Share

BAB 11

last update Huling Na-update: 2025-08-01 11:39:43

“Jaga mulutmu, Naura. Jangan bicara seperti orang tak pernah mendapat pendidikan. Aku ini bapakmu!” Bendri terengah. Dia tersinggung mendengar ucapan yang keluar dari bibir anaknya. “Untuk apa kamu pulang kalau hanya membuat kekacauan saja? Tahunan kamu pergi dari sini kehidupan kami aman dan tenang terkendali.”

Naura meludah. Cairan ludah bercampur darah menempel di batu hias yang disusun di pekarangan. Wanita itu menggeleng pelan. Tenaganya habis sudah untuk menjawab semua ucapan bapaknya. Fisiknya lelah. Batinnya apalagi.

Dia akhirnya duduk di teras rumah. Lelah rasanya berhadapan dengan para manusia yang selalu ingin dihormati sebagai orangtua, tapi tidak pernah mengurusnya sama sekali. Tidak berpendidikan katanya? Naura berdecak pelan. Ingin rasanya dia mengembalikan kata-kata Bendri lagi. Apa selama ini Bendri memberikan pendidikan padanya hingga bisa berkata demikian?

Namun, dia memilih diam. Tamp.ran dari bapaknya barusan cukup membuat mentalnya semakin jatuh. Pada akhirnya ap
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 13

    Naura mengangguk. Itu artinya, Bibi dan mamangnya bekerja hanya untuk mengisi hari tua, bukan untuk mencari makan lagi. Kebanyakan orang tua disana enggan ikut anaknya merantau walau kehidupan anaknya sudah nyaman. Mereka terlanjur mencintai kampung halaman yang menjadi tempat mereka lahir dan dibesarkan.“Abangmu sering menanyakan kabarmu kalau sedang telpon, Nau. Beberapa kali dia minta nomormu, tapi Bibi tidak punya.”Naura membisu mendengar ucapan bibinya. Dia menghela napas panjang untuk yang kesekian kali. Sejak merantau dan yakin akan janji kehidupan lebih baik bersama Indra, dia mengganti nomor ponselnya. Naura ingin melupakan semua kepahitan hidupnya di masa lalu dan fokus untuk menyongsong masa depan bersama lelaki yang menjadi tumpuan harapannya.“Lusa, abangmu pulang. Teman baiknya sejak kecil menikah, sehingga dia menyempatkan untuk datang.” Ila memperhatikan Naura yang kini menoleh ke arahnya. “Mungkin ini jalan Tuhan, Nau. Kamu datang disaat abangmu juga pulang.”Naura

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 12

    Bendri membisu. Dia kehabisan kata karena apa yang sepupunya ucapkan adalah kebenaran. Sejak bercerai dengan mantan istrinya, dia tidak mau tahu menahu tentang Naura sama sekali. Bendri bahkan tidak memberikan uang saat Naura minta untuk membeli seragam saat akan masuk SMP sekitar sembilan tahunan yang lalu.“Kita pulang, Nau. Seharusnya, sejak awal datang kau tahu kemana harus pulang. Pintu rumah Bibi selalu terbuka untuk kau datangi.” Ila menarik tangan Naura agar mengikutinya. Dia mengambil keranjang yang terjatuh di halaman. Setelah memasukkan kembali isinya yang tercecer, Ila berjalan diiringi oleh Naura.“Dimana baju-bajumu, Nau?” Ila bertanya setelah mereka sampai di rumah. Dia memberikan segelas air dingin pada Naura yang terlihat sudah jauh lebih tenang. Wanita itu menghela napas panjang melihat wajah lelah dan kuyu yang terpancar jelas di wajah keponakannya.“Di rumah Farhan, Bi.” Naura menjawab pelan. Dia mengambil gelas yang diberikan oleh Ila dan meminumnya satu tegukan.

