
Pria itu menoleh ke Celine dan mengangguk.
Deg!
Elle terkejut, sontak dirinya menoleh ke arah sahabatnya itu. Dia terdiam sejenak, memandang Celine dengan kening mengernyit. 'Apa ini? Kenapa Celine bisa mengetahui nama pria itu? Apakah Celine mengenalnya' kata Elle dalam hati. Elle memijit keningnya, dia merasa sedikit pusing memikirkan semua ini.
Pria itu menatap Dicky kemudian berkata, "Tentang kejadian kemarin malam itu semua tidak ada hubungannya dengan dia. Kami tidak saling mengenal, saya dijebak oleh seseorang hingga masuk ke kamar dia," akhirnya pria itu memberikan penjelasan.
Elle terdiam, hatinya merasa sangat senang karena pada akhirnya pria itu memberikan penjelasan atas kesalahpahaman ini.
***
To be continue.
Beri dukungan buat author yuk dengan menambahkan cerita ini ke rak dan tinggalkan review kalian.
Ig author: secret.v33
Elle terdiam, hatinya merasa sangat senang karena pada akhirnya pria itu memberikan penjelasan atas kesalahpahaman ini. Kini pandangan Elle tertuju pada Dicky. Setelah penjelasan tadi, Elle harap Dicky tidak lagi membencinya karena di masalah ini dia adalah korban."Saya telah menyebabkan keadaan menjadi kacau sampai seperti ini, saya minta maaf. Saya akan memberikan ganti rugi," ucap pria itu sembari melihat Elle."Ganti rugi? Ganti rugi seperti apa yang akan kamu berikan?" rahang Dicky mengeras. Sorot matanya begitu tajam."Ganti rugi seperti apa yang akan saya berikan untuk Eleonora itu tidak ada hubungannya denganmu," pria itu berkata tegas dan menekankan sembari melirik Elle."Kau dengar itu Elle? Dia menyebutkan namamu, apa kamu masih menyangkal kalau kamu tidak mengenalnya, dengan semua yang dia katakan dan lakukan untukmu semua juga tahu kalau dia selingkuhanmu," Dicky menggeram."Aku tidak mengenalnya!"
"Kau saja berselingkuh kenapa aku tidak boleh." Satu kalimat itu yang sukses membuat Elle terdiam seribu bahasa. Satu kalimat itu membuat Elle harus menerima dan membiarkan Dicky berbuat sesuka hatinya. Aida — ibu Elle yang telah sadar beberapa waktu lalu dan mengetahui tentang masalah itu memberikan nasehat kepada putrinya agar bersabar dan bertahan dengan semua yang terjadi karena semua ini awalnya adalah kesalahan Elle sehingga membuat Dicky marah dan melakukan semua kegilaan itu. Jika nanti Dicky sudah tidak lagi marah dan emosinya sudah reda, dia akan melupakan semua. Dia dan Dicky akan hidup bahagia bersama. Elle selalu mengingat kata-kata dari ibunya itu. Hanya saja ada satu pertanyaan yang terbesit di hati Elle yang selama ini belum terjawab. 'Jika memang Dicky tidak menginginkan dirinya lagi, kenapa Dicky tidak menceraikan saja dirinya.' Hati Elle yang dasarnya sudah terlanjur hancur dan kacau sejak kejadian mala
"DIAM KAMU! Jangan pernah kamu mengatakan tentang hal itu lagi!" Dicky berteriak kepada Valerie. Namun bukannya marah, Valerie malah semakin mengeratkan pelukannya agar terlihat mesra oleh Elle. "Sayang, bukankah kamu bilang kita akan bersenang-senang bersama? Bagaimana kalau sekarang saja kita melakukannya? Aku dan Elle akan melayanimu," ucap Valerie dengan senyum menyeringai. Mata Elle membelalak, dia terkejut dengan perkataan Valerie. Tubuhnya bergetar karena takut. "Jangan gila kamu Valerie! Dicky tidak akan setuju! Dicky tidak akan melakukannya, iya kan Dicky?" "Shut Up!" Dicky mendorong kembali tubuh Elle ke ranjang. Sontak Elle terkejut melihat Dicky mulai membuka satu persatu kancing kemejanya. Wajah Elle tampak berubah menjadi takut kala Dicky melempar kemeja yang dia pakai ke lantai. Ya, kini terekspos tubuh polos bagian atas Dicky yang sempurna. Dada bidang dan otot perutnya yang membuat para wanita tidak berkedip melihatnya
"Aku mohon tolonglah aku—segera bawa aku pergi dari sini." Elle berbicara tanpa memandang si pengemudi sembari menutup pintu mobil tersebut. Setelah Elle menutup pintu kemudian Elle menoleh ke arah si pengemudi. Dia pun tercengang. "KAMU!" Elle tidak menyangka bahwa mobil yang dia hentikan ternyata mobil Galant. "Eleonora! Aku bilang berhenti!" teriakan Dicky kembali terdengar. Sosok Dicky juga mulai terlihat. Tubuh Elle menegang, pikirannya dipenuhi Dicky yang akan mendapatkan dirinya kembali sedangkan Galant menatap dingin ke arah Dicky. "Please, help me." Elle menatap Galant dengan tatapan memohon. "Kunci pintunya dan pasang sabuk pengamanmu," ucap Galant pada akhirnya. Elle tertegun dan panik saat melihat Dicky hampir mendekat. "Cepat ... cepat." Elle buru-buru mendesak Galant agar segera melajukan mobilnya. Dia menarik kemudian memasang sabuk
