NOAH DYLAN POV
Sebagai salah satu terkaya se-Indonesia, menjadi tampan ialah poin tambah untuk dibanggakan. Hari ini ialah hari pertama ku menjadi CEO di perusahaan milik keluargaku. Aku tidak begitu minat dengan urusan tanda tangan, meeting, dan hal lain yang berbau kantor semacam ini. Aku terpaksa mengiyakan sebab papiku yang mendadak sakit karena kanker hati. Menjadi model ialah passion-ku. Aku lebih suka bebas ketimbang terkekang di balik meja dan harus berkutat dengan kertas-kertas sialan ini.
Suara ketukan pintu menghentikan gerutuan-ku
Marissa, sekretaris ku. Tubuh langsingnya meliuk masuk menuju mejaku.
“selamat pagi pak, hari ini ada jadwal meeting jam 10 pagi”
“iya” jawabku sedatar mungkin.
Setidaknya ada angin segar di perusahaan ini bernama Marissa Lourd. Imajinasiku mengarah ke bagian tubuhku yang mengeras dan menegang, membayangkan wajah natasha tenggelam di antara selangkanganku.
Bangsat!
Belum genap satu jam, pantatku terasa panas duduk di singgasana kekuasaan ini. Wajahku mengkerut menunggu jarum jam agar sedia melompat cepat lekas bergulir ke waktu malam.
Malam hari ialah euphoria bagi manusia bernama Noah Dylan.
Berkumpul dengan kawan sejawat, menghisap rokok, meneguk miras serta memeras payudara para wanita.
Aku telah merindukan dentuman lagu EDM khas klub malam untuk memuaskan gairah muda.
Menjadi model membuatku mengenal hal-hal seperti itu. Menghabiskan uang untuk menghabiskan semalaman seranjang dengan wanita. Melumat habis puting dan bagian sensitif lainnya.
Noah Dylan tak lain ialah iblis bertampang malaikat, begitulah kata orang-orang tentangku.
Aku tidak peduli dengan julukan yang seharusnya itu adalah hinaan. Namun aku terlalu peduli dengan diriku yang bergelimang harta tanpa harus menyia-nyiakan peluh untuk sekadar menghidupi diriku.
***
Kepalaku semakin berdenyut ketika puluhan pesan dan puluhan lainnya merupakan panggilan dari wanita jalang itu.
Sudah hampir dua tahun nama sialan itu tak pernah nongol di hadapan mukaku meski hanya sebuah panggilan telepon. Wanita iblis berwajah bidadari yang telah merenggut kepercayaanku terhadap perasaan kasih sayang yang sudah lama tidak pernah kurasakan sejak Mami pulang ke pelukan Tuhan.
Sial! kenangan itu kembali menyebar ke seluruh sistem yang menyimpan kenangan yang sangat sekali ingin ku hapus. Namun di sisi lain, aku tak ingin menghapus kenangan Mami sedikitpun.
Hujan adalah satu-satunya momen yang paling ku benci. Meski begitu momen terburuk yang telah merenggut nyawa wanita yang melahirkanku juga mengingatkan ku akan wajah gadis bermata sipit yang masih kupegang janjinya hingga kini.
Sepuluh tahun berlalu, aku tidak memiliki kesempatan untuk menemukannya. Berbagai cara ku gunakan untuk menemukan dirinya. Ingin sekali aku menemui gadis itu meski hanya untuk melontarkan kalimat klise seperti “Apa kabar”.
Ini semua gara-gara wanita sialan itu. Wanita yang mengukungku supaya selalu berada di bawah selangkangannya. Bodohnya aku yang jatuh di perangkap tipu muslihat wanita bermata hijau itu.
Aku tahu alasan ia menghubungi tak lain hanya menginginkan remahan kekayaan ku. Seperti yang sudah sudah, dua tahun yang lalu ia menemuiku dengan pakaian minim aurat berlagak sok cantik menggodaku dengan tubuhnya yang mempesona.
Wanita jalang itu sekarang jatuh miskin akibat kesalahan kami bertiga. Aku, dia dan satu lagi pria sialan itu.
Tubuhku tak bisa dibohongi. Untung saja pikiranku masih bisa mencerna kepahitan yang kualami akibat wanita berkebangsaan Kanada itu.
Mungkin ia sudah kehabisan cadangan pria-pria bermata keranjang sekaligus berhidung belang yang dengan bodohnya tunduk hanya satu kali kedipan mata hijau bening itu.
Kubanting keras-keras gawai keluaran anyar yang baru saja ku beli beberapa jam yang lalu.
