LOGIN“Megan, I know I wronged you but please don't let Alex ruin me, my business is failing and Elizabeth won't even look at me”. Greg begged desperately on his knees with trembling lips. A scornful smirk tugged at the corners of Megan's lips as she looked down at her ex-husband. “Everything happening to you now you deserve it”. “What, his eyes widened with disbelief before being replaced with rage. Alex will ruin you, he is a monster”. he yelled. “What an honour it will be to be ruined by the man I love”. Megan whispered with a glint in her eyes. Megan gives up her family name just to marry Greg, she even became a housewife to better satisfy him and stoops so low to befriend his ex girlfriend. All she cares about is his happiness but how did she get rewarded, divorce papers thrown at her face as well as a grand plan to send her to jail as a scapegoat for his true love Elizabeth. One million and he sells her off to be a scapegoat. No way! Even the doormat of her family cost over one million. She will let them know who she truly is, the youngest heiress of the influential and prestigious song family. She is back and about to shine, she will make them regret and pay dearly
View MoreJangan pernah mengemis pada mereka yang meninggalkanmu. Bahkan jika suatu saat mereka menangis darah memintamu kembali. Jangan pernah mau!
*** "Aku akan menikah." Ucapan bernada tak acuh itu membuat Ariana mendongakkan kepala, sejenak melupakan bumbu apa yang seharusnya dia masukan kedalam mangkuk racikannya. "Selamat kalau begitu." Ucap Ariana juga dengan nada tak acuh yang sama dan kembali melanjutkan pekerjaannya. "Kamu tidak mau tahu siapa yang akan kunikahi?" Tanya Karenina seraya menyandarkan pinggulnya ke meja kitchen dan melipat kedua tangannya di depan dada, memandang langsung ke arah Ariana. "Apa aku perlu tahu?" Ariana balik bertanya. "Toh kamu juga tidak akan mengundangku ke pernikahanmu." Lanjutnya dan mulai mengaduk semua bumbu dengan menggunakan pengocok manual. "Syukurlah kalau kamu sadar diri." Ucap Karenina dengan nada mengejek. "Tapi meskipun kamu tidak akan datang ke pernikahanku, aku tetap butuh bantuanmu." Lanjutnya seraya memandang area dapur restoran Ariana dengan tatapan mengejek. Ariana tidak menanggapi ucapan adiknya sehingga Karenina menegakkan tubuhnya dan menghadapkannya langsung pada Ariana. "Aku perlu surat pernyataan dari ayah yang menyatakan kalau dia tidak akan menjadi wali nikahku." Ucap Karenina dengan nada mendesak. "Beginikah caramu meminta bantuan?" Ariana memandang adik kembarnya dengan dingin. "Dan beginikah caramu memperlakukan ayahmu?" Lanjutnya dengan amarah yang coba ia tahan. Karenina mengedikkan bahunya dengan ekspresi tak acuh. "Aku tidak bisa membuat Papi merasa malu. Aku tidak mungkin membuat para tamu bertanya-tanya tentang statusku, Papi dan Ayah." Ariana memutar bola matanya. "Seolah orang-orang tidak tahu saja siapa kau dan Nyonya Juliarty." Dengusnya mencelupkan ujung jari kelingkingnya ke dalam racikan bumbu. Menambahkan sesuatu supaya rasanya pas sebelum mengaduknya kembali. "Kau belum menjawab permintaanku." "Aku tidak merasa perlu melakukan apa yang kau minta. Apalagi dengan cara seperti ini. Kalau kau memang memerlukan bantuan Ayah, pergi pada Ayah langsung. Minta dia untuk mundur dan membuatkan surat perwakilan wali untukmu. Setidaknya itu cara yang lebih sopan meskipun tetap akan membuatnya sakit hati." Ucap Ariana ketus dan mulai memindahkan racikan bumbunya pada mangkuk lain yang nantinya akan dia simpan dalam lemari es. "Kau tahu aku tidak bisa melakukannya." Ucap Karenina, menarik lengan Ariana dengan kuat supaya perhatian kakak kembarnya terfokus padanya. "Dan kau tahu aku juga tidak bisa melakukannya." Ariana balas memandang adik perempuannya dengan jijik. "Satu-satunya orang yang tidak ingin kusakiti di dunia ini adalah Ayah. Jadi jangan harap aku membantumu." Ucap Ariana seraya menarik tangannya dengan kasar. Ariana tidak memedulikan apa yang Karenina lakukan. Dia tidak peduli saat adik kembarnya menyapukan tangannya yang terbungkus pakaian mahal ke atas meja kitchennya dan menumpahkan barang-barang serta bahan makanan yang ada disana. Lani yang mendengar suara keributan seketika muncul dari bagian depan restoran dan memandang