Share

4. Sentuhan Hans

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2025-08-26 10:52:13

"Isabel!"

"Emily!"

Dua perempuan saling meneriakkan nama. Detik kemudian mereka berlari mendekat lalu saling memeluk satu sama lain. Keduanya saling berputar meluapkan kerinduan.

"Aku kangen banget sama kamu," ujar Emily.

"Aku juga kangen sama kamu," sambung Isabel. Pelukan mereka pun terlepas dan keduanya saling melempar senyum.

"Kita cari tempat makan sekarang? Kamu yang traktir sekarang?" Isabel berujar dengan senyuman lebar menunjukkan giginya yang rapi.

Sementara Emily malah mendelik. "Seharusnya kamu yang traktir aku tahu. Kmau baru aja pulang kerja di luar dan pastinya dapat uang banyak."

Isabel langsung memeluk lengan Emily lalu mengajaknya jalan bersama. "Mana ada? Aku baru datang. Ya harus kamu yang traktir. Memanjakan tamu."

"Tamu kamu bilang?" Dua sahabat itu tertawa bersama. Mereka mulai mencari restoran untuk makan bersama secara santai dan mengobrol ringan.

Emily memasukkan kue ke dalam mulutnya. "Jadi, bagaimana pengalaman kamu di luar negri?" tanyanya pada isabel.

Isabel mengangguk beberapa kali. "Bagus-bagus. Bisa buat aku mendapatkan pengalaman yang berharga sekali," ujarnya kemudian.

Emily malah menggeleng cepat. "Bukan. Bukan itu maksud aku."

"Lalu?" Isabel bertanya dengan kerutan di kening

"Kamu sudah menemukan jodoh belum di sana?" tanya Emily dengan diakhiri tawa.

Isabel yang mengerti maksud Emily pun langsung menyipratkan minumannya ke arah Emily. "Kamu mau ngeledek aku, ya?" Dia mendengar tawa renyah dari Emily.

"Jangan mengusik para jomblo, ya? Mentang-mentang aku jomblo dan kamu punya pasangan, enak saja nyindir-nyindir." Isabel mengerucutkan bibir.

Emily malah mengeraskan tawa. "masa sih sahabat aku yang cantik ini belum ada pasangan. Nggak percaya aku."

"Udah ya." Isabel menunjuk Emily sembari melotot lebar. Keduanya tertawa bersama.

"Setelah ini kamu mau melamar kerja di mana?" tanya Emily.

"Sebenarnya sayang banget loh. Kamu udah menemukan pekerjaan yang cocok di sana. Kenapa musti kembali ke sini dengan kondisi negara kita yang ... ya kamu tahu sendiri lah," lanjut Emily.

"Aku tuh terlalu sayang sama kamu. Maknaya aku pulang," ujar Isabel sembari memajukan bibirnya seperti ingin mencium Emily.

"Dih. Geli." Mereka tertawa.

"Sebenarnya, aku ada kejutan untuk kamu," ujar Isabel.

"Apa?" Emily tampak bersemangat.

"Kemarfin, itu aku training. Sebenarnya aku ditawari di sana juga. Tapi, sesuai dengan apa yng aku katakan tadi kalau aku tuh sayang sama kamu makanya ku balik. Dan, aku sudag mendapatkan perusahaannya sejak aku di luar," jelas Isabel.

"Benarkah?" Emily ikut senang. "Di mana?"

"Coba tebak." Isabel tersenyum.

"Ayolah." Emily menggoyangkan lengan Isabel.

"Di perusahaan suami kamu," ujar Isabel kemudian.

Terlihat Emily yang terkejut. Detik kemudian dia tersenyum senang. "Benarkah?"

Isabel mengangguk. "Iya."

"Kita bisa dekat terus." Emily menggenggam tangan sahabatnya erat.

"Jangan lebai." Isabel berujar yang mana mereka langsung tertawa bersama.

***

Emily keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk. Perempuan itu baru saja membersihkan diri setelah tadi keluar untuk menemui sahabatnya yang baru saja pulang dari luar negri. Suamianya sebentar lagi akan pulang. Jadi, dia harus membersihkan diri.

