Sesampai di rumah dengan cepat Ria menelepon Bi Tinah serta menceritakan kejadian yang terjadi di kantin kampusnya. Bi Tinah menjelaskan, Ria terlalu terburu-buru dan melakukan sesuatu tanpa pertimbangan. Tapi Bi Tinah juga maklum karena hal ini baru pertama Ria hadapi. Jiwa muda masih bergejolak sehingga Ria begitu bersemangat untuk mengaplikasikan ilmunya.
“Seharusnya jika kau ingin mengusir jin tersebut. Kau juga harus mempertimbangkan si tuannya yaitu si pemilik kantin yang telah membuat perjanjian. Air najis yang disiramkan padamu itu ada maksud tujuannya itu, Ria. Itu akan memberi kekuatan pada jinnya. Untung saja itu siang hari dan tepat pada hari Jumat. Jika malam bisa habis kau Ria,” jelas Bi Tinah dari seberang telepon.
Dilanjutkan dengan berbincang-bincang tentang hal lain, Ria menceritakan kesehariannya. Bi Tinah menanggapi dengan sedikit bicara dan diiringi nasihat.
“Ria! Tolong Mbok!” teriak Mbok Nami terdengar d
Minggu pagi cerah, langit dihiasi mentari yang mentereng. Ria membawa sarapan ke kamar Clara. Clara masih terlihat terbaring pulas. Ria membuka gorden tipis, membuat kamar menjadi terang. Panas memancar ke tubuh Clara membuat tubuh gadis itu mengeliat. Clara mengubah posisi menjadi menelungkup. Ria mendekati tepian ranjang.“Clara, bangun Cla, udah pukul 09.00,” Ria mengelus pelan bahu gadis bergaun merah tersebut.“Hm.” Clara membalikkan tubuh. Matanya masih setengah terpejam akhirnya terbuka lebar. Mendapati Ria di hadapannya.“Ngapain, kau dikamarku?” tanyanya ketus. Jari lentik itu memijit pelipis merasakan pening yang masih mengelayut di kepalanya.Ria tersenyum menangapi reaksi sepupunya.“Aku bawakan sarapan sop panas, agar badanmu enakkan Cla,” jawab Ria. Mengambil nampan berisi makanan yang tadi ditaruhnya di nakas.“Mbok Nami mana?”“Oh, itu. Tadi Mbok Nami be
Pulang kuliah Ria menemani Nisa pindah ke tempat indekos baru. Rumah kecil berleret enam hanya berukuran 3x3 per kamar berada di samping rumah induk pemiliknya. Nisa pindah, karena menginginkan jarak yang lebih dekat dengan tempat kuliah. Barang milik Nisa tidak begitu banyak sehingga hanya memakan waktu sebentar.Mereka menata ruangan tersebut bersama-sama. Tilam kecil berada di sudut kamar. Kompor gas setungku bersanding dengan magig com ukuran satu liter beras.“Alhamdulillah beres, makasih ya, Say, dah nolongin,” ucap Nisa sembari menggelap keringat di keningnya.“Tinggal kenalan ama tetangga kamar lagi nih,” sambungnya lagi.Ria yang sedang meneguk air minum, mengoyangkan gelas yang berisi air setengah.“Memangnya berisi semua kamarnya, Sa?” tanya Ria.“Hm, kata Ibu kosnya sih penghuni baru semua. Lama juga kosong ke enam-enamnya, kenapa?”“Ada yang aneh?”
Jalanan kota selalu ramai tak terkecuali pada malam hari. Aktivitas warga seperti tiada batas waktu. Kerlap – kerlip lampu menghiasi ibu kota salah satu propinsi di Pulau Sumatera itu. Di salah satu tempat terdengar hingar bingar musik. Aroma alkohol menyeruak. Di lantai terlihat banyak umat manusia yang berjoged ria mengikuti irama yang menghentak. Liukan tubuh manusia semakin seiring dengan music yang berdentum. Musik di mainkan dengan piawai oleh Disk Jockey yang memakai topi hitam memakai jaket hoody.Seorang lelaki duduk di sudut ruangan. Menikmati minuman sendiri. Matanya memandang lurus pada barisan insan-insan yang menari. Pencahayaan yang remang-remang memperlihatkan garis wajahnya yang dingin. Hidung mancung bertenger pada wajah berbentuk lonjong itu. Rahang ditumbuhi dengan bulu halus yang sudah minta dicukur. Mata berbinar dengan iris berwarna hazel. Menambah kesempurnaan pahatan sempurna pada sosok tersebut. Tampan dan menawan itulah kata yang tepat t
Ria menghampiri Afran, meletak telunjuknya di bawah hidung Afran. “Syukurlah, bukan mayat. Hei, bangun!” Ria menepuk pipi Afran berulang kali.Afran belum juga membuka matanya. Ria menyapu pandangan sekeliling. Berharap ada mobil yang melintas. Sepi, hanya ada angin malam yang berembus menembus tulang. Kembali Ria mencoba menyadarkan Afran. Kali ini Ria merogoh tas ransel kecil miliknya. Menemukan minyak angin yang selalu di bawanya. Menempelkan pada lubang hidung Afran. Aroma mint yang tajam membuat Afran akhirnya mengerakkan matanya. Tubuhnya terasa remuk membuatnya meringis.Afran memegang dadanya yang terasa nyeri. Tatapannya heran terlihat dari wajahnya. Melihat Ria dihadapannya. Lelaki yang baru saja dipukuli hingga babak belur itu mencoba mengumpulkan kesadaran.“Siapa kau?” tanyanya. Tubuhnya tersentak mengambil posisi duduk yang lebih tegap.“Aku Ria, tadi kulihat tiga preman mau membuang anda ke sungai?”
