Share

Aksi Bi Tinah

Tiba-tiba angin berembus kencang. Keheranan tentu itu yang dirasakan, dari mana arah angin menerpa tersebut hadir, sementara rumah tertutup, hanya lubang angin kecil di atas pintu saja. Angin tersebut memadamkankan korek api yang dipegang oleh Bi Tinah.

Ketakutan menyergapi, bulu kuduk meremang. Suasana sunyi senyap. Segera Ria berinisiatif mendekati Mak, merapatkan tubuhnya. Ria merasa ada yang tak beres. Maknya menyambut dengan merangkulkan tangannya ke bahu Ria.

"Takut aku, Mak," lirih Ria.

"Sama Mak pun takut, tapi kita minta tolong pada Allah, semoga Bibimu dibantu Allah, Nak. Mudahan malam ini terlewati dengan lancar." ucapan Mak Ria mencoba menghibur dengan suara bergetar. Dapat dirasakan dia pun merasakan kekhawatiran.

"Bersiap, orang ini melakukan perlawanan," ucap Bi Tinah dengan wajah serius.

Lampu mendadak padam. Gelap gulita dengan angin semilir terasa dingin menembus tulang. Dengan gemetar Ria mencoba merogoh ponsel di saku. Mencoba menghidupkan senter. Namun, karena terlalu gugup ponsel itu terjatuh ke lantai. Tubuhnya kaku tak dapat bergerak. Mulut tak mampu mengeluarkan suara. Seperti patung, tangan maknya yang tadi berada di pundak sudah tidak ada lagi. Ke mana maknya? 

"Jangan ganggu dia!" Suara Bi Tinah terdengar membentak dengan keras.

Ria tak tahu Bi Tinah berbicara dengan siapa. Tapi sesuatu terasa dibelakang lehernya panas hembusan napas dan bunyi erangan halus.

Bruk! 

Terdengar bunyi keras seperti benda yang terjatuh. Lampu pun kembali menyala. Terlihat Mak Ria di sudut pintu meringkuk ketakutan. Sedangkan Bi Tinah tepat berada sekitar tiga langkah di hadapan Ria. Berdiri dengan memegang tasbih, tubuhnya basah dengan keringat. Wajah bibinya Ria tersebut pucat dan tegang.

"Belum berakhir, Ria, baca apa saja yang kau hapal, dalam hati ingat Allah. Jiwamu lemah, sehingga dia inginkan. Ingat, Ria!" teriakan Bi Tinah memecahkan keheningan.

"Aku terlalu menganggap remeh, ternyata mereka bergabung, ini sedikit sulit!" tambahnya lagi.

Entah apa yang dimaksud Bi Tinah, Ria tak begitu mengerti siapa yang dimaksud dengan 'dia'. Ria dengan cepat membaca hapalan dalam hati. Ria ingin bisa bergerak dan segera mendekati maknya.

Angin kencang kembali hadir kali ini diiringi bau amis yang sangat menyengat. Bi Tinah mengambil posisi bersiap. Ia memasang kuda-kuda dan melemparkan kain jilbab depanya yang panjang ke belakang punggungnya. Mungkin agar lebih leluasa melakukan pergerakkan melawan makhluk itu. Angin kuat membuat peralatan rumah terjatuh berserakan. Ria tertekun melihat maknya sudah pingsan. Mata Ria membesar, tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Tubuh Bi Tinah bergetar hebat. Mulutnya tak henti merapalkan berbagai bacaan. Entah apa, Ria tak dapat mendengarkan dengan jelas. Posisi Bi Tinah yang berdiri mendadak bersimpuh. Dia memegang dada. Wajahnya meringis, merasakan sakit nyeri. Ada apa dengan Bi Tinah? Batin Ria berkata. Membuat Ria cemas dan lengah dari bacaannya di dalam hati.

Ria merasakan hawa panas merasuk mengalir ke dalam tubuh. Membuat tubuhnya yang semula seperti batu menjadi bergoncang hebat. Senyuman Ria berlahan seperti lengkungan sabit memandang tajam ke arah Bi Tinah.

Bi Tinah balas menatap tajam ke arah Ria. Otaknya telah mengambil kesimpulan. Seraya berteriak, "tidak!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status