Entah karena kelelahan atau memnag tak melihat, Emily sama sekali tidak menyadari sosok pria yang kinii berada di kamarnya, berdiri santai sembari melipat tangan di depan dada.

Pria itu tersenyum miring kala melihat Emily yang sedang mengeringkan rambutnya. Tanpa basa-basi, pria itu mendekati Emily dan langsung memeluknya dari belakang.

Emily sempat terkejut. Namun, detik kemudian perempuan itu malah tersenyum. "Kamu sudah pulang?" tanya Emily. Baiklah. Dia mengira kalau itu adalah Darren, suaminya.

Dia tak mendengar jawaban. Namun, detik kemudian dia dibuat memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya kala merasakan kecupan di pundaknya. Belum lagi dia merasakan tangan Darren di bawah sana yang mulai merambat ke paha bagian dalam.

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba begini?" tanya Emily dengan suara tertahan. Dia semakin dalam menggigit bibir bawahnya kala merasakan tangan di bawah sana mulai memegang intinya.

"Darren. Pelan," ujar Emily kala jari sang suami mulai memasuki intinya dan bergerak liar. Dia mulai menyandarkan punggung pada tubuh sang suami. Emily bisa merasakan ciuman Darren yang merambat leher ke pundak lalu punggungnya. Tangan Darren yang bebas mulai meraba dada Emily.

"Darren." Emily mulai kesusahan menyebut nama suaminya karena perlakuan pria itu. Bahkan kaki Emily kini mulai terasa lelah dan perlahan keram.

Dia mulai kelelahan berdiri. "Bisa --- bisakah kita ke ranjang saja?" tanya kemudian. Dia tak mau me capai pelepasan dengan berdiri seperti ini.

"Apa kau menikmatinya?"

Detik itu juga Emily yang sebelumnya memejamkan mata kini langsung melotot mendengar suara seorang pria yang ternyata bukan milik suaminya.

Emily langsung menjatuhkan diri semampu membalikkan badan. "Kau!" Dia menatap tajam pria yang ada di hadapannya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya marah.

"Menurutmu?" Hans. Pria itu berdiri dengan posisi yang seperti tadi, ketika memeluk Emily.

Dia mengangkat tangan yang baru saja digunakan untuk memanjakan istri kakaknya.

Emily semakin melotot. "Lancang kau, Hans!" teriak Emily marah.

"Bukankah kau menikmatinya?" tanya Hans dengan senyum miring.

Satu tamparan mendarat sempurna di pipi Hans dari Emily. Perempuan itu menatap marah adik iparnya. "Keterlaluan kamu, Hans. Keluar dari kamarku!" teriaknya sembari menunjuk ke arah luar.

Selain marah, Emily juga merasa takut kalau tiba-tiba nanti Darren pulang dan memergoki mereka seperti ini. Bisa-bisa Darren akan salah paham.

"Kau yakin?" tanya Hans dengan santai. Tatapannya terkesan meremehkan.

"Kau tidak memerlukan bantuanku?" Dia kembali bertanya.

"Keluar!" teriak Emily.

Hans mengangkat kedua rangannya tanda menyerah. Pria itu langsung pergi meninggalkan Emily begitu saja.

Sedangkan Emily masih tampak syok dengan apa yang baru saja dia alami. Emily memegang kepalanya dan berniat duduk di ranjang.

Namun, baru saja selangkah maju, dia merasa lemas lalu terjatuh. Ternyata efek dari apa yang dilakukan Hans padanya be berapa lalu masih berimbas pada tubuhnya.

"Kurang ajar kau, Hans." Susah payah dia berjalan menuju ranjangnya. Emily bertanya-tanya di mana suaminya berada dan kenapa belum pulang.

Dia meraih ponsel dan berniat untuk menghubungi Darren. Dia akan meminta suaminya itu untuk cepat pulang agar bisa membantu dirinya. Terserah nanti Darren mau menggunakan tangannya. Yang terpenting sekarang dia tertolong.