Darimana ia bisa mendapat nomor telepon baruku?!
Pengkhianatan seorang sahabat yang telah membuatku bersikap sangat keras dan mengabaikan orang lain. Mempercayai manusia adalah kebodohan tak berujung.
Aku kembali duduk di atas sofa di samping meja kerjaku. Dengan malas kubuka lembaran berkas, tidak tipis dan juga tidak begitu tebal. Hingga mataku menangkap nama yang begitu familiar oleh ingatanku.
Mika Lodge, nama yang sudah lama membuatku frustasi.
Janji itu, janji yang terus menerus ku pegang hingga kini.
Gadis bermata coklat yang menggenggam erat tanganku ketika tak ada siapapun yang melakukannya. Penyembuh luka.
Lembaran yang menyuguhkan wajah gadis kecil yang kukenal dalam versi yang lebih dewasa dan tentu saja cantik.
***
"Ndut lihat sini deh" Mika menarik tanganku yang masih sibuk memainkan pasir pantai.
"Lihat nih, imut sekali kayak ndut" imbuh Mikaa lagi.
"Monster kecil"
"Kok monster?"
"Bentuknya aneh gitu" tangan gemuknya meraih hewan kecil bertumpurung, sekejap kepalanya bersembunyi di dalam cangkangnya.
"Wah ndut, lihat nih mukanya senyum-senyum" ucap Mika kegelian melihat hewan berjenis keong laut itu berjalan di atas tangan kecilnya.
"Punyaku kok tidak mau keluar" kelomang yang ada di tangan Noah beringsut ketakutan.
"kamu katain monster sih"
"Kan monster bukan hinaan, Mik"
"Coba giniin" Mika membuka mulutnya ke arah hewan kecil itu.
"Ga mau ah, masak ini dimakan?"
"Bukan, lihat nih keluar tuh" binatang kelomang itu keluar dari rumahnya karena hantaman nafas Mika.
"Kamu lupa gosok gigi kan, makanya mau keluar saking baunya"
"Hah" Mik membuka mulutnya lebar-lebar ke arah Noah.
"Bau bangkai"
"Ga mungkin" Mika berkilah.
Noah berlari ke arah gundukan pasir putih yang ia buat sebelumnya.
"Mas Noah, Nduk Mika, kemari kita makan dulu" teriak Mbok Darmi dan Papiku beriringan tidak jauh dari tempat kami berdiri.
"Yes, akhirnya waktunya makan" saking tidak sabarnya dengan iming-iming masakan Simbok Darmi, gundukan istana pasir yang kubuat tadi luluh lantah akibat tendangan sadisku.
"Dasar si Ndut, bahagia banget kalo denger ada makanan"
Di atas gelaran tikar yang dibawa Papiku terdapat berbagai masakan. Satu persatu romanya menusuk-nusuk indera penciumanku.
"Wah ada steak" Mataku berbinar melihat makanan kesukaanku itu, mengingatkanku dengan masakan Mami.
"Aku yakin kamu pasti ingin tambah, ndut" kata Mika dengan sinis.
Aku tidak peduli saking tergodanya dengan rayuan masakan khas buatan Simbok Darmi. Masakannya tidak kalah dengan buatan para chef yang kerap mengenakan pakaian serba putih dan rapi. Meksi pakaian Mbok Darmi adalah jarik dan kaos sekenanya, makanannya tidak bisa diragukan lagi.
Tanpa sadar aku menghabiskan tiga porsi steak yang agaknya kurang familiar di lidahku.
"Waduh, anak papi bau banget" celetuk Papi menatapku geli.
"Apaan sih papi, udah mandi aku lho" balasku dalam kondisi mulut masih penuh.
"Udah sikat gigi belom"
Aku manggut-manggut masih menyelami rasa gurih makananku.
"Bau sekali" cetus Mika tersenyum sinis.
"Ini apaan sih Mbok?"
"Itu rendang jengkol Mas Noah" balas Simbok Darmi dengan logat jawanya yang kental.
"Tapi enak kok pi, it's okay kalau bau" jawabku sembari mengeluarkan nafasku ke arah mereka bertiga.
Bayangan Steak alias Rendang jengkol bikinan Simbok Darmi membuat perutku lapar. Sejak kemarin perutku belum sempat diisi makanan. Papi masih terbaring di atas ranjang putih di Rumah Sakit L'Enfant, Kota Quebec.
Penyakitnya kian hari semakin menyedot kekuatannya. Badan tegapnnya menjelma menjadi ringkih.
"Pulanglah ke Indonesia, Noah" ucap pria bernama Frank Dylan itu.