Pagi yang cerah. Ria bersiap akan pergi kuliah. Mengenakan baju kemeja dengan warna lembut dipadukan rok blisket berwarna hitam. Tak lupa jilbab segi empat berwarna senada dengan rok ia kenakan. Lipstik berwarna nude dipoleskan pada bibir tebal tapi beukuran mungil. Terakhir, ia meraih tas mengecek bawaan. Beranjak keluar kamar menuju dapur.Mbok Nami masih sibuk berkutat dengan sendok dan kuali. Aroma nasi goreng menguar menggoda selera. Senyum Ria mengembang.“Wah, enak nih, Mboh!” sapanya dengan bersemangat.“Sarapan kita lagi, yuk Non,”“Aku yang ini aja deh, Mbok.” Ria menyendok singkong rebus ke piringnya.“Mbok, lama kali sarapanku diantar?” Suara Clara melengking. Ia pun mengambil duduk di hadapan Ria. Melirik dengan apa yang disantap oleh Ria. Ria santai melanjutkan mencolek singkong ke sambal dan mengunyahnya pelan.‘Maaf. Non. Ini udah masak. Tunggu Mbok masukkan piring dulu ya
Suasana café berkonsep minimalis begitu romantis. Iringan alunan musik melankolis mengalun indah. Lampu kecil dengan jumlah banyak menjadi hiasan. Beberapa pasang muda-mudi terlihat mengisi deretan meja. Di slah satu sudut terlihat Ria dan Afran saling beradu tatap.Iris mata hazel milik Afran tak lepas memandangi dengan lekat pada wajah gadis di hadapannya. Ria terlihat gugup serta menundukkan kepalanya. Jemarinya memainkan ujung jilbab. Semilir angin dingin justru membuatnya berkeringat. Rasa gugup begitu menguasai gadis yang tak pernah jatuh cinta tersebut.Sosok lelaki di depan Ria tersebut mengulas senyum. Ria menjadi kikuk dan mati kutu. Ada gelenyar aneh menjalari setiap urat tubuhnya. Degup jantung berdetak lebih cepat dari kerja kondisi normalnya. Benak Ria bertanya-tanya, apakah gerangan yang akan disampaikan oleh Afran.Suara azan salat Subuh terdengar nyaring dari ponsel Ria. Gadis berkulit putih itu mengerjapkan mata serta mengeliat. La
“Saya butuh bantuanmu.” Afran menatap serius pada gadis berambut panjang itu. Setelah mereka memutuskan untuk singgah di sebuah café yang sepi, karena masih sore.Ria yang sedang mengaduk sedotan pada minuman teh esnya menghentikan tindakannya. Masih dengan memperhatikan es batu berbentuk dadu yang masih berputar-putar. Alis Ria bertaut---menciptakan kerutan di keningnya.“Maksud, Bapak?” Pertanyaan itu akhirnya tercelos dari bibir berwarna nude itu.“Hm, begini. Saya butuh pengawal, tapi tidak terlihat kentara, artinya saya harus terlihat seperti tidak sedang membawa bodyguard,” terang pria berpostur tinggi itu pada Ria. Kedua manik matanya pun masih menatap lekat pada Ria.“Aduh mata itu, kenapa juga setajam itu ngeliatin akunya,” Ria membatin dalam hatinya.”Eh, tapi mata itu kok bagus kali ya, kayak mata orang Barat aja lah,” lanjut Ria masih membantin. Bayangan mimpi romantis itu
“Aman aku akan telepati dengan Tuan Guru Shaleh dulu, percaya sama aku ni,” Bi Tinah meyakinkan.“Makasih kak.” Mata Bi Laila memandang haru, lengkungan senyuman itu pun menghiasi wajahnya. Bi Laila merasa bersyukur bisa berkumpul dengan Bi Tinah dan juga memiliki murid yaitu Ria.Bi Laila harus menyelesaikan masalah anaknya yang menjadi pikirannya beberapa hari ini. Semenjak suaminya memutuskan menikah lagi, ia sebenarnya menerima hal itu dengan lapang dada. Merasakan bahagia juga akhirnya, mantan suaminya dapat pengantinya. Tapi tidak dengan anak mereka. Remaja itu perlu beradaftasi untuk menerima wanita lembut itu menjadi ibunya. Sebenarnya Bi Laila telah menyelidiki latar belakang dari istri mantan suaminya itu. Hasilnya tidak buruk. Wanita itu memiliki catatan yang bersih. Mungkin anaknya saja yang masih memiliki hal yang menganjal. Maka Bi Laila harus menjumpai mereka agar masalah terselesaikan.***Matahari terli