Home / Rumah Tangga / Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi / 5. Bayangan Malam Bersama Adik Ipar

Share

5. Bayangan Malam Bersama Adik Ipar

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2025-08-26 10:52:34

"Sudah beberapa hari ini Darren selalu pulang larut malam. Sebanyak itukah pekerjaannya?" Dia bertanya penuh penasaran. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilang malam, tetapi Emely belum juga bisa tertidur dan membuatnya memilih untuk duduk di taman samping rumah ditemani dengan secangkir teh hangat.

Emely terkekeh sinis kemudian. "Kenapa aku ini? Kenapa juga aku memikirkan dia? Apa bedanya dia mau pulang lebih awal atau terlambat? Sama saja bukan. Tidak ada yang dirindukan di antara kami."

Emely menatap gelas yang ada di tangannya, menggambar bayangan pohon kamboja di seberangnya yang terpantul. "Hambar. Dia yang hanya akan memuaskan dirinya sendiri dan setelahnya, dia buang aku begitu saja," ujarnya seraya melempar gelas di tangan.

Tak terdengar suara pecahan dari gelas itu karena benda itu terjattuh di atas rerumputan di bawahnya. Emely memejamkan matanya sembari menghela napas dalam. Tiba-tiba saja gambaran wajah seseorang terlintas di benaknya.

"Hans." Sontak saja perempuan itu membuka matanya lebar-lebar. "Bagaimana bisa wajah dia?" Dia bertanya bingung.

"Kau sedang memikirkan aku?"

Emely terkejut ketika tiba-tiba saja adik iparnya sudah berada di sampingnya. Perempuan itu menatap kesal hans yang sepertinya selalu ada di mana-mana. Hei. mereka tinggal dalam satu rumah. "Kau mengejutkan aku, Hans." Emely menegurnya

Hans mengedikkan bahu. "Sorry."

Emely memegang dadanya akibat rasa terkejut. Bisa-bisanya ketika tiba-tiba wajah Hans tergambar, pria itu sudah ada di sampingnya. "Untuk apa kau di sini?" tanyanya kemudian.

Hans terkekeh. "Aku melihatmu di sini sendirian dan tidak tega. jadi, aku datang untuk menemani," ujarnya kemudian.

"Tidak perlu." Balasan Emely dengan nada sinis.

Hans tersenyum miring. Bukannya kesal dengan sikap Emely, Hans malah mengubah posisinya dan menghadap ke arah sang kakak ipar. "Apa kau sedang memikirkan aku?"

Emely mendengus. "Kenapa kau percaya diri sekali kalau kau ada di dalam pikiranku?" Dia menunjuk ke arah kepalanya.

"Apa itu artinya jawabannya tidak ada aku di pikiran kakak ipar?" Ekspresi Hans tiba-tiba berubah.

hal itu membuat Emely mengerutkan kening. Dia melipat tangan di depan dada. "Apa itu mengganggumu?" tanyanya kemudian.

Hans tak langsung menjawab. Pria itu menatap Emely yang duduk di hadapannya dengan lamat-lamat. Tiba-tiba saja Hans membungkukkan badan, mengukung Emely dengan tubuhnya disertai kedua tangan yang di sisi tubuh Emely bertumpu pada meja di belakang kakak iparnya.

"Ya." Hans mengangguk. "Sangat," ujarnya kemudian.

Emely yang masih terkejut dengan kelakuan adik iparnya tak bisa berkata-kata. Perempuan itu bahkan menahan napasnya masih dengan bola melotot.

Sedangkan Hans malah menundukkan kepalanya. Terdengar helaan napas dalam lalu beberapa saat kemudian dia kembali menatap Emely. "Kau tahu? Sejak malam itu, aku tidak bisa membuangmu dari pikiranku," ujarnya jujur.