Hotel yang Elle masuki adalah sebuah hotel termewah yang ada di Toronto. Saat ini Elle merasa tidak pantas berada di hotel itu. Meski lobby hotel yang Elle dan Galant lewati saat itu sedang sepi tetapi Elle tetap merasa sedang ditatap oleh banyak pasang mata. Elle semakin menunduk tidak berani mengangkat kepalanya. Hanya sepasang kaki panjang di depannya yang ia perhatikan sesekali. BRUK! "Aduh!" Elle yang tidak melihat Galant yang berhenti melangkah secara tiba-tiba tidak sengaja menabraknya. Elle mengusap bagian yang terasa sakit di hidungnya akibat menabrak tubuh tinggi Galant dan mengernyitkan keningnya sembari menatap Galant. Tetapi saat mengetahui mereka tengah berhenti di depan sebuah lift, Elle merasa canggung. "Apa kamu tidak melihat saat berjalan, hah!" Galant berkata dingin, menatap Elle dengan alis yang berkerut kemudian dia mundur dua langkah memberi jalan agar Elle masuk ke dalam kotak besi yang telah terbuk
Elle kembali termenung di sofa. Mengingat seluruh kejadian hari ini, semuanya telah terbuka. Jika selama ini dia di anggap selingkuh dengan kejadian satu malam itu lalu bagaimana dengan kelakuan Dicky selama ini yang diam-diam tetap menjalin hubungan dengan Valerie di saat Dicky dan Elle sedang menjalin kasih, setiap hari membawa pulang wanita yang berbeda saat mereka sudah menikah. Wanita-wanita yang Elle tidak tahu apa statusnya. Apakah seperti Valerie yang merupakan kekasih gelap atau hanya wanita cinta satu malam. Meskipun Dicky telah memberitahu kalau dia telah memutuskan hubungannya dengan Valerie sehari sebelum hari pernikahan mereka, kenyataannya sampai dengan saat ini mereka masih berhubungan. Bukankah perkataan Dicky tersebut hanya di mulut saja bukan berasal dari hatinya. Elle memang salah karena telah berhubungan dengan pria selain suaminya dan dia mengakui kalau perbuatannya itu salah, karena hal itu juga dia telah menerim
Deg! Hati Elle tersentak, jantungnya berdetak kencang. "A-apa yang terjadi pada ibuku, Celine?" "Segeralah datang ke rumah sakit. Dicky dan Valerie mendatangi rumah sakit dan saat ini berada di dalam ruangan bibi Aida. Kami tidak tahu apa yang telah mereka katakan pada bibi hingga membuat kondisinya kambuh dan menjadi buruk seperti ini. Hubert yang bertugas malam ini tidak bisa menghubungi kamu jadi dia meneleponku dan sekarang ini aku baru sampai di rumah sakit," ucap Celine. Elle merasa pikirannya kacau, tatapannya berubah menjadi gelap, kakinya perlahan-lahan terasa seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri. "Aku akan segera pergi ke rumah sakit sekarang." Elle berkata dengan suara lirih dan tidak berhenti bergetar. "Antar aku ke rumah sakit sekarang." Elle menoleh ke arah Galant, dia tidak peduli akan hal lain. Galant tidak banyak bicara, dia mengambil kunci mobil dan segera membawa Elle pergi dari
"Cerai! Kamu harus menceraikan dia, Elle!" ucap Celine dengan penuh amarah. "Dicky berengsek! Berani sekali dia mengatakan kalau kamu adalah orang yang bersalah padahal dirinya sendiri melakukan hal yang tidak benar dan memalukan. Elle ... Dicky akhir-akhir ini membuat begitu banyak skandal, jadi kalau kamu menggugat cerai maka Dicky akan berada di posisi yang tidak menguntungkan dan kamu bisa memenangkan perkara ini dengan mudah." Celine yang selalu tidak setuju dengan perkataan Aida mencoba membuka pikiran Elle tentang Dicky. 'Tidak peduli seberapa besar amarah dan emosi Dicky, dia tetap bersalah jika dia berselingkuh dengan membawa wanita lain ke rumah secara terang-terangan di kala statusnya telah menikah'.Hal seperti itu tentu saja hanya bisa di toleransi oleh orang seperti Elle. Namun, tidak peduli seberapa keras usaha Elle untuk bertahan tetap saja dirinya dan Dicky tidak bisa lagi hidup bersama dengan tenang dan bahagia.