Krek....
Sebuah pintu terbuka dengan sekali gerakan. Menampilkan seorang laki-laki yang berpenampilan elegan dan mempesona. Laki-laki itu memakai setelan jas dan celana bahan mahal lalu berdiri di pintu ruang kerja Bella. Sebelum masuk, laki-laki itu merapikan terlebih dahulu pakaian yang dia pakai seolah-olah ada debu yang hinggap di sana. Padahal yang terjadi tidak ada sama sekali.
Bella yang sedang meneliti hasil kerja kemarin dan hasil penjualan produk baru-baru ini bersama asisten pribadinya, Firly. Langsung mendongak begitu pintu itu terbuka tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Padahal seingat Bella, Bella tidak punya temu janji dengan siapa pun hari ini. Lalu kenapa laki-laki ini datang tanpa diminta? Aneh.
Bella menjadi binggung sendiri. Sebenarnya siapa dia? Bella tidak tau siapa laki-laki yang berani-beraninya masuk tanpa seizinnya. Tidak mungkin laki-laki itu suruhannya Kakek. Kakek pasti akan bilang padanya kalau ada seseorang yang ingin bertemu hari itu juga. Yang pasti, harus ada temu janji dulu sama Bella. Baru dia bisa datang menemuinya. Bukan begini, tiba-tiba datang dan masuk membuat sport jantung. Kalau saja tidak ada hukum di Negara ini, Bella akan langsung memukulnya tanpa ampun biar laki-laki itu mengerti kalau ruangan ini adalah ruangan pribadi kepunyaan Ceo yang berarti tidak boleh di masuki oleh sembarang orang.
'Astaga'
"Lo nggak bilang sama gue kalau gue punya janji sama orang hari ini?" Bella berbisik pada Firly dengan suara yang Bella tekankan di sana.
Firly yang mendengar Bella kesal atas ulah laki-laki itu langsung berubah manjadi pucat pasi. Firly tidak mau disalahkan. Itu bukan salahnya. Memang benar hari ini tidak ada orang yang datang menemui Bella yang berarti laki-laki ini adalah orang asing. Firly langsung memberikan fakta yang terjadi di sana biar Bella tidak menyalahkannya.
"Lo kok nyalahin gue Bel, gue mana tau ada orang yang tiba-tiba datang ke ruangan Ceo. Gue rasa dia salah alamat datang ke sini. Lo lihat deh pakaian yang dia pakai kelihatan mahal yang berarti dia itu suruhan orang."
Langkah laki-laki itu pasti ditunjang dengan berat bobot tubuhnya yang ideal dan mata yang tertuju satu arah dimana Bella duduk di satu kursi kebesarannya lalu laki-laki itu berhenti tepat di depan mejanya dan berdeham kemudian.
Bella yang melihatnya berdiri di sana langsung Bella bertopang dagu dengan kedua tangan yang berada di atas meja sambil menarik salah satu alis ke atas. Bella ingin tau apa yang laki-laki ini inginkan. Laki-laki ini sudah berani datang dan masuk ke dalam ruangannya tanpa izin. Jika dia tidak ada keperluan penting. Akan segera Bella laporkan pada pihak keamanan di bawah sana supaya langsung mendepaknya keluar. Siapa yang ingin diganggu di saat sedang serius-seriusnya bekerja malah ada gangguan begini. Untung saja laki-laki ini tampan coba kalau nggak, langsung Bella bentak saat itu juga.
Laki-laki itu mengeluarkan sebuah berkas dan menaruhnya di atas meja.
"Nona Bella Atmadja, saya berikan sebuah berkas untuk nona pelajari nantinya. Berkas ini adalah sebuah kesepakatan perjanjian antara Kakek anda dengan Tuan Renaldi Kristan Moreno. Dimana dalam perjanjian itu Nona harus menikah dengannya."
"What?! Aku tidak percaya ini?" Firly memekik lalu memandang Bella dengan raut wajah tidak percaya.
Tidak hanya Firly yang terkejut. Bella yang baru saja mendengarnya juga sama terkejutnya mendengar hal ini. Tapi bisa Bella tutupi dengan sebuah seringai di sana.
Demi apa pun, Kakek tidak pernah bilang apa-apa selama ini tentang pernikahan padanya. Setiap bertemu pun, yang di bahas Kakek adalah tentang pertanyaan-pertanyaan yang berujung dengan keadaan Bella saat itu dan juga tentang perusahaan yang kini Bella pegang. Hanya itu. Kedua hal yang selalu Bella terima dan selalu saja Bella jelaskan berkali-kali padanya sampai Bella lelah sendiri kalau semua masih baik-baik saja.
