"DIAM KAMU! Jangan pernah kamu mengatakan tentang hal itu lagi!" Dicky berteriak kepada Valerie. Namun bukannya marah, Valerie malah semakin mengeratkan pelukannya agar terlihat mesra oleh Elle.
"Sayang, bukankah kamu bilang kita akan bersenang-senang bersama? Bagaimana kalau sekarang saja kita melakukannya? Aku dan Elle akan melayanimu," ucap Valerie dengan senyum menyeringai.
Mata Elle membelalak, dia terkejut dengan perkataan Valerie. Tubuhnya bergetar karena takut. "Jangan gila kamu Valerie! Dicky tidak akan setuju! Dicky tidak akan melakukannya, iya kan Dicky?"
"Shut Up!" Dicky mendorong kembali tubuh Elle ke ranjang. Sontak Elle terkejut melihat Dicky mulai membuka satu persatu kancing kemejanya. Wajah Elle tampak berubah menjadi takut kala Dicky melempar kemeja yang dia pakai ke lantai. Ya, kini terekspos tubuh polos bagian atas Dicky yang sempurna. Dada bidang dan otot perutnya yang membuat para wanita tidak berkedip melihatnya.
"D-Dicky apa yang ingin kau lakukan?" Elle beringsut mundur saat Dicky hendak mendekat ke arahnya. Seluruh tubuh Elle gemetar menahan rasa takut akan dilecehkan oleh pria itu.
"Apa yang dikatakan oleh Valerie boleh juga. Sekarang aku ingin kau dan dia melayaniku bersama," jawab Dicky dengan seringai di wajahnya.
"Gila! Kau Gila!" maki Elle dengan keras.
Dengan sisa tenaga yang dia miliki, Elle berusaha beranjak berdiri. Dia ingin melarikan diri namun dengan cepat Dicky meraih dan membanting tubuhnya ke ranjang. Tidak ingin hanya diam, Elle mencoba melawan dengan hendak melayangkan tamparan ke wajah Dicky, namun Dicky langsung menepisnya.
Valerie yang melihat Elle memberontak, dia dengan segera bergerak mendekat dan membantu Dicky yang sedang mencengkram tangan Elle. Valerie menarik rambut Elle dengan kuat ke belakang agar posisi Elle tetap terlentang di atas ranjang.
"Akh!" Elle menjerit dengan keras ketika Valerie menarik rambutnya. Selain panas, Elle juga merasakan kulit kepalanya seperti sobek karena tarikan itu.
"Dicky lepaskan aku!" bentak Elle seraya memberontak. Meski itu adalah hal yang percuma karena tenaga Elle tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan tenaga Dicky dan Valerie.
Dicky tidak yang tidak menghiraukan perkataan Elle langsung naik ke atas tubuh Elle. Dia membenamkan bibirnya ke bibir Elle kemudian melumatnya dengan kasar. Dicky menggigit bibir bawah Elle agar wanita itu membalas ciumannya.
Dicky terus melumat Elle, bahkan leher jenjang Elle pun tidak luput dari kecupan Dicky. Dia memainkan lidahnya, mencoba menggoda wanita itu dengan sedikit menggigit, meninggalkan banyak bukti kepemilikan di sana. Elle menggigit bibir bawahnya untuk menahan erangan keluar dari mulutnya.
"Kau tidak mungkin bisa menolakku." Dicky meremas sedikit keras gundukan kembar di dada Elle hingga membuat Elle memekik terkejut.
SREK! Dengan satu tarikan Dicky merobek bagian atas piyama dress Elle.
"D-Dicky ... apa yang kamu lakukan?! Apa kamu sudah gila Dicky!" kata Elle dengan raut wajah yang berubah kala Dicky melakukan hal itu. Elle menatap Dicky dengan tatapan penuh permohonan. Namun sayangnya Dicky mengabaikan itu.
Mata Dicky menatap kagum bagian tubuh atas Elle yang hanya terbalut oleh bra berwarna hitam berenda. Putih, mulus dan halus. Dicky mengakui Elle memiliki tubuh yang sangat bagus.
Namun, Dicky tidak pernah menyangka saat dia hendak kembali melumat bibir Elle ternyata Elle mengangkat lututnya lurus ke atas dan DUGH! Elle dengan keras menendang tubuh bagian bawah Dicky.
