Pagi berikutnya Nohan sudah bersiap untuk berangkat sekolah, ia kini tengah sarapan ditemani anak kucing abu-abu--yang belum ia beri nama.
Pagi ini seperti biasa--roti sisa kemarin dan susu cair yang sebentar lagi kadaluarsa. Akh... Nohan bahkan sudah tak takut kalau-kalau ia akan keracunan. Ia sudah terlampau sering mengonsumsinya, dan selama ini ia baik-baik saja. Jadi sepertinya sebelum susu itu kadaluarsa tepat di tanggal dan harinya, maka Nohan harus buru-buru menghabiskannya."Aku akan memberimu nama Uba! Kau suka nama itu?" tanya Nohan pada kucing kecil yang tengah meminum susu cair di piring kecil semalam.Entah mengapa tiba-tiba saja Nohan terpikir untuk memberi nama, pada si anak kucing menggemaskan ini. Tadinya jika ibunya melihat anak kucing ini, Nohan sudah bersiap akan mengembalikannya ke tempat semula; di sekitar jalanan. Tapi ternyata ibunya melihatnya, dan biasa saja.Itu artinya sang Ibu mengizinJay mendekati Jio, kemudian membisikkan sesuatu yang Nohan tak tahu. Sementara itu Ray terlihat menyeringai lebar, pun dengan Ren yang wajahnya kini terlihat amat mengerikan. "Baiklah! Kami pergi dulu, Ansos!" Dan detik itu juga keempat monster berjubah manusia itu melengang keluar kelas. Kini kelas benar-benar kosong, menyisakkan Nohan dengan perasaan jengkel dan kecewa pada dirinya sendiri. Nohan tentu ingin melawan, tapi percuma Nohan tak akan mungkin menang melawan empat orang sekaligus. Ditambah Ren adalah atlet taekwondo kebanggaan sekolah. Tentu Nohan pasti akan babak belur, sebelum mampu memukul salah satu dari mereka. Nohan mengusap hidungnya, kini cairan kental berwarna merah sepenuhnya terlihat di tangan kanannya. Nohan tertawa, ia tertawa miris memandangi tangannya yang dipenuhi darah dari--hidungnya. Nohan kira darah di hidungnya akan berhenti keluar, nyatanya tidak. Darah itu bahkan menetes ke meja. "Aku bahkan tidak punya tisu!" monolog Nohan merasa frustrasi.
"Maaf! Dia dipanggil Mr. Jusuf ke ruang TU," kata seseorang barusan."Baiklah! Tidak masalah!" saut Jay dalam hati merasa kesal.Seseorang itu adalah satpam sekolahan, yang memang Nohan benci.Nohan mendesis pelan, ia berusaha bangkit dengan susah payah. Jay dan tiga kawannya hanya menatapnya remeh, sementara itu satpam sekolahan membantu Nohan bangkit.Nohan tanpa aba-aba menyingkirkan lengan satpam itu darinya, ia kemudian mengatakan sesuatu yang membuat empat perundungnya terdiam--tak paham apa yang dimaksud oleh Nohan."Jangan sok peduli padaku, Pak! Kau tidak jauh beda dari mereka!" tegas Nohan dan segera melengang pergi dengan satu tangan, yang memegangi perut.Keempat perundung; Jay, Jio, Ren, dan Ray juga ikut pergi. Mereka memilih ke kantin sembari menunggu kembalinya Nohan dari ruang TU."Apa yang terjadi padamu, Nohan?" tanya Mr. Jusuf menatap Nohan tepat di wajahnya, "Siapa yang melakuka
Byurr...Tanpa Nohan duga dari arah belakang, Jay menyiramnya dengan seember air yang dicampur es batu. Nohan terkejut, dan hampir saja berteriak.Dingin rasanya benar-benar sangat dingin."Menyenangkan mandi air dinginnya, Ansos?" cerca Ray menatap remeh Nohan."Tentu saja menyenangkan!" saut Jio yang mendekat pada Nohan, dan tanpa perasaan ia menyiramkan sebotol soda berwarna cokelat tua ke atas kepala Nohan.Byurr..."Wah wah! Sangat menyenangkan ya," saut Jay menyeringai, kini ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.Nampaklah sebotol susu yang Nohan yakini itu susu basi--seperti biasanya.Byurr..."Selamat menikmati susu basi yang dicampur terasi, Nohan!" kata Jay menyeringai, diikuti tawa jahat oleh Jio dan Ray.Ren hanya diam memandangi tajam Nohan."Kau mau memberikan pukulanmu, Ren?" tanya Ray seolah menawarkan Nohan menjadi samsak untuk Ren. 