Bagaimana pun menggendalikan sebuah perusahaan tidaklah segampang seperti membalikkan telapak tangan. Butuh proses, waktu dan tenaga supaya semua bisa berjalan lancar. Karna Bella sadar saat ini Bella sedang menanggung beban berat dimana Bella harus membayar para pekerja itu setiap bulannya. Memutar roda perusahaan supaya stabil setiap harinya agar tidak terjadi tumpang tindih dan itu semua tidaklah mudah. Sampai-sampai Bella mengorbankan rasa lapar dan terkadang Bella sampai harus di rawat gara-gara penyakit magku yang kambuh. Kalau tidak kronis mungkin Bella bisa menanggungnya sendiri dengan meminum obat penghilang rasa sakit yang sering Bella konsumsi.
Namun, jika rasa sakit itu datang dengan cepat disaat kerjaan yang Bella tangani lagi banyak-banyaknya, Bella tidak bisa lagi menahannya sampai akhirnya Bella jatuh pingsan dan di bawa ke rumah sakit.
Sampai akhirnya Kakek pun memarahi para bawahan Bella yang tidak becus mengurus pekerjaannya. Dia teramat murka ketika mengetahui Bella sudah terkapar di rumah sakit dengan selang infus yang sudah ada di tanganku. Detik itu juga, Kakek mengecek dan langsung memecat para bawahan Bella yang tidak becus bekerja. Padahal aku-nya yang sering lupa waktu dan sampai-sampai lupa makan.
Firly sudah sering memberitahu dan terkadang mengomel ketika sudah jamnya makan siang. Bella tidak juga beranjak dari tempat dudukku. Masih memegang berkas dan mengotak-atik tab yang Bella taruh di atas meja kerja.
Bella yang mendengar Kakek memecat para bawahan Bella menjadi tidak terima. Selama mereka bagus dan di anggap layak, Bella tidak mau memecatnya. Bella masih mau mereka bekerja di perusahaan ini. Dengan wajah memelas, Bella memohon pada Kakek jangan memecat mereka karna memang aku-nya yang salah. Bukan mereka.
Dan kembali ke topik awal. Bagi Bella ini sangat mustahil. Apalagi tentang sebuah rencana dadakan seperti ini. Sebuah perjanjian? Menikah? Lucu. Bella ingin tertawa rasanya mendengar kata-kata itu. Ini pasti sebuah kesalahan. Mana pernah Bella membayangkan akan menikah sama orang asing. Apalagi Bella belum tau sama sekali siapa dia.
Renaldi Kristan Moreno?
Nama yang unik dan terasa mendebarkan.
"Satu hal lagi, Tuan Kristan mau bertemu anda nanti malam untuk membahas perjanjian ini. Tepat pukul tujuh malam nanti, anda bisa menemuinya di resto The Dairy Nick. Selamat siang."
Laki-laki itu membungkukkan tubuhnya di depan Bella sebagai tanda bahwa laki-laki itu menghormati Bella lalu memberi salam dan kemudian dia pergi begitu saja meninggalkan teka-teki.
Selepas dia pergi, Firly yang masih berada di sana bersama Bella langsung memperlihatkan wajah polosnya disertai wajah binggung. Bella yang melihat hal itu langsung mengerti arti dari wajahnya itu dan di sambut dengan ekspresi datar oleh Bella.
"Gue tau ekspresi lo itu Ly. Lo pasti pengen tanya tentang hal ini sama gue. Sama. Gue juga binggung. Gue juga nggak tau apa-apa sama sekali. Serius. Seumur hidup, baru kali ini Kakek kasih gue kejutan. Dan ini parah abis. Lo tau kan kenapa gue males banget sama kata 'menikah'. Lo udah tau alasannya. Nggak usah tanya. Gue juga binggung kenapa Kakek setuju-setuju aja gue menikah sama Kristan. Emang Kristan siapa sih bisa bikin Kakek gue bertekuk lutut sama dia. Ini aneh tau nggak. Bener nggak kata gue?"
"Ribet banget ternyata hidup lo ya. Harus butuh bantuan Kakek lo demi lo menikah nantinya."
"Lo itu harusnya mikir gimana caranya biar gue nggak nikah sama itu orang. Gue nggak mau nikah. Titik."
“Ingat umur lo itu udah berapa?”
“Peduli amat.”
Firly mengambil berkas yang di taruh di atas meja kerja Bella lalu membacanya.
"The Morgan Elsesware," ucap Firly dengan lantang.
"Apa? Itu kan nama perusahaan salah satu saingan kita. Bagaimana bisa dia yang punya perusahaan itu. Ini tidak mungkin. Apa sebenarnya rencana Kakek. Gue benci banget sumpah kalau ternyata gue nikah sama orang yang punya perusahaan itu. Lo tau kan, berkali-kali kita punya rencana pengen punya proyek. Tapi sering gagal karna keduluan sama perusahaan itu. Gue nggak sangka kalau pada akhirnya gue malah ketemu sama dia. Enaknya gue apain tuh orang ya."
