Share

BAB 10

last update Huling Na-update: 2025-08-01 11:36:09

“Nau, kita masuk dulu.” Rida membantu Naura berdiri. Wanita itu mengembuskan napas kencang melihat tetangganya yang saling menggamit dan berbisik, menggunjingkan tentang keluarganya.

“Ayo, Naura.” Rida menghela napas panjang saat tidak ada penolakan dari Naura. Mereka berjalan pelan masuk ke dalam rumah, sementara yang lain masih berdiri di tempat semula, berharap ada kelanjutan cerita.

“Minum dulu.” Rida memberikan segelas air putih dingin pada Naura yang langsung menghabiskannya sampai tandas. “Pulanglah, Nau, Indra tidak ada disini. Semakin lama kamu disini, tetangga akan semakin bergunjing. Jadi, Ibu mohon, pulanglah ….”

“Kemana?” Naura menggigit bibir. Tatapan matanya kosong. Kemana dia harus pulang? Selama ini, tujuannya kembali hanya Indra. Sekarang, saat lelaki itu menghilang, dia harus kemana?

Rida menghela napas panjang melihat wajah Naura yang basah. Dia tahu betul cerita hidup Naura. Namun, mau bagaimana lagi? Indra dan Naura tidak berjodoh. Dia tak mau membuat Naura berha
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 157

    Ba’da ashar, Indra hendak berpamitan pulang. Namun, dia urung saat melihat Aini dan Siti datang. Aini terlihat sedikit canggung saat bertatapan dengan Indra. Dia ingin langsung masuk ke kamar, tapi langkahnya terhenti saat mendengar Indra pamit untuk pulang. Wanita itu refleks membalikkan badan hingga bertatapan kembali dengan Indra.Indra mengulas senyum melihat Aini yang kembali memalingkan wajah, menghindari beradu pandang dengan dirinya. Lelaki itu mendekat pada Aini. Dia menghirup udara sebanyak mungkin sebelum berbicara dengan wanita yang pernah mengabdikan diri sepenuh hati selama lima tahun pada dirinya.“Selamat atas pertunanganmu dengan Pak Saka, Aini. Semoga rencana pernikahan kalian diberi kemudahan dan kelancaran sampai waktunya tiba. Abang ikut senang mendengar kabar bahagia ini. Akhirnya, Aini menemukan seseorang yang begitu memperjuangkan cinta dengan segenap rasa. Selamat menikmati euforia dicintai.” Indra mengulas senyum saat Aini menoleh kembali. Mereka bertatapan c

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 156

    Indra mematut diri di depan cermin. Lelaki itu tersenyum lebar melihat tampilannya sendiri. Dulu, hampir setiap hari dia berpakaian rapi seperti ini. Sekarang, hanya sesekali saja kalau ada keperluan seperti hari ini. Indra mengalihkan pandangan ke arah kado yang sudah dia siapkan sejak seminggu lalu. Senyumnya kembali terbit mengingat dia harus menyisihkan uang dari hasil mengambil upah harian selama hampir tiga bulan agar bisa membelinya.Embusan napas kencang terdengar. Indra meraih kado berisi sepatu roda yang sudah sejak setahun lalu diminta oleh Arjun. Anak lelaki itu minta dibelikan sepatu roda kalau dia berhasil juara kelas lagi semester ini. Indra langsung mengiyakan karena tahu Arjun memang sangat suka sepatu roda. Jadilah akhirnya tahun ini dia membelikannya walau raport belum dibagikan. Indra yakin betul Arjun pasti juara kelas lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.Indra meraih ponsel di saku celananya saat alat komunikasi itu berdering. Dia tertawa melihat nama Aini terte

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 155

    “Permisi.”“Ah iya, silakan.” Naura langsung menepi. Dia mengangguk sopan karena tahu salah berdiri agak ke tengah jalan. “Indra.” Naura mendesis pelan, tapi masih bisa didengar dengan jelas oleh Fatih hingga membuat lelaki itu menoleh. Naura menghela napas panjang melihat Indra yang sedang membawa setengah karung kopi di pundaknya.Indra mengangguk pelan sebelum akhirnya meneruskan langkah. Dia malu hati bertemu Naura dan Fatih dalam keadaan seperti ini. Celana panjangnya penuh licak dan kotor oleh tanah. Baju kaos panjang yang dia kenakan robek di beberapa bagian karena memang pakaian itu yang selalu dia gunakan saat akan mengambil upah harian di pehumaan orang.Sesampai di rumah, Indra mengempaskan begitu saja setengah karung kopi yang dia bawa. Lelaki itu mengembuskan napas kencang melihat hasil bayaran upahnya bekerja setengah hari ini. Dia bergegas masuk ke dalam karena tak ingin Naura dan Fatih melihatnya lagi. Rasa rendah diri memenuhi hati. Dia benar-benar sudah berbeda dari