"Aakh!" Dicky menjerit keras karena kesakitan dan berguling dari atas tubuh Elle. "Sial!"
Valerie yang mengetahui Dicky terguling dan berteriak kesakitan segera melepaskan Elle kemudian menghampiri Dicky untuk melihat keadaannya.
"Sayang! Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Valerie dengan nada panik.
"Wanita sial!" umpat Dicky.
Setelah menendang Dicky, Elle langsung bangkit dari ranjang, dia merasa panik. Melihat muka Dicky yang memerah dan berteriak kesakitan sembari memegangi bagian sensitif bawah tubuhnya Elle merasa sangat takut, tubuhnya bergetar hebat. Rasa takutnya melebihi rasa puas karena telah melawan Dicky untuk pertama kalinya.
Di tengah ketakutannya, Elle tiba-tiba tersadar ketika melihat pintu kamar yang masih terbuka. 'LARI' satu kata itu terbesit di pikirannya.
'Dicky sudah menjadi gila begitu juga dengan Valerie, jadi mau tidak mau aku harus segera melarikan diri dan keluar dari sini' setelah satu kalimat itu terucap dari hati dan pikiran Elle dengan segenap tenaga Elle segera berlari melesat pergi keluar meninggalkan kamarnya.
"Hei, berhenti!" Dicky berteriak saat melihat Elle melarikan diri, dia berusaha bangun untuk mengejarnya.
***
Mengetahui Dicky mengejar keluar, rasa takut Elle semakin menjadi. Detak jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang yang ditabuh dengan kencangnya. Saking kencangnya jantung Elle terasa akan melompat keluar.
"Ouh, sakit." rintih Elle. Dia terus mencoba berlari tanpa memikirkan apapun hingga rasa dingin dan sakit yang menusuk kaki menyadarkannya kalau dia tidak memakai alas kaki saat melarikan diri.
"Aku harus bertahan, meski sakit aku harus terus berlari keluar dari sini. Dicky dan Valerie sudah menjadi gila akan menjadi apa diriku ini jika aku terus di sini." Elle melanjutkan kembali langkahnya dengan tertatih.
***
Letak kediaman Dicky yang berada di pinggir kota mengharuskan Elle sedikit berlari lebih jauh untuk menuju ke jalan besar agar mendapatkan taxi.
"Elle! Berhenti!"
Mendengar suara teriakan Dicky yang semakin lama semakin mendekat, Elle menjadi putus asa.
"Tidak! Aku tidak boleh berhenti, aku tidak boleh tertangkap," kata Elle.
Di tengah keputusasaan, tiba-tiba Elle melihat sekilas cahaya. Elle yang melihatnya sebagai sebuah harapan untuk menyelamatkan dirinya langsung berlari tanpa ragu ke arah cahaya itu berasal.
Ciiittt!
Bunyi decit tajam akibat gesekan roda mobil yang dipaksa berhenti dengan aspal beradu dan bunyi klakson yang melengking panjang menembus gelapnya malam.
Terkejut, Elle memejamkan mata. Dia seperti merasakan jantungnya seakan berhenti berdetak sesaat dan tubuhnya kaku—karena syok.
"Elle!" suara Dicky terdengar arah belakang. Entah karena cemas ataukah marah, Dicky berlari ke arah Elle semakin cepat.
Setelah beberapa detik Elle merasa tidak terjadi apa-apa dengan tubuh gemetar, jantung berdebar dan rasa takut yang mencekam. Elle memberanikan diri untuk membuka mata.
Melihat sebuah mobil berhenti di depannya, Elle merasa sangat senang dan segera membuka pintu mobil. Beruntung pintu itu tidak terkunci dari dalam jadi Elle bisa tanpa halangan masuk kemudian duduk di kursi penumpang samping pengemudi.
"Aku mohon tolonglah aku ... segera bawa aku pergi dari sini." Elle berbicara tanpa memandang si pengemudi sembari menutup pintu mobil tersebut.
Setelah Elle menutup pintu kemudian Elle menoleh ke arah si pengemudi. Dia pun tercengang.
"KAMU!"
*** bersambung ***
Terima kasih untuk readers yang telah memberi review dan menambahkan cerita ini ke dalam raknya.
