"Kau, akan aku pastikan bertekuk lutut denganku, Mas," ucapku masih dengan hati panas.Apakah aku harus menerima ini semua? Dia lebih memilih kedua wanita itu dibandingkan dengan diriku. Apakah aku harus sakit hati? Sementara, aku merasakannya dan dia tidak peduli dengan perasaanku."Ibu, kau baik-baik saja?" tanya Ana terus mengamatiku. Aku tahu dia pasti juga sakit hati dengan perlakuan ayahnya. "Mereka sudah menjalin hubungan selama 2 tahun dan aku tidak mengetahuinya. Sialan," batinku tidak menghiraukan Ana."Sudahlah, lebih baik kita membiarkan Ibu sejenak untuk menenangkan batinnya. Kita pun sangat kecewa dengan kejadian hari ini. Ibu, ada kami yang akan menemanimu. Kami akan selalu bersamamu." Perkataan Ema yang sangat menyentuh. Dia benar-benar seorang anak yang bisa aku andalkan. Sementara, Ana kini terdiam masih saja memejamkan kedua matanya dengan sangat kuat. Dia sedikit berbeda dengan Ema yang selalu saja mengatasi semuanya dengan tegas. Ana memiliki hati yang sangat lemb
Tidak aku sangka mas Farus membentakku seperti itu. Padahal aku tidak melakukan apa pun kepada Melisa. Wanita keparat itu tersenyum sinis menatapku. Sialan, dia sudah menjebakku seperti ini."Dia sekarang sedang mengandung. Maya, kenapa kau seperti itu? Maya, aku tahu ... aku ini salah tidak memberitahukan semuanya kepadamu. Tapi kau tidak boleh seperti itu. Di mana perasaanmu?" ucapnya dengan sangat keras sambil menunjukku dengan tegas. Sementara Melisa semakin memeluknya dan menangis, lalu memegang perutnya dan merintih kesakitan. Aku hanya bisa terdiam kaku melihat semua adegan itu. "Sudahlah, Mas. Jangan membentak dia. Aku tahu pasti dia akan sangat marah melihatku tiba-tiba datang dengan cara seperti ini," ucapnya masih saja menangis. Mas Farus menariknya lalu mengajak duduk di kursi sofa. Mengambil satu lembar tisu dan mengusap keringat Melisa. "Kenapa kalian ke sini? Mas, ini adalah rumahku. Nanti aku akan mengurus surat perceraian. Kau lebih baik pergi dari sini. Tinggal saj
Melisa terdiam kaku. Kedua matanya melebar. Tangannya pun mengepal. Dia tidak menyangka Mas Farus dengan mudah aku kendalikan. Sejenak dia masih menatapku. Aku masih saja berada di dalam dekapan suamiku.“Melisa, aku tahu kita sudah melakukan perjanjian. Tapi ... jangan lupa. Kau sudah menerima jika aku bisa berbagi. Kita sudah sepakat. Lebih baik kau pulang dulu, setelah itu aku akan menemuimu satu minggu lagi,” balas suamiku dengan mengusap wajahnya yang berkeringat. Aku tahu. Dia pasti sangat kebingungan dan panik. Memiliki 3 ranjang. Hah, kejutan macam apa ini? Aku benar-benar tidak bisa membayangkan akan menimpa diriku.“Mas, kau sudah berada di rumah Maria 6 hari. Kau sudah berada di sini setelahnya. Lalu, bagaimana denganku?” Melisa menekan dadanya yang pasti sangat sesak. Entah drama apa lagi yang akan dia lakukan."Mas, aku benar-benar--"“Kau tahu kan, aku mengalami kecelakaan saat pulang dari rumah Maria. Kau selalu mencariku, padahal aku sudah mengatakan akan membaginya da
“Maya, kau!” Mas Farus mendekatiku dan akan menamparku.“Ayah!” teriak Ema sangat keras. Dia berhasil membuat ayahnya menghentikan gerakan. Hatiku berdebar kencang. Aku memberanikan diri untuk melawannya. Padahal, selama ini aku dibilang istri penurut.“Ibu memintamu pergi,” ucapnya tegas. “Dari tadi aku mengawasimu. Kau, sama sekali tidak punya perasaan. Aku tidak menyangka kau akan seperti ini. Benar-benar kejam,” lanjutnya masih dengan pandangan tajam. Ana hanya bisa menangis di sebelahku. Mbok Sri segera memeluknya.“Apa kalian tidak mencintai Ayah? Dengarkan. Ayah melakukan ini untuk membuat kalian bahagia. Kalian selama ini hidup enak dari uang mereka. Dan Ayah yang mengusahakannya.” Mas Farus akan mendekati Ema. Anak itu segera mendorong tubuh ayahnya.“Aku sudah bilang, pergi!” Ema semakin berteriak, menunjukkan jemarinya ke pintu keluar.“Ema, aku ayahmu!” balas Mas Farus membentak sangat keras dan menampar anakku. Aku benar-benar tidak terima!“Pergilah! Jangan pernah kembal
Seorang anak? Tentu saja dia pasti akan memiliki seorang anak. Dua tahun mereka menjalin hubungan. Apalagi yang bisa mereka lakukan selain berhubungan intim dan menikmati semuanya. Video yang aku lihat sebelumnya sudah menjelaskan kejadian itu semua.“Keluar!” teriakku kencang. "Aku ingin kau keluar, Maria," lanjutku masih membentak.“Hmm, kau harusnya sadar!” balasnya semakin membentakku. “Dia bukan milikmu. Kau tidak bisa mempertahankan rumah tanggamu. Yang harus kau lakukan adalah menceraikannya. Hanya itu,” lanjutnya dengan nada sedikit pelan. Namun, masih memperlihatkan senyuman kemenangan.“Lalu, apakah dia milikmu?” Kini aku membalas senyuman itu. Tawaku semakin kencang. Tidak peduli Maria semakin geram sambil menatapku tajam. Aku tetap memperlihatkan diriku lebih kuat darinya. Aku tidak akan lemah!“Kau yang harusnya sadar. Mas Farus memiliki tiga istri. Kalau pun aku menceraikannya, kau tetap tidak akan pernah bisa untuk membuatnya menjadi milikmu. Dia masih memiliki Melisa.
