Terima kasih atas like, komentar dan hadiahnya. Semoga kebaikan teman-teman mendapat balasan indah dari Tuhan. Semoga suka dengan karya Akak. See Soon.
“Aqeela.” Alina menarik Aqeela duduk bersama di kasur kamarnya.“Terima kasih sudah membawa Bramasta ke rumah kita.” Wajah Alina terlihat jelas sangat ceria.“Kakak benar-benar bahagia,” ucap Alina.“Apa Kakak sangat mencintai Om Bram?” tanya Aqeela.“Tentu saja, Aqeela. Kakak sudah sangat berharap menikah dengannya. Apalagi kami sudah bertunangan,” jawab Alina. “Kakak benar-benar sedih ketika tahu dia lebih memilih kamu. Kakak benar-benar bingung kenapa tiba-tiba berubah. Padahal awalnya kami sudah sepakat menikah,” jelas Alina memegang tangan Aqeela.“Benar.” Aqeela menunduk. Dia benar-benar merasa bersalah.“Jika aku tidak menyusup ke Perusahaan Om Bram dan membuat kerugian. Pasti Kak Alina sudah menikah dengan Om Bram.” Aqeela tidak bisa tidak menyalahkan dirinya.“Aqeela, apa kamu juga menyukai Bramasta?” tanya Alina dengan lembut.“Tidak,” jawab Aqeela cepat tanpa ragu. “Jadi, apa kamu mau membantu Kakak menjadi istri Bramasta?” Alina menatap Aqeela.“Bagaimana caranya?” tanya
Aqeela masuk sendiri ke ruangan Bramasta. Dia melihat pria itu duduk di sofa dan menatap padanya. “Ada apa?” tanya Aqeela berdiri di depan Bramasta.“Apa kamu tidak mau duduk?” Bramasta balik bertanya.“Oh.” Aqeela segera duduk di depan Bramasta. “Apa kamu sudah makan?” tanya Bramasta. “Sudah. Aku makan di kantin,” jawab Aqeela.“Apa suka?” tanya Bramasta lagi.“Suka sekali. Aku suka semuanya. Perusahaan ini luar biasa.” Aqeela terlihat bersemangat. “Apa kamu mau pulang sekarang atau tetap di sini?” Bramasta memperhatikan Aqeela.“Aku akan pulang sekarang,” ucap Aqeela. “Sopir akan mengantarkan kamu.” Bramasta menyenderkan tubuhnya ke sofa. “Em….” Aqeela tampak ragu. “Apalagi?” tanya Bramasta.“Em, Kak Alina mengundang kita untuk makan malam di rumah,” jawab Aqeela. “Apa kamu mau pulang?” tanya Bramasta menatap Aqeela.“Entahlah, tetapi aku tidak bisa menolak permintaan Kak Alina,” ucap Aqeela. “Aku akan menemani kamu pulang. Kita pergi bersama,” tegas Bramasta.“Baiklah. Aku
“Halo. Salam kenal semuanya. Mohon bimbingannya,” ucap Aqeela. “Tolong bantu Non Aqeela.” Beni memperhatikan lima pria yang muda dan dewasa. Mereka benar-benar terlihat jelas langsung suka pada Aqeela. “Tentu saja. Dengan senang hati,” ucap para pria.“Silakan. Aku akan membawa kamu berkeliling.” Daren berdiri paling depan.“Terima kasih.” Aqeela mengikuti Daren. Dia benar-benar disambut baik oleh semua orang. Gadis muda yang membawa aura positif dan menyenangkan.“Bagaimana? Apa ada yang ingin ditanyakan?” tanya Daren.“Ini luar biasa. Aku sudah tidak sabar ingin bergabung,” jawab Aqeela antusias. “Kamu yang luar biasa.” Para pria itu bisa melihat ketertarikan yang kuat pada diri Aqeela untuk melakukan banyak penciptaan di ruangan canggih itu.“Aku benar-benar suka bisa berada di sini,” ucap Aqeela. “Bagus. Ini kursi kerja kamu.” Daren mengantarkan Aqeela di kursi kerjanya. “Semua program dan kerja telah berada di dalam computer. Kamu bisa mempelajari pelan-pelan dan bertanya kep