Ariana serta Karenina bingung. "Ada apa ini? Siapa yang melakukannya?" Tanya sepupu sekaligus sahabat Ariana itu terkejut. Tatapannya beralih pada Karenina dan seketika amarah menyeliputi wajahnya. "Kau!" Bentaknya. Namun sebelum Lani mengemukakan kemarahannya, Karenina sudah melangkah menjauh dan bahkan sempat menyenggol bahu Lani dengan sengaja yang membuat Lani semakin marah. Beruntung Lani masih bisa menahan diri dan tidak menjambak rambut panjang nan terawat milik Karenina. Karena jika tidak, Ariana pastikan bukan hanya rambutnya saja yang berantakan, namun wajah saudara kembarnya itu pasti akan lebam mengingat emosi Lani yang tidak terkendali. "Apalagi yang diinginkannya sekarang?" Tanya Lani seraya mengambil barang-barang yang berserakan di lantai satu persatu. Ariana menatap sepupu sekaligus sahabatnya itu dan mengedikkan bahu. Enggan menjawab pertanyaannya dan memilih untuk kembali fokus pada pekerjaannya. Lani pun tak lagi berkata-kata. Dalam diamnya dia membersihkan semua barang yang berserakan sebelum rekan-rekan mereka yang lain datang dan bertanya-tanya tentang apa yang terjadi. *** Ariana mau tak mau datang ke rumah ayahnya karena sang ayah yang meminta. Tanpa perlu ayahnya beritahukan, Ariana sudah menduga apa yang akan mereka bicarakan kali ini. Tentu berkaitan dengan Karenina dan permintaannya. "Apa ayah marah?" Tanyanya pada sang Bunda saat wanita berhijab itu membuka pintu rumah untuknya. Ibu sambungnya itu menjawab dengan senyuman khasnya dan menggelengkan kepala. "Udah makan?" Tanya wanita yang selama tiga belas tahun terakhir ini berperan sebagai ibu untuknya. "Udah. Tadi sebelum kesini makan dulu." Jawab Ariana yang lagi-lagi ditanggapi dengan anggukkan ibunya. "Ayah ada di halaman belakang." Ucapnya memberitahu dan Ariana melangkah menuju halaman belakang dimana ayahnya tampak tengah duduk menikmati secangkir kopi hitam dan buku bacaan. "Bacaan apalagi sekarang?" Tanya Ariana seraya memeluk bahu sang ayah dan mengecup puncak kepalanya lembut. Ayahnya menutup buku dan menunjukkan bagian depan buku yang tengah dibacanya pada Ariana. Ariana tersenyum dan menganggukkan kepala. "Apa gak bosan? Kalo aku baca yang begituan yang ada malah ngantuk." Ucapnya seraya mengambil satu potong mendoan yang sudah agak dingin dan mencelupkannya ke dalam sambal kecap seraya duduk di kursi kosong yang diduduki sang ayah. "Ayah perlu yang begini buat motivasi." Jawab ayahnya dan meletakkan buku ke atas meja, tepat di samping piring berisi mendoan dan mengambil gelas kopinya dan menyeruputnya pelan. "Ayah gak ganggu kesibukan kakak kan?" Tanya pria awal paruh baya itu setelah meletakkan gelas kopinya. "Ngapain ada anak buah kalau semua harus bos yang urusin." Kilah Ariana dengan senyum di wajahnya. Ayahnya turut tersenyum dan menganggukkan kepala. "Ada apa Ayah panggil kakak kesini?" Tanya Ariana ingin tahu. Meskipun dalam hati ia sudah bisa menebaknya. "Karenina datang ke tempat kerja ayah." Ucap ayahnya, membenarkan apa yang ada dalam pikiran Ariana. "Dia minta ayah membuat surat pernyataan kalau ayah tidak bisa menjadi walinya saat pernikahannya nanti." "Ayah menyanggupinya?" Tanya Ariana dengan nada datarnya. "Ayah bisa apa?" Ayahnya balik bertanya. "Baik Karenina ataupun mama kamu tidak mau ayah ada di pernikahannya. Yang bisa ayah lakukan untuk membahagiakan mereka hanya ini." Ucap ayahnya dengan nada sedih yang meskipun samar masih bisa Ariana dengar. "Tapi ayah gak kecewa, masih ada kakak yang nanti akan ayah walikan saat nikah. Dan masih ada Dira." "Hanya ada Dira." Ucap Ariana lirih. "Kakak gak ada niatan buat nikah. Gak setelah semua drama pernikahan yang sudah Ariana lihat." "Kak.." Ayahnya memandang Ariana dengan tatapan sedih. "Ini udah jadi pilihan Kakak, Yah." Ucap Ariana tak mau diganggu gugat. Menikah? Jelas kata itu tidak pernah terselip dalam benaknya. Bukan semata-mata karena tidak mau mengulang kisah yang sama atau mengalami sesuatu yang dramatis dan mengalami sakit hati akibat berharap pada seseorang yang disebut pasangan. Namun Ariana tidak yakin kalau dirinya masih memiliki waktu untuk bisa menikmati hidup dalam waktu yang lama. Ia tidak yakin bisa hidup berbahagia bersama seseorang dan menyatakan padanya kalau ia akan menemani pria itu dalam susah