Aku membuka kedua mataku dengan mendadak setelah sadar ada seseorang memberikanku napas buatan.“Febri ...,” ucapku lemas. Kenapa dia ada di sini? Apakah dia mengikutiku?“Mbak, kau tidak waras. Apa kau mau bunuh diri?” Febri menarik napas panjang. Dia mengusap wajahnya yang basah, lalu kembali mengamatiku. Satu hal yang membuatku tidak enak, dia memberiku napas itu. Bibirnya bersentuhan denganku. Lebih baik aku tidak akan pernah membahasnya.“Febri, kau di-sini ...,” ucapku masih tidak bisa berkata dengan baik.“Sudahlah, Mbak. Aku akan membawamu pergi dari sini.”“Febri, apa yang akan kau lakukan?”Mendadak dia menggendongku. Membawaku masuk ke dalam mobilnya. Membantuku duduk di kursi depan. Lalu, memasangkan sabuk pengaman. Satu hal yang membuatku tidak mengerti. Dia sejenak menatapku sebelum menutup pintu mobil dan masuk kembali, kemudian duduk di kursi kemudi. Ada sesuatu hal di dalam pandangannya. Apakah dia mengetahui perbuatan kakaknya?“Maafkan aku, Febri,” ucapku sambil men
Aku akan menghadapi mereka. Aku tidak bersalah, dan mereka tidak akan pernah bisa menjebakku. Ketiga polisi itu berjalan mendekatiku yang masih bergeming dengan jantung berdebar.“Anda pasti akan bertanya, mana surat perintahku,” ucapnya sambil menyodorkan surat itu kepadaku. Dengan perasaan cemas, aku menerima surat itu.“Aku tidak pernah menerima surat panggilan apa pun. Kalian bisa memeriksa kamera cctv. Tidak ada yang pernah mengirimkan surat itu.” Aku mengarahkan tangan ke tempat pak satpam. Mereka semua mengikutiku ke sana, dan masuk ke dalam ruangan itu.Aku segera menghubungi pihak teknisi yang mengatasi semua isi kamera cctv rumahku. Mereka segera datang ke rumah setelah beberapa menit. Posisi kantor mereka tidak jauh dari rumahku.“Pak, tolong tunjukkan isi kamera cctv selama beberapa hari lalu,” pintaku masih saja cemas.Mereka segera melakukannya. Kami mengamati hari demi hari semua kegiatan yang ada di rumah. Hingga aku terkejut. Ana menerima surat dari polisi yang ke rum
Dia sudah gila. Hubungan dahsyat? Hubungan seperti apa itu?“Hei, jangan konyol.”“Maya, ayolah. Kau itu sangat cantik. Jangan menjadi wanita pasif. Jadilah wanita liar. Dominasi suamimu. Buat dia merindukanmu. Lalu, tangkap dia seperti nyamuk. Sekali hap, mati.”Aku menggelengkan kepala. Entah apa yang dia omongkan. Tapi, setelah aku berpikir, dia memang benar. Suamiku sudah melakukan dengan dua wanita lain, dan entah gaya apa yang sudah dia lakukan. Mungkin aku harus mencobanya. Mungkin selama ini aku monoton dan tidak pernah sesuai harapannya. Terlalu egois dan lupa dengan keperluan suamiku, yaitu hasrat yang terkadang wajib liar.“Aku akan memikirkannya,” balasku singkat lalu masuk ke dalam mobil.“Memikirkannya?” tanya Ema sambil mengangkat kedua tangannya. Dia akhirnya masuk ke dalam mobil. Mengendarai sambil sesekali melirikku.“Febri. Hmm, dia menghubungiku, lalu menemuiku. Aku melihat sesuatu di kedua mata itu,” ucap Ema membuatku menolehkan pandangan ke arahnya.“Apa maksudm