Home / Romansa / The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar) / PART 3 - THE MOST HANDSOME MAN IN THE WORLD ?

Share

PART 3 - THE MOST HANDSOME MAN IN THE WORLD ?

Author: Noodles
last update Last Updated: 2021-03-20 15:05:45

NOAH DYLAN POV

            Sebagai salah satu terkaya se-Indonesia, menjadi tampan ialah poin tambah untuk dibanggakan. Hari ini ialah hari pertama ku menjadi CEO di perusahaan milik keluargaku. Aku tidak begitu minat dengan urusan tanda tangan, meeting, dan hal lain yang berbau kantor semacam ini. Aku terpaksa mengiyakan sebab papiku yang mendadak sakit karena kanker hati. Menjadi model ialah passion-ku. Aku lebih suka bebas ketimbang terkekang di balik meja dan harus berkutat dengan kertas-kertas sialan ini.

Suara ketukan pintu menghentikan gerutuan-ku

Marissa, sekretaris ku. Tubuh langsingnya meliuk masuk menuju mejaku.

“selamat pagi pak, hari ini ada jadwal meeting jam 10 pagi”

“iya” jawabku sedatar mungkin.

Setidaknya ada angin segar di perusahaan ini bernama Marissa Lourd. Imajinasiku mengarah ke bagian tubuhku yang mengeras dan menegang, membayangkan wajah natasha tenggelam di antara selangkanganku.

Bangsat!

Belum genap satu jam, pantatku terasa panas duduk di singgasana kekuasaan ini. Wajahku mengkerut menunggu jarum jam agar sedia melompat cepat lekas bergulir ke waktu malam.

Malam hari ialah euphoria bagi manusia bernama Noah Dylan.

Berkumpul dengan kawan sejawat, menghisap rokok, meneguk miras serta memeras payudara para wanita.

Aku telah merindukan dentuman lagu EDM khas klub malam untuk memuaskan gairah muda.

Menjadi model membuatku mengenal hal-hal seperti itu. Menghabiskan uang untuk menghabiskan semalaman seranjang dengan wanita. Melumat habis puting dan bagian sensitif lainnya.

Noah Dylan tak lain ialah iblis bertampang malaikat, begitulah kata orang-orang tentangku.

Aku tidak peduli dengan julukan yang seharusnya itu adalah hinaan. Namun aku terlalu peduli dengan diriku yang bergelimang harta tanpa harus menyia-nyiakan peluh untuk sekadar menghidupi diriku.

***

Kepalaku semakin berdenyut ketika puluhan pesan dan puluhan lainnya merupakan panggilan dari wanita jalang itu.

Sudah hampir dua tahun nama sialan itu tak pernah nongol di hadapan mukaku meski hanya sebuah panggilan telepon. Wanita iblis berwajah bidadari yang telah merenggut kepercayaanku terhadap perasaan kasih sayang yang sudah lama tidak pernah kurasakan sejak Mami pulang ke pelukan Tuhan.

Sial! kenangan itu kembali menyebar ke seluruh sistem yang menyimpan kenangan yang sangat sekali ingin ku hapus. Namun di sisi lain, aku tak ingin menghapus kenangan Mami sedikitpun.

Hujan adalah satu-satunya momen yang paling ku benci. Meski begitu momen terburuk yang telah merenggut nyawa wanita yang melahirkanku juga mengingatkan ku akan wajah gadis bermata sipit yang masih kupegang janjinya hingga kini.

Sepuluh tahun berlalu, aku tidak memiliki kesempatan untuk menemukannya. Berbagai cara ku gunakan untuk menemukan dirinya. Ingin sekali aku menemui gadis itu meski hanya untuk melontarkan kalimat klise seperti “Apa kabar”.

Ini semua gara-gara wanita sialan itu. Wanita yang mengukungku supaya selalu berada di bawah selangkangannya. Bodohnya aku yang jatuh di perangkap tipu muslihat wanita bermata hijau itu.

Aku tahu alasan ia menghubungi tak lain hanya menginginkan remahan kekayaan ku. Seperti yang sudah sudah, dua tahun yang lalu ia menemuiku dengan pakaian minim aurat berlagak sok cantik menggodaku dengan tubuhnya yang mempesona. 