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 154

    “Kenapa?” Naura menatap mata Fatih dalam-dalam. Sejujurnya, sampai detik ini dia masih belum mengerti kenapa Fatih menerima dia sebegitunya. Cinta? Ah … alasan klasik yang diucapkan oleh lelaki. Logika Naura agak sulit menerima kalau Fatih melakukan semua karena alasan ketulusan perasaan setelah pengkhianatan yang dilakukan oleh Indra, orang yang pernah menjadi satu-satunya tempat Naura menumpukan harapan.“Kenapa Abang begitu baik pada Naura? Kenapa Abang menerima Naura begitu saja? Kenapa Abang tidak sekalipun bertanya tentang masa lalu Naura?” Hujan perlahan mereda, menyisakan rintik yang sepertinya masih enggan untuk berhenti. Udara dingin membuat Naura sedikit menggigil. Gamis rumahan yang dia kenakan bahannya cukup tipis dan ringan sehingga tidak bisa untuk menghangatkan badan.“Karena aku melihat diriku pada dirimu.” Fatih menatap Naura tak berkedip. “Tatapan mata kosong, tertawa tapi menangis, berbaur tapi sendiri. Aku tahu persis perasaan itu karena aku pernah mengalami sendi

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 153

    Indra mengembuskan napas panjang. Kalau Aini menikah kelak, entah dengan Saka atau siapapun itu, dia tidak akan bisa bebas berkunjung seperti ini lagi. Ada hati yang harus dijaga dan tak elok pula dilihat tetangga. Mendadak, Indra merasa sebatang kara. Dia juga akan terbuang dari keluarga mantan mertuanya yang sudah dia anggap sebagai orangtuanya sendiri selama ini.“Pak.” Indra langsung berdiri saat Ari keluar rumah. Dia langsung mengulurkan tangan untuk berpamitan pulang. “Pamit pulang, Pak, mumpung hujannya sedang reda. Khawatir kesorean nanti. Apalagi jalanan pasti licin jadi harus pelan-pelan.” Indra menjelaskan dengan cepat, khawatir terkurung lagi karena awan masih gelap sekali.Ari mengangguk mengerti. Dia menepuk pundak Indra saat mereka berjabat tangan. “Pikirkan ucapan Bapak tadi, Ndra. Sebelum semua terlambat, kesempatan masih sangat besar. Bapak bisa melihat Saka lelaki yang baik untuk Aini. Namun, kalau ada kesempatan kamu dan Aini bisa bersama lagi, Bapak lebih setuju d

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 152

    Lepas dzuhur, mobil Saka memasuki halaman rumah orangtua Aini. Indra yang baru saja akan pamit urung bicara melihat Saka dan Aini keluar dari mobil berbarengan. Keduanya berlari-lari kecil masuk ke rumah karena gerimis masih sesekali turun sejak tadi. Indra memalingkan wajah melihat Aini mengembalikan jaket Saka yang tadi digunakan untuk menutupi kepala dan tubuhnya. Wanita itu sedikit tenggelam karena ukuran jaket Saka yang cukup besar.“Sudah pulang?” Ari tersenyum pada Saka yang mencium tangannya. Lelaki berusia tiga puluhan itu terlihat sangat sopan, cocok dengan profesinya sebagai tenaga pendidik. Dari cerita Saka, Ari tahu kalau lelaki itu baru lulus CPNS tahun ini dan mendapat SK di desa mereka setelah lebih dari delapan tahun mengabdi di sekolah sebelumnya.“Iya, Pak, Aini katanya mau istirahat.” Saka mengulas senyum. Mereka memang selalu langsung pulang setelah selesai acara. Aini sering menolak setiap diajak jalan atau bahkan sekedar mampir sebentar untuk makan. Arjun menjad

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status