Aqeela duduk di dalam mobil. Dia memikirkan banyak hal.“Paman, apa bisa pulang ke rumah dulu?” tanya Aqeela pada sopir.“Apa ada yang mau Nyonya ambil? Pelayan bisa mengantarkan untuk Anda,” jawab sopir.“Bukan. Aku mau pulang mengambil motor,” ucap Aqeela.“Untuk apa, Nyonya. Saya siap mengantarkan kemana pun Anda mau pergi,” tegas sopir.“Mobil ini terlalu mewah untuk mahasiswi magang seperti ku.” Aqeela tersenyum. “Anda adalah istri Tuan Bramasta. Sudah sepantasnya diantar dengan mobil mewah. Kita berangkat sekarang Nyonya.” Sopir menyalakan mesin mobil dan pergi menuju Perusahaan Bramasta.“Mm.” Aqeela hanya bisa diam. Dia bukan tipe anak yang membantah orang yang lebih tua karena sudah terbiasa menjadi penurut karena didikan Marlina yang sering memaksa dan menyiksanya.“Paman, berhenti di sini saja.” Aqeela sudah tahu benar tentang Perusahaan Bramasta. Dia tidak ingin terlihat karyawan lain diantar dengan mobil milik sang suami.“Pintu utama masih di depan Nyonya.” Sopir menghen
Bramasta melihat ponsel yang tergeletak di atas meja. Dia mengambilnya dan membuka kunci dengan mudah. Pria itu memeriksa sisa panggilan. “Apa?” Bramasta mendapatkan nomor ponselnya masih tidak disimpan oleh Aqeela.“Hm.” Bramasta menyimpan dan memberi nama untuk kontaknya.“Apa yang Om lakukan pada ponselku?” tanya Aqeela.“Aku melihat layar saja.” Bramasta meletakkan ponsel di atas meja. Dia melihat pada Aqeela yang hanya mengenakan handuk pendek. Gadis itu benar-benar santai dan tenang tanpa rasa khawatir. Di otaknya sang suami kontrak tidak akan tertarik padanya.“Mandilah.” Aqeela berjalan menuju pada lemari dan berganti pakaian di depan pria itu.“Aqeela,” sapa Bramasta dengan jantung yang berdebar.“Apa?” Aqeela menoleh pada Bramasta.“Tidak apa.” Bramasta segera masuk ke kamar mandi.“Aneh.” Aqeela mengenakan dress sebatas lutut berwarna putih. “Kenapa baju seperti ini sih? Aku tidak suka.” Aqeela berdiri di depan cermin.“Aku mau baju kemeja dan celana. Hari ini harus pergi
Winarta dan Jolie pamit pulang begitu juga Bramasta dan Aqeela. Mereka semua ingin kembali ke rumah masing-masing. “Kalian menginap di sini,” tegas kakek. “Siapa?” tanya Bramasta.“Kamu dan Aqeela. Kakek sudah menyiapkan kamar untuk kalian berdua,” jelas Jolia.“Ya. Mama sendiri yang membantu dengan semangat.” Winarta tersenyum.“Apa aku juga boleh menginap?” tanya Jordi.“Kamu harus pulang,” tegas Jolia.“Aqeela. Papa dan mama pulang dulu.” Jolia memeluk Aqeela. Wanita itu sangat senang memiliki menantu yang masih muda dan imut. Dia seperti anak gadis yang memang diharapkan.“Jika libur sekolah. Datanglah ke rumah Mama untuk bermain,” ucap Jolia memegang pipi Aqeela.“Ya, Ma.” Aqeela tersenyum. Dia hampir meneteskan air mata karena pelukan dan sentuhan hangat dari Jolia. Dia tidak pernah merasakan itu semua dari sang mama.“Ehem.” Bramasta menyadari bahwa Aqeela sangat terharu. Pria itu sudah mengetahui masa lalu Aqeela.“Ma, pulanglah,” tegas Bramasta merangkul Aqeela.“Kamu juga i