Wanita jalang itu sekarang jatuh miskin akibat kesalahan kami bertiga. Aku, dia dan satu lagi pria sialan itu. 

Tubuhku tak bisa dibohongi. Untung saja pikiranku masih bisa mencerna kepahitan yang kualami akibat wanita berkebangsaan Kanada itu.

Mungkin ia sudah kehabisan cadangan pria-pria bermata keranjang sekaligus berhidung belang yang dengan bodohnya tunduk hanya satu kali kedipan mata hijau bening itu.

Kubanting keras-keras gawai keluaran anyar yang baru saja ku beli beberapa jam yang lalu.

Darimana ia bisa mendapat nomor telepon baruku?!

Pengkhianatan seorang sahabat yang telah membuatku bersikap sangat keras dan mengabaikan orang lain. Mempercayai manusia adalah kebodohan tak berujung. 

Aku kembali duduk di atas sofa di samping meja kerjaku. Dengan malas kubuka lembaran berkas, tidak tipis dan juga tidak begitu tebal. Hingga mataku menangkap nama yang begitu familiar oleh ingatanku.

Mika Lodge, nama yang sudah lama membuatku frustasi.

Janji itu, janji yang terus menerus ku pegang hingga kini.

Gadis bermata coklat yang menggenggam erat tanganku ketika tak ada siapapun yang melakukannya. Penyembuh luka.

Lembaran yang menyuguhkan wajah gadis kecil yang kukenal dalam versi yang lebih dewasa dan tentu saja cantik.

***

"Ndut lihat sini deh" Mika menarik tanganku yang masih sibuk memainkan pasir pantai.

"Lihat nih, imut sekali kayak ndut" imbuh Mikaa lagi.

"Monster kecil"

"Kok monster?"

"Bentuknya aneh gitu" tangan gemuknya meraih hewan kecil bertumpurung, sekejap kepalanya bersembunyi di dalam cangkangnya. 

"Wah ndut, lihat nih mukanya senyum-senyum" ucap Mika kegelian melihat hewan berjenis keong laut itu berjalan di atas tangan kecilnya. 

"Punyaku kok tidak mau keluar" kelomang yang ada di tangan Noah beringsut ketakutan.

"kamu katain monster sih" 

"Kan monster bukan hinaan, Mik"

"Coba giniin" Mika membuka mulutnya ke arah hewan kecil itu.

"Ga mau ah, masak ini dimakan?"

"Bukan, lihat nih keluar tuh" binatang kelomang itu keluar dari rumahnya karena hantaman nafas Mika.

"Kamu lupa gosok gigi kan, makanya mau keluar saking baunya"

"Hah" Mik membuka mulutnya lebar-lebar ke arah Noah.

"Bau bangkai"

"Ga mungkin" Mika berkilah.

Noah berlari ke arah gundukan pasir putih yang ia buat sebelumnya. 

"Mas Noah, Nduk Mika, kemari kita makan dulu" teriak Mbok Darmi dan Papiku beriringan tidak jauh dari tempat kami berdiri.

"Yes, akhirnya waktunya makan" saking tidak sabarnya dengan iming-iming masakan Simbok Darmi, gundukan istana pasir yang kubuat tadi luluh lantah akibat tendangan sadisku.

"Dasar si Ndut, bahagia banget kalo denger ada makanan"

Di atas gelaran tikar yang dibawa Papiku terdapat berbagai masakan. Satu persatu romanya menusuk-nusuk indera penciumanku. 

"Wah ada steak" Mataku berbinar melihat makanan kesukaanku itu, mengingatkanku dengan masakan Mami.

"Aku yakin kamu pasti ingin tambah, ndut" kata Mika dengan sinis.

Aku tidak peduli saking tergodanya dengan rayuan masakan khas buatan Simbok Darmi. Masakannya tidak kalah dengan buatan para chef yang kerap mengenakan pakaian serba putih dan rapi. Meksi pakaian Mbok Darmi adalah jarik dan kaos sekenanya, makanannya tidak bisa diragukan lagi.

Tanpa sadar aku menghabiskan tiga porsi steak yang agaknya kurang familiar di lidahku. 

"Waduh, anak papi bau banget" celetuk Papi menatapku geli.

