Share

PART 12 - BABE, ARE YOU FINE?

NOAH DYLAN POV

Perasaan bersalah membuat kepala ku pusing. Kuacak asal rambut, memaki wajah tampanku.

Sial, bodoh sekali aku ini.

Alisku berkerut tengok puluhan panggilan tak terjawab serta beberapa pesan dari Mika, pacarku.

Aku meninggalkannya sehari setelah berpacaran dengannya, dan sibuk meniduri wanita lain. Ku kerutuki wajahku dengan berbagai julukan binatang.

Tubuhku kini terjebak di kamar mandi seorang wanita yang belum lama kukenal, dan dia adalah sekretarisku sendiri.

Rahangku mulai mengeras mengingat semalam bermimpi tentang wanita itu.

Aku jatuh cinta dengan tubuh Marissa, tapi hatiku berdetak hanya untuk Mika.

Penyakit ini telah membunuh jiwa kemanusiaanku

Kata Reigen, kerabat sekaligus dokter yang selama ini menangani gangguan psikologis ku yang telah mendiagnosa penyakit ini sejak lima tahun silam.

Aku tidak yakin akan hidup dengan cara seperti bahkan untuk waktu yang tak terkira.

Yang dapat ku yakini adalah perasaan yang kumiliki terhadap Mika adalah benar adanya. Aku tulus mencintainya. Hatiku benar-benar untuk dirinya seorang. 

Apapun akan aku berikan untuknya. 

Tapi kenyataanya aku terjebak dalam ikatan tak kasat mata antara aku dan Marissa. 

Hubungan ranjang yang biasa aku lakoni hanya berjangka pendek, maksimal adalah satu hari. Lantas kenapa aku terjebak karena aura mistis yang Marissa taburkan kepadaku.

Aku kalap dan bimbang.

Aku tidak ingin menjadi seseorang yang menyakiti orang lain. Cukup wanita jalang itu saja.

***

Siang harinya, aku benar-benar keserupan total

Bukannya mengajak Mika malah kuajak wanita yang belum lama aku kenal ke restoran milik rekan bisnisku.

Aku semakin merasa bodoh sebab melanjutkan hubungan gelap ini. Persetan dengan itu, aku sudah terlalu masuk ke dalam lubang nafsu.

Aku yang masih asyik menyesap segelas anggur merah buatan sejak 1987 sontak tersedak ketika teringat kalimat yang sering diucapkan oleh Mika.

Apa benar yang aku lakukan kali ini sama saja meminta perlindungan dari Mika? Bahwa berpacaran dengan Mika adalah caraku menutupi kelemahanku? Menutupi otakku yang bejat?

"Babe?, are you fine?"

Mataku menatap nanar wanita di sampingku, wajah Carol samar-samar muncul menutupi wajah ayu kekasih gelapku itu.

Darahku mendidih melihat wajah itu. 

Ia tersenyum anggun, mengajakku menuju lantai dansa. Siang itu tidak seperti nuansa siang di kota Jakarta seperti biasanya. Di lantai restoran milik rekan kerjaku mulai terasa hangat seiring pelukan Marissa yang menyenderkan kepalanya ke dadaku.

Sepasang suami-istri membuat pandanganku terpaku ke arah mereka yang tengah berbahagia. Perayaan hari istimewa satu hari dalam satu tahun. Agaknya cukup klise atau monoton namun melihat senyuman mereka tanpa pura-pura membuat hatiku terenyuh dan mengingat Mika.

Kemarin Mika mengajakku menonton bioskop, dengan bodohnya aku menolak permohonannya yang mudah saja aku kabulkan.

Kubangan memori yang menenggelamkanku ke suasana kelam masa lalu. Marissa menatap wajahku yang sendu. Ku kulum bibir lembabnya, menyusur ke dalam lidahnya yang lincah berdansa dengan lidahku. Pinggang kecilnya kutarik lebih dekat dengan dadaku. Payudaranya yang mengitip sedikit mengalihkan pandanganku ke arah lain. Aku berpura-pura tersenyum nakal.

"Mau kemana babe?" kata Marissa ketika aku melepas genggaman tanganku dari pinggulnya dan melangkah keluar menuju kamar mandi. 

Sungguh aku benar-benar telah sepenuhnya menjelma menjadi seorang pecundang. Lalu apa bedanya Noah dulu dengan Noah yang sekarang? Bukankah sama persis bobroknya? 

Mungkin sekarang Mika tengah duduk di kursi bioskop sambil melihat beberapa pasang burung merpati bermesraan. 

Bruk!

Hantaman tanganku meruntuhkan kaca di hadapanku. Beberapa pasang mata melihatku dengan tatap ngeri. 

De javu! Perasaan terintimidasi mengalir ke seluruh darahku. Nyaliku ciut. Kenangan ketika menjadi objek perundungan membuatku teringat akan Mika yang selalu ada untukku.

Nafasku naik turun ketika melangkah keluar dari hotel meninggalkan Marissa yang masih sibuk menyesap anggur merahnya.

Beberapa panggilan kulayangkan ke arah Mika, namun tidak ada jawaban.

Dia sedang dimana? 

Mika bukanlah tipe wanita yang menghabiskan waktunya keluar terlebih ketika friday night. 

Seharusnya aku memperlakukannya seperti pasangan kekasih pada umumnya. Pasangan normal yang biasa lakukan ketika berkencan. 

Ku injak gas kuat-kuat melesat ke area perkampungan, tempat tinggal Mika. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status