Nohan sudah masuk ke salah satu bilik toilet, tapi kemudian ia sadar belum membawa seragam gantinya. Nohan harap masih ada seragam yang tersisa di lokernya. Jangan sampai seperti tahun lalu, seragam Nohan sudah habis dipotong-potong bak kain perca. Yang entah siapa pelakunya. Tapi Nohan yakin itu pasti Jay dan kawan-kawannya. "Kau perlu seragamnya, Nak?" Sungguh Nohan benar-benar ingin berteriak di depan muka satpam ini, tetapi Nohan ingat. Bahwa semenyebalkan apapun orang tua harus tetap dihormati. Begitu kata ibunya. Nohan menghela napas, "Tidak, terima kasih!" sautnya dengan wajah datar. Berikutnya Nohan berjalan menuju lokernya, yang memang tak jauh dari toilet. Buru-buru Nohan membuka lokernya, dan ia segera bernapas lega saat seragamnya masih utuh, meski itu seragam olahraga. Ya setidaknya Nohan bisa berganti seragam tanpa perlu pulang ke rumah. "Mungkin kau perlu punya teman, Nak!" Nohan tak peduli, dan pura-pura tak mendengar. Ia memilih melangkah kembali ke toile
Di meja depan Ray yang satu kelompok dengan Jay, Ren, dan Jio sudah memasang kaca mata pelindung. Pun ketiga kawannya.Ray terlihat yang paling senang saat pelajaran Kimia dimulai, remaja itu senang membuat kekacauan di laboratorium. Sebetulnya bukan hanya Ray, tapi Jay, Jio, dan Ren juga.Bahkan satu kelas ini, kecuali Nohan tentunya.Mereka semua sengaja melakukan kekacauan di laboratorium, mengingat tiap pelajaran Kimia saat itulah jadwal piket Nohan. Mereka sengaja mengacaukan laboratorium, yang pada akhirnya membuat Nohan harus pulang terlambat lantaran membersihkan lab sendirian.Tentu saja sendirian, semua siswa yang satu jadwal piket dengannya telah diancam oleh Jay agar tak membantu Nohan, atau mereka juga akan jadi sasaran perundungan.Mereka memang jahat, mereka tidak jauh beda dari Jay dan kawan-kawannya.Monster-monster itu pasti akan beraksi mengacaukan laboratorium dengan sengaja. Batin Noha
Nohan menatap tajam Jio, yang menggebrak meja parktikumnya, membuat beberapa gelas tabung, dan pipet berbahan kaca jatuh ke lantai--yang tentunya kini berubah jadi kepingan tak berarti lagi.Pyarr...Jio tertawa jahat, diikuti tepukkan tangan oleh Jay, dan Ray. Sementara Ren hanya menatap datar ke arah sana."Bagus, Jio! Katakan padanya, bahwa jadwal piketnya hari ini! Dan tidak akan mudah untuk membereskannya," kata Jay tersenyuk menyeringai, bak monster kejam.Ray menyeringai tajam, menatap satu persatu meja di belakangnya."Jangan ada yang melapor pada guru, atau kalian akan jadi gantinya si ansos!" peringat Ray menatap tajam satu persatu meja di belakangnya.Semuanya kembali fokus pada pekerjaan masing-masing--melaksanakan praktikum yang disuruh Mr. Danes.Nohan mendesis kesal, tangannya terkepal makin kuat saja."Kau marah, Ansos?"Apa kau perlu menanyakannya? Batin No
Nohan menarik napasnya dalam, ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Bahwa mungkin akan jauh lebih baik jika ia jujur, barang kali Mr. Adam mau percaya padanya. Meski dalam hati Nohan ragu akan hal itu."Bagaimana, Nohan?" tanya Mr. Adam menatap Nohan penuh tanya.Nohan sudah meyakinkan dirinya, bahwa ini terakhir kalinya ia mengatakannya, dan jika tak dipercayai. Maka selanjutnya Nohan tidak akan berharap apa-apa lagi."Jay, Jio, Ren, dan Ray yang membuatku begini! Wajahku begini juga karena mereka!" kata Nohan sembari memandangi ekspresi Mr. Adam yang terdiam cukup lama.Aku tahu Mr. Adam pasti tak percaya. Batin Nohan."Tapi, Nohan? Kau sungguh... "Lihat? Memang seharusnya kau tidak pernah berharap pada manusia, Nohan. Mereka hanya memberikan angan-angan saja, mereka hanya mempercayai apa yang mereka lihat, bukan apa yang mereka dengar melalui cerita.Andai saja Nohan merekamnya, tapi bagaimana
"Kenapa kau melakukannya, Rokan?" tanya Nohan menatap datar seseorang, yang tengah berusaha melepaskan tali dari lehernya. Suara jatuh itu ternyata suara kursi, yang ditendang oleh seseorang, yang amat Nohan kenali. Ia adalah Rokan si ketua kelas. Rokan tengah berusaha melepas ikatan di lehernya. Jadi sepertinya Rokan ingin melenyapkan dirinya sendiri, tapi tidak berani. Ya sepertinya begitu. "To-tolong a-aku!" suara Rokan terdengar tercekat, pelahan wajah yang matanya senantiasa terbingkai kaca mata itu mulai agak pucat. "Kau ingin mati, Rokan?" tanya Nohan datar mendongak, menatap Rokan. Gelengan diberikan Rokan dengan susah payah. "Kau sudah melakukannya, Rokan! Jadi tidak bisa menggagalkannya, minta tolong saja pada Jay!" kata Nohan datar. Tolong dia, Nohan. Batin Nohan bersuara. Sebetulnya aku tidak rela kau menolongnya, Nohan. Mengingat kelakuannya yang buruk sebagai ketua kelas. Tapi tolonglah dia, aku takut dia nanti malah akan menuduhmu menjadi penyebabnya membunuh d