Follow IG author yuk di @secret.v33
"Aku mohon tolonglah aku—segera bawa aku pergi dari sini." Elle berbicara tanpa memandang si pengemudi sembari menutup pintu mobil tersebut. Setelah Elle menutup pintu kemudian Elle menoleh ke arah si pengemudi. Dia pun tercengang. "KAMU!" Elle tidak menyangka bahwa mobil yang dia hentikan ternyata mobil Galant. "Eleonora! Aku bilang berhenti!" teriakan Dicky kembali terdengar. Sosok Dicky juga mulai terlihat. Tubuh Elle menegang, pikirannya dipenuhi Dicky yang akan mendapatkan dirinya kembali sedangkan Galant menatap dingin ke arah Dicky. "Please, help me." Elle menatap Galant dengan tatapan memohon. "Kunci pintunya dan pasang sabuk pengamanmu," ucap Galant pada akhirnya. Elle tertegun dan panik saat melihat Dicky hampir mendekat. "Cepat ... cepat." Elle buru-buru mendesak Galant agar segera melajukan mobilnya. Dia menarik kemudian memasang sabuk
Hotel yang Elle masuki adalah sebuah hotel termewah yang ada di Toronto. Saat ini Elle merasa tidak pantas berada di hotel itu. Meski lobby hotel yang Elle dan Galant lewati saat itu sedang sepi tetapi Elle tetap merasa sedang ditatap oleh banyak pasang mata. Elle semakin menunduk tidak berani mengangkat kepalanya. Hanya sepasang kaki panjang di depannya yang ia perhatikan sesekali. BRUK! "Aduh!" Elle yang tidak melihat Galant yang berhenti melangkah secara tiba-tiba tidak sengaja menabraknya. Elle mengusap bagian yang terasa sakit di hidungnya akibat menabrak tubuh tinggi Galant dan mengernyitkan keningnya sembari menatap Galant. Tetapi saat mengetahui mereka tengah berhenti di depan sebuah lift, Elle merasa canggung. "Apa kamu tidak melihat saat berjalan, hah!" Galant berkata dingin, menatap Elle dengan alis yang berkerut kemudian dia mundur dua langkah memberi jalan agar Elle masuk ke dalam kotak besi yang telah terbuk
Elle kembali termenung di sofa. Mengingat seluruh kejadian hari ini, semuanya telah terbuka. Jika selama ini dia di anggap selingkuh dengan kejadian satu malam itu lalu bagaimana dengan kelakuan Dicky selama ini yang diam-diam tetap menjalin hubungan dengan Valerie di saat Dicky dan Elle sedang menjalin kasih, setiap hari membawa pulang wanita yang berbeda saat mereka sudah menikah. Wanita-wanita yang Elle tidak tahu apa statusnya. Apakah seperti Valerie yang merupakan kekasih gelap atau hanya wanita cinta satu malam. Meskipun Dicky telah memberitahu kalau dia telah memutuskan hubungannya dengan Valerie sehari sebelum hari pernikahan mereka, kenyataannya sampai dengan saat ini mereka masih berhubungan. Bukankah perkataan Dicky tersebut hanya di mulut saja bukan berasal dari hatinya. Elle memang salah karena telah berhubungan dengan pria selain suaminya dan dia mengakui kalau perbuatannya itu salah, karena hal itu juga dia telah menerim
Deg! Hati Elle tersentak, jantungnya berdetak kencang. "A-apa yang terjadi pada ibuku, Celine?" "Segeralah datang ke rumah sakit. Dicky dan Valerie mendatangi rumah sakit dan saat ini berada di dalam ruangan bibi Aida. Kami tidak tahu apa yang telah mereka katakan pada bibi hingga membuat kondisinya kambuh dan menjadi buruk seperti ini. Hubert yang bertugas malam ini tidak bisa menghubungi kamu jadi dia meneleponku dan sekarang ini aku baru sampai di rumah sakit," ucap Celine. Elle merasa pikirannya kacau, tatapannya berubah menjadi gelap, kakinya perlahan-lahan terasa seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri. "Aku akan segera pergi ke rumah sakit sekarang." Elle berkata dengan suara lirih dan tidak berhenti bergetar. "Antar aku ke rumah sakit sekarang." Elle menoleh ke arah Galant, dia tidak peduli akan hal lain. Galant tidak banyak bicara, dia mengambil kunci mobil dan segera membawa Elle pergi dari
"Cerai! Kamu harus menceraikan dia, Elle!" ucap Celine dengan penuh amarah. "Dicky berengsek! Berani sekali dia mengatakan kalau kamu adalah orang yang bersalah padahal dirinya sendiri melakukan hal yang tidak benar dan memalukan. Elle ... Dicky akhir-akhir ini membuat begitu banyak skandal, jadi kalau kamu menggugat cerai maka Dicky akan berada di posisi yang tidak menguntungkan dan kamu bisa memenangkan perkara ini dengan mudah." Celine yang selalu tidak setuju dengan perkataan Aida mencoba membuka pikiran Elle tentang Dicky. 'Tidak peduli seberapa besar amarah dan emosi Dicky, dia tetap bersalah jika dia berselingkuh dengan membawa wanita lain ke rumah secara terang-terangan di kala statusnya telah menikah'.Hal seperti itu tentu saja hanya bisa di toleransi oleh orang seperti Elle. Namun, tidak peduli seberapa keras usaha Elle untuk bertahan tetap saja dirinya dan Dicky tidak bisa lagi hidup bersama dengan tenang dan bahagia.