dan senangnya karena yang ada justru pria itulah yang akan selalu menemaninya dalam keadaan terpuruknya. Dan Ariana tidak mau menumbalkan seseorang hanya demi masa singkat hidupnya yang akan berakhir entah kapan.Mr. Leonard’s footsteps echoed softly as he descended the stairs, his eyes were dull as he scanned the room. Alex, Megan, Enzo, and Loyd stood, all eyes on him. Jake clung to his mother's side, his small hand gripping hers tightly."Jake," Leonard said softly, stepping forward with a smile. “You look so much like your mother.” Megan swallowed, her lips pressed tightly together, but she didn’t respond. Her grip on Jake’s hand tightened as Leonard reached out to touch the boy’s face. Jake smiled a little but moved behind his mother to hide. He knew Grandpa hurt mum, so he was also angry.Leonard’s hand dropped slowly, hurt. “Maybe I deserve that,” he murmured, sighing as he pulled back. Enzo cleared his throat as dinner was served and they all moved to the table, sitting in silence as the sound of cutlery clinking on dishes became the only noise.After a long pause, Leonard cleared his throat and looked up at his children. “I know I wasn’t a good father.”Loyd scoffed, muttering under
Two years later.Things may have seemed like they will never go back to normal for Megan, it was from one trouble to another bigger one. However it says with trouble comes ease.Megan stood in front of the crystal like window as she admired the light blue sky. How she wishes she could just stand here forever. As it reminded her of her better and bad Days.“Mummy, we are going to be late, daddy is waiting”. Little Jake, who was not so little anymore, bugged his mother with his sharp and piercing tone.Yes, Megan and Alex got married last year and they have been happy together. You might wonder what happened to Evelyn and Brittany. Well Evelyn was dead obviously.However Brittany's life never remained the same. She got depressed and started taking drugs, Mr Leonard still considered her his daughter so he sent her to rehab.“Oh, baby, Megan's face lit up with a smile. How she loved this little boy. Mummy is done already, let's go”. She grabbed onto his hands and moved towards the living
Life can be unpredictable right. Evelyn was still dazed, it felt as though her legs couldn't move.“No,no that is not true, she sniffed hard. It's not true. He died, I was winning and all of you were my puppets, everything was going according to my grand plan”. She kept emphasising on her words while pointing at Leonard.“Shut up woman, he interjected. I was never dead even if you did everything possible to get me out of the way. I heard the things you said to me while I was unconscious”.Evelyn gasped for the upteenth time. “How is this possible?” However instead of feeling remorse for her evil activities, she felt nothing but anger. It brewed slowly inside of her that it made her burst.“It's all your fucking fault. Did you think after how you betrayed me I will just let you into my life again. I accepted you because of your wealth and what you had to offer to our daughter”.“And I killed your wife to make sure nothing gets in my way again but your stupid witch of a daughter just ha
Brittany was feeling feverish, a feeling that what she was doing wasn't good. However her urge to have Alex just to herself was even greater.“It's too bad we have to get separated in this way, Meg”. Evelyn whispered to Megan as she finally cocked her gun and pointed it at her.“Please, Megan begged weakly. I will go far away with my son and never return”. Jake was the only person she could think of at that moment. She needed to keep him away from harm.“It's too late darling, Evelyn sucked her lips showing false sympathy. You should have disappeared when you had the chance”. She said with a glint in her eyes.“Don't worry meg, Brittany is going to take care of him and Alex”. Evelyn pointed the gun at Megan, this time with the intent of pulling the trigger. She has said all that needed to be said. While Brittany watched with mixed feelings.Everything seemed to be in slow motion to Megan. The moment felt like an eternity. The air grew thick and heavy, pressing against her chest, maki
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
reviewsMore