"Setiap waktu aku selalu memikirkan kamu. Mengingat wajahmu, mengingat suaramu, mengingat setiap lekukan tubuhmu, halusnya kulitmu, merdunya suara kamu ketika kamu mendes---"

Plakk

Satu tamparan mendarat sempurna di pipi Hans sampai wajah pria itu menoleh ke samping. "Jangan lancang, Hans."

Lagi. Hans tidak marah. Pru itu kembali terkekeh, tetapi ekspresinya berbeda dari sebelumnya. Tampak kini wajah Hans lebih tegang. "Kau pikir aku senang?" tanyanya kemudian.

Pria itu bangkit dari posisinya lalu berteriak marah! "Kau pikir aku senang dengan hal ini? Dibayangi dirimu tanpa bisa aku berbuat apa-apa karena kau adalah kakak iparku?" Dada pria itu naik turun. Sepertinya Hans sedang meluapkan segalanya.

"Sebaiknya kau abaikan itu saja, Hans," ujar Emily kemudian.

Hal itu membuat Hans terpancing emosinya. Sekali lagi, tiba-tiba saja Hans menunduk dan satu tangan Hans kini memegangi kepala Emily untuk mendekatkan wajah mereka, sedikit saja bergerak maka bibir keduanya akan saling menempel.

"Katakan. Katakan yang sebenarnya. Benarkah tidak ada aku di pikiran kamu? Sedikit. Sedikit saja karena kau ... benar-benar menyiksa pikiranku," ujar Hans dengan berbisik. Bahkan dia memberanikan diri untuk mengecup bibir kakak iparnya.

Untuk sesaat Emely terpaku dengan apa yang dilakukan Hans padanya. Namun, dia mulai tersadar kala Hans mulai berani dengan melumat bibirnya. Emily segera mendorong dada adik iparnya menjauh.

Dia pun segera bangkit dari duduknya dan menatap tajam Hans. "Sebaiknya kamu buang semua itu, Hans. Karena aku adalah kakak iparmu," ujar Emely sebelum perempuan itu meninggalkan Hans begitu saja.

Sedangkan Hans hanya menanggapinya dengan senyuman miring. "Kata-katamu seakan sedang memperingatiku tentang statusku," ujarnya kemudian.

Di lain sisi, Emely langsung menuju kamarnya dan menutup pintu cukup keras. Perempuan itu menyandarkan punggung pada sandaran pintu.

Emely tak pernah berpikir kalau hal tadi bisa terjadi. Tanpa sadar, dia memegangi bibinrya yang baru saja dicium pria lain, bukan suaminya melainkan adik iparnya.

"Hans," bisiknya. Bohong. Bohong jika Emely tidak terbayang sosok Hans. sama sepert Hans, semenjak malam panas mereka, dia terus terpikirkan pria itu. Bukan ingin tetapi ini di luar kendalinya.

Emely menggeleng. "Tidak. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ini salah. Ini salah."

Tiba-tiba saja Emely dikejutkan dengan kedatangan Darren. "Kamu kenapa?" Darren bertanya bingung.

Emely menatap suaminya lamat-lamat. Tanpa kata, dia langsung memeluk Darren dan menciumnya secara brutal.

Saat ciuman mereka terputus, Darren menatap Emily semakin bingung. "Are you oke?"

"Kamu sudah beberapa hari pulang malam. Aku sangat merindukan kamu," ujar Emily dengan memburu dan kembali ingin menciumnya.

Akan tetapi Darren menahannya. "Kalau kita lanjutkan hal ini, kamu tahu akan mendapat kekecewaan nanti."

Emely tahu apa yang dimaksud Darren. "Untuk kali ini, biarkan aku yang bekerja agar kita bisa sama-sama mencapai kepuasan." Tanpa aba-aba Emely mendorong tubuh Darren ke atas ranjang sembari melucuti pakaian dengan rasa tidak sabar.