"Apaan sih papi, udah mandi aku lho" balasku dalam kondisi mulut masih penuh.

"Udah sikat gigi belom"

Aku manggut-manggut masih menyelami rasa gurih makananku.

"Bau sekali" cetus Mika tersenyum sinis.

"Ini apaan sih Mbok?"

"Itu rendang jengkol Mas Noah" balas Simbok Darmi dengan logat jawanya yang kental.

"Tapi enak kok pi, it's okay kalau bau" jawabku sembari mengeluarkan nafasku ke arah mereka bertiga.

Bayangan Steak alias Rendang jengkol bikinan Simbok Darmi membuat perutku lapar. Sejak kemarin perutku belum sempat diisi makanan. Papi masih terbaring di atas ranjang putih di Rumah Sakit L'Enfant, Kota Quebec. 

Penyakitnya kian hari semakin menyedot kekuatannya. Badan tegapnnya menjelma menjadi ringkih. 

"Pulanglah ke Indonesia, Noah" ucap pria bernama Frank Dylan itu.

"Kau akan menemukan dirimu disana"  kata Papi lagi dengan lirih

Ku genggam erat tangannya yang sudah berkerut dan pucat. Mataku memerah menahan tangis.

"Bagaimana dengan papi?" 

"Disana kau akan menemukan pelukan Mami" 

Semburat wajah matahari yang tenggelam. 

Aku menengadah ke arah kumpulan awan yang membentuk wajah Mika.

Langit Kanada sungguh berbeda dengan langit yang ku lihat ketika bersama dengan gadis itu.

Aku terkekeuh mengingat wajahnya yang terkadang memasang muka aneh.

Aku akan kembali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Esmi Yati
Yahhh kok jadi Wanda bukannya Mika hehe
goodnovel comment avatar
Esmi Yati
Yah kok jadi Wanda, hehe
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 26 - CURUG

    MARISSA LOURDSuara ngorok membuatku terbangun. Dengan keadaan tubuh tanpa sehelai kainpun aku terkapar di atas karpet yang berada tak jauh dari ranjang. Saking capeknya sepulang kerja ditambah perjalanan yang cukup jauh membuat mataku langsung terkatup dengan mudahnya.“Kita pulang yuk ke vila, disana lebih hangat dan indah”Suara yang belum sempurna dicerna olehku yang masih setengah tidur. Sepasang tangan mengangkat ku dengan lembut menuju mobil. Mataku seakan dibebani puluhan batu sulit terbuka.“Mar, bangun woi”Suara cempreng Alex yang agak serak dan maskulin sukses membikinku terperanjat. Aku terkejut melihat jam digital yang duduk di atas meja samping ranjang king size yang kutiduri.Dimana gue? Bukannya tadi di motel ranjangnya ga semewah ini?Pikiran tentang dimana aku sekarang sekejap pudar mengingat matahari sudah nyelonong masuk melalui cela

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 25 - FRIEND WITH BENEFIT STILL GOING ON

    AUTHOR POV“Apaan sih lu” Marissa masih kaget melihat gelagat manusia yang terkenal aneh untuk dirinya.Tapi, alasan ia mengeraskan suaranya supaya suara detak jantungnya tak terdengar ke telinga Alex.Alex yang masih berusaha agar tak tergagap – kebiasaan lamanya ketika gugup.Fakta itu membuatnya makin gugup dan gelisah. Hingga sesuatu yang basah mulai mengguyur tubuh mereka. Bandung yang dikelilingi bukit dan pohon semakin dingin ketika dibasahi hujan.Jaket kulit milik Alex yang digunakan untuk menutup rambut Marissa bahkan tak mampu mengurangi volume air yang membasahi tubuh mereka. Kedinginan mulai menusuk sampai ke tulang.“Bibir lu gemeter, lu gapapa?” Alex yang melihat tubuh basah kuyup Marissa segera mendekapnya tanpa permisi. Tak seperti biasanya rasa gugup semakin mengikat mereka berdua. Mereka yang sudah menjadi “Friend with benefit” di at

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 24 - JAGUNG BAKAR ATAU JAGUNG REBUS?