"Bagaimana dengan ibuku?!" jemari Elle yang berada di jas putih dokter Frank terlihat bergetar samar. "Puji Tuhan, sejauh ini semuanya berjalan dengan baik dan sesuai seperti harapan kita semua. Pasien akan segera kami pindahkan ke ruangan perawatan lanjutan pasca operasi," jelas dokter Frank. Otot-otot dan tulang tubuh Elle yang tadinya menegang seketika lemas. Celine menahan tubuh Elle agar sahabatnya itu masih bisa berdiri tegak. "Syukurlah ... syukurlah, terima kasih ya Tuhan," lirih Elle. Dia tidak bisa lagi untuk menahan air mata harunya. "Terima kasih!" Elle berbalik lantas memeluk erat sahabatnya. Begitu erat hingga membuat Celine merasa sesak. Celine membalas pelukan Elle sembari mengelus pelan punggung Elle. Ia pun mengucap terima kasih yang sama kepada Tuhan dalam hati. *** Aida kini sudah berada di ruang perawatan lanjutan pasca operasi. Elle dan Celine tidak diperbolehkan m
"Kak Galant!" Pandangan Celine tertuju pada arah dimana seseorang tengah berdiri tidak jauh dari tempat mereka, terlihat dia sedang menundukkan kepala melihat ponselnya. Sinar matahari yang menembus jendela menyinari tubuh tingginya hingga membuat dirinya seperti sedang di selimuti cahaya emas. Ketampanan seorang Galant Devereux memang selalu membuat orang terpesona. Namun, gambaran indah akan sosok makhluk ciptaan Tuhan itu lenyap karena sebuah kalimat yang terlontar. "Apa kamu menghubungiku untuk membicarakan perihal ganti rugi?" Galant yang kini telah berada di hadapan Elle dan Celine berbicara dengan tatapan datar ke arah keduanya. Elle tidak menyangka Galant akan berkata langsung seperti itu hingga membuat Elle tidak tahu harus berkata apa. Celine yang tidak menyadari suasana hati Elle langsung berbicara, "Iya Kak Galant, apa Kakak bisa membantu supaya Elle dan Dicky bisa bercerai?"
"Apakah kamu sudah memikirkan dengan matang untuk bercerai dengan Dicky?" kata Galant yang memecahkan keheningan. Degh! Elle merasakan jantungnya berhenti sesaat namun dia masih sanggup untuk menganggukkan kepalanya. "Ya, aku sudah berpikir matang-matang. Aku ingin secepatnya bercerai dengan Dicky." Mengenai perceraian bukan soal dipikirkan matang-matang atau tidak tetapi memang karena tidak ada pilihan lain. Melihat segala masalah yang telah terjadi, benar apa yang dikatakan oleh Celine, kalau dirinya tidak mungkin hidup bersama Dicky lagi. Itulah yang ada di pikiran Elle saat ini. "Kamu ingin aku melakukan apa?" tanya Galant dengan suara yang sangat enak untuk di dengar. Suara yang datar dan berat namun tidak bisa di tebak apakah sedang senang atau marah. "K-kata Celine kamu bisa menjatuhkan Dicky," Elle berkata sedikit ragu-ragu sembari mulai menatap Galant. Tanpa Elle sa