Darren lupa kalau dia belum menutup pintu kamarnya. Alhasil, seseorang melihat apa yang mereka lakukan dengan marah dari luar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   35. Menyerah

    "Darren. Apa maksud mama kamu?" tanya Isabel panik, perempuan itu segera mendekat Darren dan menggoyangkan lengan sang kekasih untuk meminta jawaban.Gita hanya diam memperhatikan keduanya.Sedangkan Darren masih dalam keadaan terpaku setelah mendengar perkataan mamanya. Kalau sampai benar apa yang dikatakan sang mama, itu artinya dia ....Ah tidak-tidak. Bukan hanya dia, tetapi Isabell lah yang paling dalam keadaan berbahaya. Dia menatap Isabel dab memegang tangan perempuan itu kuat-kuat."Darren. Sakit," ujar Isabel yang berusaha untuk melepaskan genggaman tangan sang kekasih.Saking khawatirnya, Darren tanpa sadar meremas tangan Isabel dengan sangat kuat sampai perempuan itu kesakitan. "Maaf-maaf." Darren segera melepaskan genggaman tangannya pada tangan Isabel."Ada apa?" tanya Isabel kemudian. Dia menatap Darren yang terlihat jelas ekspresi kekhawatirannya."Kamu harus kembali keluar negri," ujar Darren kemudian kembali menggenggam tangan Isabel. Kali ini jauh lebih lembut dari s

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   34. Pemberitahuan Dari Gita

    "Mama?" Setelah mendapat pemberitahuan kalau dirinya dipanggil oleh sang mama, Gita langsung bergegas menuju ruangan Visha. Dia tampak bingung melihat ekspresi mamanya yang terlihat sangat marah.Visha menatap tajam satu-satunya anak yang dia miliki. "Apa yang sebenarnya kamu ajarkan terhadap anak kamu, Gita!"Melihat kemarahan mamanya, Gita langsung paham. Pasti Darren baru saja melakukan sebuah kesalahan yang besar. Perempuan itu pun langsung menunduk ketakutan. "Ma---maaf, Mama. Apa yang telah Darren lakukan?" Ya. Bertanya yang hanya bisa dia lakukan saat ini."Putar," ujar Oma Visha. Tak lama, layar besar di belakangnya memutar sebuah vidio kejadian. Gita yang melihat itu melotot seketika.Dia segera menunduk kembali. Kedua tangannya saling bertaut satu sama lain. "Ma--maaf, Mama."Oma Visha menggeleng pelan. "Ini sudah berada di luar kendali, Gita. Apa yang akan dia lakukan setelah ini? Menghancurkan keluarga kita?" tanyanya dengan suara penuh penekanan.Gita pun menggeleng cepat

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   33. Oma Visha vs Emely

    "Silakan, Nona," kepala pelayan kediaman utama mempersiapkan Emely untuk menuju ke ruangan di mana Oma Visha sudah menunggu di sana.Emely bangkit seraya mengembuskan napas kasar. "Dia yang katanya ingin bertemu tapi kenapa masih aku yang diminta menunggu." Dia tidak bertanya, tetapi menggerutu. Perempuan itu pun berjalan menuju ruangan pertemuannya bersama Oma Visha. Dia memasuki sebuah ruangan di mana Oma Visha sudah ada di sana, menyambut kedatangannya dengan senyuman."Selamat datang, Emely," ujar Oma Visha."Terima kasih, Oma." Emely menjawab dengan sopan. Dia mengedarkan pandangan, menatap ke segala arah dan menyadari kalau ada yang datang sebelum dirinya. Itu kenapa tadi dia diminta untuk menunggu.Tapi, siapa? "Sepertinya ada tamu yang menemui Oma tadi," ujarnya kemudian.Oma Visha mengangguk. "Ya. Kamu benar.""Siapa?" Emely bertanya penasaran. Meskipun, dia akan tahu hasil akhirnya."Apa itu penting untuk kamu?" tanya Oma Visha kemudian.Benar bukan? Emely pun menggeleng. O