"Kau akan menemukan dirimu disana" kata Papi lagi dengan lirih
Ku genggam erat tangannya yang sudah berkerut dan pucat. Mataku memerah menahan tangis.
"Bagaimana dengan papi?"
"Disana kau akan menemukan pelukan Mami"
Semburat wajah matahari yang tenggelam.
Aku menengadah ke arah kumpulan awan yang membentuk wajah Mika.
Langit Kanada sungguh berbeda dengan langit yang ku lihat ketika bersama dengan gadis itu.
Aku terkekeuh mengingat wajahnya yang terkadang memasang muka aneh.
Aku akan kembali.
ALEX ANDREW POV Mataku tak henti-hentinya menilik jam tangan. Sialan! hari pertama bekerja malah keblabasan molor. Batinku tak berhenti mengumpat karena menghabiskan waktu dengan Marissa untuk party di klub malam langganannya.Kepalaku masih berdenyut sehabis menenggak beberapa whisky semalam. Beberapa hal tidak kuingat selain making love bersama pacarku, Marissa Lourd.Siapa yang nyana pelarian yang kulakukan malah membawaku ke dalam lubang seorang Noah Dylan. Sungguh aku ingin meludahi mukanya yang sok.Setiap majalah, televisi, berita online bahkan sosial media gencar memasang wajah yang sudah lama ingin ku pukul sampai hancur.Apa boleh buat, uang adalah sesuatu yang kita cari bukan. Sesuatu yang membawamu menuju bahagia duniawi. Demi apapun, aku kira Noah tidak akan pernah kembali k
MARISSA LOURD POVSialan!Pengarku tidak hilang dari tadi.Brengsek, si Alex. Kenapa semalam bisa berakhir tidur dengannya?!.Iya, aku dan Alex memiliki hubungan. Tapi perlu digaris-bawahi kami menjalaninya sebatas pemuasan nafsu tanpa cinta.Aku dan pria setengah gesrek itu telah kenal satu sama lain sejak menjadi anak kuliahan penganut sistem kapitalisme. Alex tak lain cowok cupu yang anti-sosial yang kerjaannya cuma memeluk buku-buku tebal.Orang-orang yang melihat Alex yang sekarang tidak akan pernah percaya bahwa perawakannya pernah dekil pada masanya. Aku bahkan sampai lupa bagaimana awal kita bisa bertemu bahkan berkawan.Satu-satunya yang paling aku ingat ketika ia menghampiriku dengan kemeja bergaris berwarna monokrom ciri khas manusia kutu buku. Ia datang ke kost-an yang aku tempati yang berada tidak jauh dari kampus.“Hei, cewe ganjen” teriak Alex di depan halaman kost
AUTHOR POVSeperti kebanyakan kota metropolis lainnya. Jakarta dipenuhi oleh kesibukan dari berbagai kalangan. Mencari uang ialah tradisi manusia untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga.Hari itu Mika sudah sampai ke kantor sebelum pekerja lainnya datang. Ia terpaksa bangun pagi supaya tak mengulangi kesalahannya di hari pertama bekerja.Suasana kantor yang senyap membuatnya semakin kesepian. Akhirnya ia menyibukkan diri membikin segelas kopi instan sebagai penghilang rasa jemu-nya.Perusahaan milik keluarga Dylan yang telah memperkenalkan jenis-jenis makanan di Indonesia membuat Indonesia menjadi pemegang nomer satu pemilik makanan terlezat sedunia.Jam mulai bergulir ke arah kanan. Para karyawan lambat laun berbondong-bondong menduduki kursi teposnya-sebab terlalu lama diduduki. Miya Cooper, seorang wanita bertubuh tinggi semampai, menyilangkan kakinya dengan feminim sembari memoles lipstik merahnya.Beber
MIKA LODGE POV "Pagi sayang” suara serak mengalun membangunkanku.Morning kiss tak lupa diberikan oleh manusia yang dulunya musuh kini menjelma sebagai seorang kekasih.Kubalas pagutannya dengan menyesap bibir bawahnya.Aku tak percaya, kemarin ialah hari terakhir menjadi gadis perawanHatiku hampir mencelos keluar gara-gara melihat Noah beranjak dari tempat tidur dengan keadaan telanjang bulatpantatnya yang terpahat sempurna sukses membuat mataku menyala, seketika luntur kantukku.Ia menoleh, terkekeuh melihat pipiku yang merekah merah.“Kenapa sayang, belum puas yang semalem?” ujarnya dengan mata nakalpipi ku makin merah, serasa siap meletus."Mau sarapan pake apa?""E-eh pakai... sendok?""Kebiasaan lama nih, sukanya kikuk"Noah kembali ke atas ranjang, mencium pahaku yang masih polos t