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 11

    “Jaga mulutmu, Naura. Jangan bicara seperti orang tak pernah mendapat pendidikan. Aku ini bapakmu!” Bendri terengah. Dia tersinggung mendengar ucapan yang keluar dari bibir anaknya. “Untuk apa kamu pulang kalau hanya membuat kekacauan saja? Tahunan kamu pergi dari sini kehidupan kami aman dan tenang terkendali.”Naura meludah. Cairan ludah bercampur darah menempel di batu hias yang disusun di pekarangan. Wanita itu menggeleng pelan. Tenaganya habis sudah untuk menjawab semua ucapan bapaknya. Fisiknya lelah. Batinnya apalagi.Dia akhirnya duduk di teras rumah. Lelah rasanya berhadapan dengan para manusia yang selalu ingin dihormati sebagai orangtua, tapi tidak pernah mengurusnya sama sekali. Tidak berpendidikan katanya? Naura berdecak pelan. Ingin rasanya dia mengembalikan kata-kata Bendri lagi. Apa selama ini Bendri memberikan pendidikan padanya hingga bisa berkata demikian?Namun, dia memilih diam. Tamp.ran dari bapaknya barusan cukup membuat mentalnya semakin jatuh. Pada akhirnya ap

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 10

    “Nau, kita masuk dulu.” Rida membantu Naura berdiri. Wanita itu mengembuskan napas kencang melihat tetangganya yang saling menggamit dan berbisik, menggunjingkan tentang keluarganya.“Ayo, Naura.” Rida menghela napas panjang saat tidak ada penolakan dari Naura. Mereka berjalan pelan masuk ke dalam rumah, sementara yang lain masih berdiri di tempat semula, berharap ada kelanjutan cerita.“Minum dulu.” Rida memberikan segelas air putih dingin pada Naura yang langsung menghabiskannya sampai tandas. “Pulanglah, Nau, Indra tidak ada disini. Semakin lama kamu disini, tetangga akan semakin bergunjing. Jadi, Ibu mohon, pulanglah ….”“Kemana?” Naura menggigit bibir. Tatapan matanya kosong. Kemana dia harus pulang? Selama ini, tujuannya kembali hanya Indra. Sekarang, saat lelaki itu menghilang, dia harus kemana?Rida menghela napas panjang melihat wajah Naura yang basah. Dia tahu betul cerita hidup Naura. Namun, mau bagaimana lagi? Indra dan Naura tidak berjodoh. Dia tak mau membuat Naura berha

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 9

    “Indra!”Naura bergegas berdiri saat suara panggilan kembali terdengar. Tak disangka, belum satu jam menginjakkan kaki di desa ini, dia langsung bertemu dengan lelaki pengecut yang memblokir semua akses kontak mereka. Wanita itu menelan sisa roti di mulutnya dengan cepat. Setelah menghela napas beberapa kali, Naura memaksakan diri untuk menoleh.Walau belum siap jika harus bertemu dengan Indra yang mungkin saja sedang bersama istrinya, Naura tidak mau melewatkan kesempatan ini. Bisa saja, Indra malah pergi lagi jika tahu dia ada di desa ini.“Farhan?" Naura menautkan alis melihat teman satu sekolahnya sejak SD sampai SMA. Lelaki yang membawa parang di pinggang dan tangan kanan menenteng nangka berjalan mendekat ke arahnya.Naura mengedarkan pandangan. Tidak ada orang lain yang ada disana. Hanya ada mereka berdua karena letak masjid di kampung itu memang ada di ujung desa. Mendadak, Naura menyadari sesuatu. Sejak dia berpacaran dengan Indra, Farhan selalu memanggilnya dengan nama lelak

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 8

    Sakti semakin mengencangkan tangannya di bahu Naura hingga membuat wanita itu tak bisa berkutik. “Sudah kubilang kalau kau membuatku penasaran, Nau. Jadi, jangan harap bisa lepas begitu saja. Lagi pula, apa susahnya, sih? Paling sepuluh sampai lima belas menit juga beres. Kita sama-sama diuntungkan disini.”Sakti melirik jam dinding. Dia melepaskan Naura yang mengepalkan kedua tangannya di paha. Lelaki itu mengulas senyum saat kembali ke tempatnya duduk. “Tentu saja tidak disini. Tidak sekarang, Nau. Jadi, bawa kembali surat pengunduran dirimu. Lebih baik kita bersenang-senang bersama. Apa kau tidak merindukan itu? Sebulan lebih kamu nganggur ditinggal Indra ‘kan?”“Picik!” Naura menatap Sakti dengan ujung mata. Dia memasang wajah datar saat melihat Sakti yang terkekeh pelan mendengar makiannya barusan. “Seperti yang Bapak bilang, saya cerdas. jadi, walau saat ini keadaan saya sedang kacau, saya tetap bisa berpikir jernih.”Naura mengangkat ponselnya dan memutar rekaman suara Sakti. “

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status