Namun, baru saja dia membuka layar benda poipih miliknya, dia mefdapati pesan dari darren kalau dia akan pulang terlambat karena masih ada pekerjaan yang harus dia urus.

Emily membanting ponselnya ke atas ranjang. "Kalau begini, aku tidak bisa meminta bantuannya. Terpaksa."

Emily kembali bangkit dari posisinya dan berjalan tertatih ke arah kamar mandi.

Di luar kamar, Hans yang mengetahui itu tersenyum miring. "Salah sendiri." Setelahnya dia pun pergi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   6. Sahabat Sekaligus Selingkuhan

    "Bolehkah hari ini aku ikut kamu ke kantor?" tanya Emely tiba-tiba.Darren mengerutkan kening. "Tumben?" Mereka kini sedang berada di meja makan menikmati sarapan bersama.wajah keduanya tampak sumeringah. Ini semua karena kejadian semalam di mana Emely berhasil menyalurkan hasratnya pada sang suami meski kali ini dia yang bekerja keras. Tidak apa. yang penting sama-sama terasa meski kenyataannya Darren yang keluar duluan."Memangnya tidak boleh?" tanya Emily kemudian.Darren terkekeh. "Pasti ini karena sahabat kamu yang bekerja di kantor," ujarnya kemudian.Emely melebarkan senyumannya. "Tahu aja. Boleh, ya. Boleh?"Darren mengangguk. "Sure. Tapi ingat jangan sampai kamu mengganggu pekerjaannya karena itu akan mengganggu aku juga."Emely mengangguk patuh. Mereka kembali menikmati sarapan mereka. sepertinya hubungan mereka menjadi baik.Kegiatan keduanya tak luput dari perhatian seseorang. Hans, melihat interaksi itu dengan kesal. Dia mengepalkan tangan tetapi harus menahannya.Pria i

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   5. Bayangan Malam Bersama Adik Ipar

    "Sudah beberapa hari ini Darren selalu pulang larut malam. Sebanyak itukah pekerjaannya?" Dia bertanya penuh penasaran. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilang malam, tetapi Emely belum juga bisa tertidur dan membuatnya memilih untuk duduk di taman samping rumah ditemani dengan secangkir teh hangat.Emely terkekeh sinis kemudian. "Kenapa aku ini? Kenapa juga aku memikirkan dia? Apa bedanya dia mau pulang lebih awal atau terlambat? Sama saja bukan. Tidak ada yang dirindukan di antara kami."Emely menatap gelas yang ada di tangannya, menggambar bayangan pohon kamboja di seberangnya yang terpantul. "Hambar. Dia yang hanya akan memuaskan dirinya sendiri dan setelahnya, dia buang aku begitu saja," ujarnya seraya melempar gelas di tangan.Tak terdengar suara pecahan dari gelas itu karena benda itu terjattuh di atas rerumputan di bawahnya. Emely memejamkan matanya sembari menghela napas dalam. Tiba-tiba saja gambaran wajah seseorang terlintas di benaknya."Hans." Sontak saja perempuan itu me

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   4. Sentuhan Hans

    "Isabel!""Emily!"Dua perempuan saling meneriakkan nama. Detik kemudian mereka berlari mendekat lalu saling memeluk satu sama lain. Keduanya saling berputar meluapkan kerinduan."Aku kangen banget sama kamu," ujar Emily."Aku juga kangen sama kamu," sambung Isabel. Pelukan mereka pun terlepas dan keduanya saling melempar senyum."Kita cari tempat makan sekarang? Kamu yang traktir sekarang?" Isabel berujar dengan senyuman lebar menunjukkan giginya yang rapi.Sementara Emily malah mendelik. "Seharusnya kamu yang traktir aku tahu. Kmau baru aja pulang kerja di luar dan pastinya dapat uang banyak."Isabel langsung memeluk lengan Emily lalu mengajaknya jalan bersama. "Mana ada? Aku baru datang. Ya harus kamu yang traktir. Memanjakan tamu.""Tamu kamu bilang?" Dua sahabat itu tertawa bersama. Mereka mulai mencari restoran untuk makan bersama secara santai dan mengobrol ringan.Emily memasukkan kue ke dalam mulutnya. "Jadi, bagaimana pengalaman kamu di luar negri?" tanyanya pada isabel.Isa