    ALEX ANDREW POVMataku seperti dibakar api di perapian yang ada di villa milik keluarga ku. Muka ku kusut dan bau, sudah dari kemarin malam tubuh ku tak terkena air selain air mataku sendiri. Tanganku memar akibat terlalu banyak memukul tembok.Brengsek! Aku meraih handphone dengan malas memencet dengan kasar sebuah kontak yang bertuliskan Marissa – si jalang.Dari seberang suara sesenggukan memenuhi isi telingaku. Suara yang akhirnya meluluhkan amaraku terhadap Marissa.Setidaknya Marissalah yang cukup memahami situasi yang aku alami.Mungkin kita tengah berada pada fase teralihkan akibat perasaan jemu dan kesepian yang menggiring kita merasakan perasaan yang mungkin hanya berlaku untuk sementara.“Lu dimana?” Baru kali ini aku melihat dia seterpuruk ini. Seorang Marissa sangatlah anti mewek-mewek club. Ia sangat benci ketika terlihat lemah di depan ora

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 23 - NAFSU ATAU RINDU?

    MIKA LODGE POV“Aku mencintaimu Mika,meski tubuhku terjerat dan tidak leluasa memilihmu sebagai satu-satunya” bisik Noah di lekuk leherku.Aku terisak mendengar kalimatnya.Tapi manusia seperti diriku tidak cukup untuknya. Tidak akan pernah.Bukan hanya itu saja, aku pun akan menyakitinya lagi dan lagi seperti yang sudah sudah. Kita akan menjadi lingkaran setan dan saling menyakiti.Entah sejak kapan aku menjadi manusia yang rakus dan melupakan diriku. Atau apakah inilah wujud diriku yang sesungguhnya.Yang pasti, ungkapannya di sela ketidaksadarannya membuat hatiku terasa lebih hampa.Perasaan bersalah menggerayangi tubuhku.Aku menggeser layarku dengan buru-buru, beberapa dering kemudian.“Selamat malam pak, ada sebuah kecelakaan di jalan depan perpustakaan Timba Ilmu”Selamat tinggal Noah.Ku kecup bibirnya yang kering dan

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 22 - BERITA YANG MEMBUAT GILA

    NOAH DYLAN POVBelum sempat aku merebahkan diri setelah kejadian semalam. Badanku yang masih kaku sudah berada di atas kursi kebesaran keluarga Dylan.Belum ada kabar dari Mika. Apakah semalam hanyalah delusi?Tapi aku ingat betul, ketika aku berbicara dengannya di telepon.Tubuhku pun masih terkenang akan tubuhnya yang duduk di atas pahaku.Tubuhku tidak bisa ditipu ketika dipuaskan.Bayangan wajahnya membuatku tidak bisa berpikir jernih.Apakah ia kembali bersama Alex? Jelas aku ingat semalam aku berterus terang perihal keadaanku yang jauh dari kata normal.Pikiranku saling memaki dan bertengkar.Kepalaku semakin berdenyut.“Permisi pak, ada kiriman khusus untuk anda” kata Marissa melangkah menuju mejaku.Wanita ini benar-benar memiliki nyali yang besar. Atau lebih tepatnya tidak punya urat malu. Bagaimana tidak, setelah kelakuannya yang

  • The Wildest Delusion (Delusi Paling Liar)   PART 21 - 3 SAHABAT

    32 Panggilan Terjawab dari Wanda.“Lex, maafin Mika, kalau udah denger pesan ini. Telpon Mika ya”Pesan suara dari Mika mengalir ke seluruh ruang apartemen Alex yang sepi.Maafin Mika, serius jangan tinggalin Mika ya Lex.suara isakan Mika membuat hati Alex semakin perih.Sejak malam mengerikan itu, Alex tak sempat memejamkan matanya. Gelagatnya seperti orang yang sedang keranjingan. Mukanya kusut, otaknya tak berhenti memutar dan memikirkan perempuan itu.Kamarnya sudah berantakan akibat amukan Alex yang kerasukan iblis tampan.“Alex”Suara familiar diiringi bunyi bel dari pintu apartemen membuatnya berhenti.Penampakan Marissa yang amburadul. Matanya setengah menyeramkan lantaran maskara yang luntur, rambutnya benar-benar kusut bahkan bajunya robek di bagian pahanya. Tidak sekalipun Alex melihat penampilan sahabat—mantan sahabatnya acak-acakan se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status