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   31. Kebodohan Isabel

    Pertemuan dengan Emely beberapa waktu lalu di toko pakaian menyisakan kekesalan di hati Isabel. Niat hati ingin pamer pada perempuan itu, dia sendiri yang malah dibuat kesal dan dipermalukan di depan umum.Namun, bagaimanapun juga apa yang dikatakan Emely tadi membuat Isabel kepikiran. "Apa benar yang dia katakan?" tanyanya kemudian.Perempuan itu sedang berada di dalam taksi menuju pulang. Mood dia berbelanja sudah lesap seketika karena insiden tadi. Menyangga dagu dan terus memerhatikan ke luar kaca mobil, Isabel terus berpikir."Apa benar sebenranya Darren sudah jatuh cinta sama Emely?" tanyanya kemudian. Dia terus bepikir akan hal itu."Bagaimanapun selama aku sekolah di luar negri, hanya Emely yang ada di dekatnya. Banyak hal yang bisa saja terjadi di antara mereka. Dan ... dan bisa jadi Darren memang sudah memiliki perasaan terhadap Emely. Isabel mulai panik.Dia ingat, Darren memang selalu mengeluarkannya di luar ketika mereka melakukan hubungan. Kalau pun tidak sengaja, setela

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   30. Keuntungan Pernikahan

    Perdebatan terjadi di dalam keluarga Emely. Di mana tiga orang tengah memperdebatkan keputusan Emely yang ingin berpisah dengan Darren. Terlihat Andi, ayah Emely yang merasa tidak setuju dengan keputusan putrinya yang ingin berpisah. "Pah. Apa tidak sebaiknya kita bicarakan lagi hal ini dengan Nyonya besar? bagaimanapun keputusan Emely itu bukan main-main. Dia membicarakan tentang perceraian," ujar pria itu mencoba meyakinkan papanya agar papanya itu kembali memutuskan untuk berpisah kepadanya. Sayangnya, sepertinya itu akan sulit. "Apalagi yang harus dibicarakan? Darren sudah salah. Dia berselingkuh. Bagi papa apa yang dilakukan Emely sudah benar," ujar pria tua itu kemudian. "Iya, Ayah. Kenapa sih Ayah sepertinya tidak setuju kalau Emely akan bercerai dengan Darren? Darren sudah menyakiti anak kita loh," ujar Cahya ikut menyambung kemudian. "Bu. Hubungan rumah tangga itu bukan main-main. Sebaiknya kalau ada masalah dibicarakan dulu, jangan langsung mengambil keputusan dengan

  • Tidak Suami, Adik Ipar Pun Jadi   29. Tamu Tak Diundang

    Emely tertawa tiada henti, perempuan itu merasa puas dengan apa yang baru saja dia lakukan terhadap Isabel. "Sudah. Nanti perut kamu keram gara-gara banyak tertawa," ujar Hans. Pria itu sedang menyetir kendaraannya."Habis. Rasanya puas banget lihat dia seperti itu. Coba saja kamu tadi lihat bagaimana ekspresi khawatir, ketakutan dan gelisahnya Isabel. Pasti kamu juga akan terus tertawa seperti aku," ujar Emely di sela tawanya.Hans mendengus. "Kamu lupa apa bagaimana? Kamu, kan yang melarang aku untuk ikut masuk," ujarnya kemudian."Eh? Iya juga." Emely terkekeh dengan tingkahnya sendiri."Ngomong-ngomong, kamu yakin kalau Isabel akan menuntut Darren agar menikahinya?" tanya Hans kemudian.Emely mengangguk penuh keyakinan. "Pasti. Aku kenal Isabel bukan hanya setahun atau dua tahun. Tapi bertahun-tahun sejak kami sekolah dasar. Jadi, aku tahu betapa ambisinya dia bagaimana dan tekad dia yang jika menginginkan sesuatu maka dia harus mendapatkannya," ujar Emely dengan senyuman dan eks

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status