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   3. Tak Ada Rasa

    3. Tak Ada Rasa *** "Mama? Papa?" Emely terkejut melihat kedatangan kedua mertuanya. Dia pun segera membuka pintu rumahnya lebar-lebar. "Masuk, Pa, Ma. Semuanya sedang sarapan." Emely memberitahu kedua mertuanya lalu mengajak mereka untuk ke meja makan. "Pa, Ma." Darren dan Hans menyapa kedua orang tuanya. Mereka juga merasa terkejut melihat kedatangan mereka. "Tumben datang pagi sekali? Tidak memberitahu sebelumnya juga. Tahu begitu Darren jemput," ujar Darren. "Kami memang sengaja datang pagi-pagi, Dar. Cuma mau lihat anak nakal ini loh," ujar Gita, mamanya Darren dan Hans. Perempuan itu menjewer telinga Hans. "Kembali ke negaranya bukannya ke rumah orang tua malah ke rumah kakaknya," lanjut Gita sembari menatap marah Hans. "Ma. Aku sampai di Indonesia malam hari. Karena rumah Kakak yang lebih dekat, makanya aku pulang ke sini biar cepat istirahat. Kakak saja juga tidak tahu aku datang." Hans berujar. "Karena kamu sukanya yang mendadak memang," ujar Gita kesal. "Terus seja

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   2. Akwward

    2. Akwward.***"Ingat. Kamu harus segera memberi Papa sama Mama cucu, Dar. Kami menunggu kabar baiknya," ujar seorang perempuan dari seberang sana. Pagi sekali Darren mendapatkan panggilan dari mamanya dan menanyakan perihal apakah istrinya sudah hamil atau belum. Dia membanting ponselnya marah karena pagi-pagi sudah mendapat ceramah."Astaga! Sampai kapan mereka menanyakan perihal cucu?" tanyanya merasa frustrasi.Pria itu menarik napas dalam lalu megembuskannya kasar. Dia segera mengenakan pakaiannya karena dia harus pergi bekerja.Menuruni tangga, dia bisa melihat Emely yang sedang menyiapkan sarapan untuknya. Mereka memang memiliki asisten rumah tangga, tetapi Emely lebih suka memasak sendiri meski terkadang ada yang membantu.Darremn mendekati meja makan dan menyadari suasana hati istrinya yang tidak baik. Pasti karena masalah semalam. Dia segera menarik tangan istrinya ketika melihat Emely akan pergi ke dapur."Aku harus mengambil minuman kamu di dapur," ujar Emely dengan eksp

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   1. Nafkah Batin Yang Tidak Memuaskan

    "Ah ... leganya." Darren baru saja menuntaskan hasratnya, nermain di atas ranjang yang panas bersama sang istri. Pria itu baru saja mencapai puncak kelegaan, melepaskan kepuasan yang mampu menyegarkan isi kepalanya.Pelan, dia mulai melepaskan inti miliknya dan juga sang istri. Tanpa berkata apa pun, pria itu segera menutupi tubuhnya yang polos dengan sebuah selimut.Darren membalikkan badan memunggungi sang istri. Dia mulai memejamkan mata lalu terlelap.Emely. Istri Darren itu hanya menatap nanar langit-langit kamar. Dia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat menahan gejolak amarah yang tertahan di dada."Selalu seperti ini," bisiknya. Dia menoleh ke arah Darren yang memunggunginya dan menatapnya nanar.Seperti malam-malam biasanya, Darren akan menuntaskan hasrat pada dirinya hingga puas tanpa memedulikan perasaan Emely. Entah perempuan itu menikmati permainan tadi, atau Emely sudah merasakan kepuasan apa belum."Aku akan mencobanya," ujar Emely kemudian. Perempuan itu sedikit mengangka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status