"Bel lo yakin sama penampilan lo?" tanya Firly keheranan. Bukannya apa, penampilan Bella bisa dikatakan penampilan yang tidak layak bertemu dengan kekasih hati apalagi katanya laki-laki ini adalah calon suaminya. Bella memeriksa penampilannya dari kaca yang ada di dalam lift itu dimulai dari atas sampai ke bawah. Semua terkesan natural, tidak ada riasan atau pun gaun malam wah yang biasa Bella pakai untuk ke pesta. Malahan yang Bella pakai saat ini adalah outfit coklat dengan celana bahan hitam. Terkesan pekerja kantoran. Tak hanya itu rambut Bella yang seharusnya tertata rapi sekarang malah kelihatan berantakan. Kebiasaan kalau sedang kerja, Bella selalu mengikat asal rambutnya dan itu berlangsung sampai mereka masuk ke dalam lift. "Gue lupa rambut gue masih berantakan," Bella menyengir kemudian. Firly mendecak gemas sementara Bella malah santai-santai saja membuka ikatan rambutnya yang membuat rambut yang berwarna kecoklatan tergerai indah sampai ke
Kini, Bella berada tepat di bawah kucuran air shower hangat untuk membasahi tubuhnya yang sudah pegal setelah seharian bekerja dan menemui Kristan tadi. Ternyata mandi itu sangat ampuh untuk menghilangkan rasa pegal dan juga menjernihkan semua pikiran yang sudah kusut sejak pertemuan tadi. Bayangan saja apa yang di katakan Kristan tadi begitu mengena dalam hati. "Aku memberi sebuah jalan. Urusan bisnis ini tidak hanya menguntungkan kedua belah pihak saja. Tapi juga memberi kehormatan pada keluargamu karna bisa mendapatkan keluarga Moreno. Salah satu keluarga terpandang di Negri ini. Kamu pasti sudah tau bagaimana keluargaku kan. Makanya kamu tidak usah berpikir panjang. Jika kamu menolak. Maka hilang sudah jalan lebar yang kamu terima." Bella mencermati wajah datar dan tidak berperasaan yang saat ini duduk di hadapannya. Dia begitu sombong karna menjadi bagian dari keluarga Moreno. Itu kebetulan saja dia bisa lahir di keluarga terpan
Begitu mobil Bella sudah terparkir di depan mansion Biantara. Bella langsung bergerak memasuki tempat tinggal Biantara, Kakek kebanggaannya sejak dulu kala. Langkah terburu-buru Bella ambil setelah mengecek jam tangan yang sekarang berada tepat di posisi 7 pagi ini. Semua rencana sudah tertata rapi dalam kepala Bella setelah matanya terbuka sejak bangun pagi tadi. Bella langsung berpikir, apa yang harus Bella lakukan pagi ini sampai nanti Bella datang ke kantornya. Seorang pelayan utama menyambut Bella begitu kakinya masuk ke dalamnya. Daniel, pelayan yang sudah lama menjabat sebagai pelayan khusus yang di tempatkan di rumah Biantara menyapa Bella saat tau Bella datang untuk bertemu dengan Biantara. "Pagi Nona," sapanya dengan suaranya yang khas. Serak-serak basah yang sudah Bella kenal sejak dulu. "Pagi. Kakek ada di dalam kan?" "Tentu saja. Beliau sudah menunggu anda." "Wow ... aku tidak terkejut jika dia selalu tahu aku akan s
Bella menjatuhkan tas jinjing yang ia bawa di atas meja kerja begitu ia sampai di kantor. Firly yang melihat Bella kesal hanya bisa menyunggingkan senyumnya. Firly bisa menebak dengan pasti kalau Bella tidak bisa menyelesaikan masalahnya sehingga wajahnya terlihat kesal saat ini. "Pagi-pagi muka lo udah di tekuk gitu. Apa masalahnya bertambah rumit makanya muka lo nggak kelihatan bahagia?" Bella mengacak rambutnya yang sudah tertata rapi itu untuk meredakan kekecewaan ini. Namun rasanya percuma saja. Tidak cukup membantu. Semua masih tetap pada sedia kala. "Ly, gue tadi ke rumah Kakek. Ya lo tau kan, kali aja gue bisa nego gitu tentang kesepakatan ini. Gue pikir, jalan gue bakalan mulus-mulus aja. Tapi, ternyata hasil yang gue dapat 0. Kakek tetap pada keputusannya dan mau nggak mau gue akhirnya nikah sama dia." "Yess ... gue pasti bakal jadi orang pertama yang akan datang ke party lo. Gue senang pada akhirnya lo nikah juga." "Gue nggak