ALEX ANDREW POVWajahku tertekuk tak beraturan seperti kertas yang sudah kusut. Sialnya aku, yang gagal menjadi pahlawan kepagian untuk menolong Mika.Noah Dylan! Sejak kapan ia peduli dengan wanita?! Bukankah kepeduliannya tak lain dan tak bukan adalah tubuh telanjang para kaum hawa.Kutenggak beberapa gelas minuman beraroma kuat yang membuat kepalaku semakin sakit dihantam pikiran liar tentang Wanda dan pria sialan itu.Tak cukup ia merebut wanita jalang itu kemudian gadis yang aku, maksutku sahabatku.Mentang-mentang berkantong tebal dan berwajah ganteng juga minim akhlak. Dia tak punya hak untuk menyentuh tubuh Mika yang meggunakan baju sialan itu. Seharusnya tadi aku menyebutnya jelek supaya ia berganti pakaian.Seharusnya tadi aku tidak terpesona dengan pemandangan dadanya yang membuat pikiranku ngalor-ngidulAku merasa bingung karena tidak bisa mengendalikan pandanganku ke arah Mika yang sedang digendong ol
NOAH DYLAN POVAku terduduk di kursi depan bar yang menyuguhkan bermacam-macam minuman yang akan membuat orang yang menenggaknya akan jatuh ke lubang yang lebih tenang. Cairan yang akan membuat siapapun yang mengonsumsinya akan kehilangan akal dan lupa akan hiruk-pikuk kejamnya dunia.Aku menelan cairan itu dalam satu teguk. Hingga dua atau tiga teguk kemudian, aku tersedak ketika menangkap wajah yang sudah lama tidak ditemukan oleh kedua mataku.Tubuhnya lebih tinggi dari yang ku perkirakan. Wajahnya masih sama teduhnya. Sialan, liuk tubuhnya membuat tubuh bagian bawahku menggeram.Dress berwarna merah maroon yang super ketat di tubuh montoknya. Terlebih lagi dengan dadanya yang menyembul seiring kaki panjangnya melangkah menuju ke arah bar di ujung yang berlawanan dengan tempat aku duduk.Sudut bibirku meninggi ketika melihat Mika, Ia berjalan dengan canggung sebentar-bentar menarik gaun yang minim bahan it
MARISSA LOURD POVAroma rose menguar dari sabun mandi yang aku gunakan. Busanya aku mainkan membentuk bola-bola tak beraturan kemudian ku tiup, membuat mereka jatuh dan hancur.Sepi dan kesepian. Kesibukan di kantor hanyalah sementara. Aku terjebak lagi di rumah ini.Rumah yang didesain ramping dan hanya berlantai dua saja.Rumah ini aku beli lantaran ingin menjauh dari keadaan rumah orang tuaku.Sudah lima bulan lebih aku tidak berbicara dengan Bunda.Apakah pria brengsek itu kembali lagi?Bunda tidak akan pernah menghubungiku sekalipun ia tengah menderita.Suara ketukan dari balik pintu rumahku membuatku malas beranjak dari bath-up.Mungkin Alex? Astaga aku lupa tentang ajakan Pak Dylan.Dengan tanggap, aku meraih handuk putih dan melingkarkannya ke badanku.Rambutku yang masih basah, airnya menitik seiring aku berlari kecil menuju pintu.
AUTHOR POVHigh heels berwarna merah berayun-ayun di balik meja di sebuah kantor, tangan putihnya meliuk-liuk dengan girang. Pena yang ia pegang. Mulutnya yang disapu lipstik merah mate tersenyum kecil takut dilihat orang lain di kantor itu.Marissa masih membayangkan kenikmatan yang dialaminya semalam. Ia kadung candu dengan kelihaian Mr. Dylan. Baru kali ini Marissa mendapatkan pria yang bisa memenuhi petualangan seksualnya. Alex, sahabatnya tidak begitu lihai membuat suasana seks menjadi lebih bervariasi.Ia sudah jatuh cinta dengan tubuh bosnya sendiri.Ponselnya berdering. Layarnya menganga menampilkan sebuah pesan teks dari si pengirim bernama Mr. Dylan.Nanti kita makan siang bareng yaMenu hari ini apa, Tuan?ku balas pesannya. Ia tersenyum di balik jendela kaca ruangannya yang menhadap ke mejaku.Tentu saja hidangan yang menggairahkan