Bella melihat gaun pernikahan yang sudah terpasang di manekin. Baru pertama kali melihatnya, Bella langsung dibuat heran. Rancangannya sangat indah, mempesona, keren dan terlihat begitu elegan. Kristan memang nggak salah pilih butik. Ini butik terbaik yang bisa berikan acungan jempol. Bella suka. Tapi bukan berarti dia menang. "Nona Bella. Silahkan di coba gaunnya. Jika ada yang kurang bisa kami perbaiki." Dengan tidak sabar, Bella mencobanya untuk memastikan apakah semuanya pas. Begitu juga dengan Kristan. Dia juga mencoba memakai jasnya yang sudah disediakan. Selesai mengenakannya Bella keluar untuk memperlihatkan pada desainer apakah semuanya sudah oke atau belum. Untuk saat ini, Bella rasa gaun yang dipakai sangat pas dan nyaman. Tidak terlalu terbuka dan yang pasti tidak ribet jika nanti Bella berjalan. Sebentuk seringai terlihat di bibir Kristan begitu Bella keluar dengan gaun yang sudah dipakainya. Entah apa yang di pikirkan Kristan ketik
Sebelum pulang ada sebuah pertanyaan yang masih saja tidak bisa diterima. Bella ingin tahu apa pendapat dari laki-laki itu. "Kristan, aku mau tanya sampai kapan drama ini selesai?" Bella dengan suara serak menatap intens Kristan yang duduk di hadapannya itu. Bella benar-benar harus memastikan apa yang ada dalam pemikiran laki-laki dewasa ini. Kenapa ia begitu mau menjalani pernikahan yang hanya sebatas persetujuan semata. Padahal seharusnya ia bisa memilih cara lain. Bella pikir, Kristan merupakan tipe laki-laki yang bisa terlihat lebih dari semua laki-laki punya. Ia mapan, tampan, seorang pebisnis handal, pintar dalam mengolah perusahaan dan yang terpenting adalah ia bisa menaklukkan wanita di luar sana. Bukannya bertindak bodoh dengan menyetujui pernikahan konyol ini. Kristan melipat tangannya di dada seolah ia sedang terlibat suatu pemikiran yang sulit. Wajahnya juga terlihat begitu serius saat Bella mempertany
Bella mengambil blouse berwarna hitam dan celana bahan dengan warna senada di lemari lalu memakainya. Setelah memastikan pakaian kerja yang Bella pakai tertata rapi dan tidak kusut di tubuhnya. Bella berjalan menuju kaca yang berada tak jauh dari lemari itu untuk memoles wajahnya dengan memakai make up tipis. Bella memang tidak terlalu suka memakai make up yang terlalu tebal. Makanya yang Bella pakai saat ini hanyalah pelembab, foundation, bedak dan terakhir Bella memakai lipstik berwarna nude. Sebelum pergi, Bella mengecek kembali semua riasan itu. Terlihat perfect. Dan terakhir, Bella menggelung rambutnya yang berwarna coklat ke atas supaya saat Bella bekerja, rambutnya tidak mengganggu, apalagi ketika Bella sedang mengetik berkas. Sangatlah tidak mudah. Bekerja sambil menggerai rambut itu membuatnya ribet. Apalagi jika nanti selalu ada berkas yang membuatnya berpikir keras. Bella malah tidak menyukai rambut yang tergerai berantakan. Setel
Langkah kaki terdengar setelah seseorang menutup pintu ruangannya. Kristan tahu siapa ia. Ia adalah temannya sendiri yang super bernama Drew. Siapa lagi yang bisa melakukan itu selain teman baiknya. "Bisa nggak sih kalau mau masuk itu kamu harus ketuk pintu dulu. Sangat tidak sopan mengetahui ada orang yang sedang bekerja di dalamnya dan kamu datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku tidak mau menolerir siapa pun itu, mau kamu orang terdekat aku atau bukan. Aku rasa kamu tidak pantas melakukannya." Drew mendengus lalu duduk di kursi yang di persiapkan di depan meja Kristan. "Sejak kapan aku bersikap sopan sama kamu Kristan. Lucu, kamu sudah tahu kan siapa aku. Jadi tidak perlu layaknya orang yang baru kenal satu sama lainnya. Terdengar kaku tahu nggak." Kristan menyadarkan tubuhnya di kursi sembari menaruh tangannya di lengan kursi. Matanya menatap tajam teman baiknya itu yang duduk dengan santainya. Penampilan yang bisa terbilang sederha