Share

Chapter 3 - Arienne Liliana Dalton

Arienne Liliana Dalton lahir dalam keluarga Dalton yang kaya raya. Ayahnya, Maurice Dalton memiliki bisnis pertambangan dan juga perkapalan yang berkembang pesat. Ia menyetok bahan bakar dan bahan baku, membuatnya memiliki cabang di beberapa negara. Hal ini membuatnya seringkali terbang ke berbagai belahan dunia untuk mengurus bisnisnya, dan juga selingkuhannya di beberapa tempat.

Kehidupan ganda ayahnya, sudah diketahui oleh isteri dan juga anaknya sedari ia kecil. Tidak jarang, ayahnya pun membawa beberapa wanitanya ke dalam rumah mereka dan bermain gila di sana. Sepertinya pria itu sengaja melakukannya, agar bisa terlepas dari isterinya yang seorang sosialita.

Dan yang terparah, ibunya pun membalas dengan melakukan hal yang sama seperti suaminya. Ia membawa teman mainnya yang jauh lebih muda darinya, dan mengenalkannya dengan tidak tahu malu pada anak dan juga suaminya yang menanggapinya dengan acuh-tak acuh. Kedua orangtua itu melupakan, kalau mereka memiliki seorang anak yang masih membutuhkan kasih sayang dan juga perhatian.

Kehidupan Arienne sangatlah kacau. Ia tidak pernah mengetahui apa artinya menjadi bahagia, karena yang ditanamkannya sedari kecil hanyalah uang dan uang. Dan bagaimana agar ia dapat memperoleh uang sebanyak mungkin. Entah untuk apa, yang jika ia pikir lagi saat ia sudah beranjak dewasa.

Arienne Liliana adalah anak yang cerdas. Kecerdasannya melampaui anak-anak di sekolahnya, membuatnya dapat dengan mudah memasuki universitas dengan jalur beasiswa, dan ia juga memperoleh pekerjaan di sebuah perusahaan yang cukup bergengsi setelah lulus dengan kemampuannya sendiri.

Tadinya Arienne berfikir kalau ia sudah bisa terlepas dari bayangan keluarganya yang berantakan, tapi jerat mereka ternyata tidak berhenti sampai di situ.

Ketika anak perempuannya menolak untuk bekerja di perusahaannya, ayahnya mengancam akan membuat perusahaan tempatnya bekerja menjadi bangkrut dan melarat. Dan Arienne tahu kalau ancaman itu bukanlah ancaman kosong, karena ayahnya pernah membuat ayah dari orang yang disukainya masuk penjara dengan tuduhan melakukan penggelapan, yang sama sekali tidak dilakukannya.

Takut ancaman itu menjadi kenyataan, Arienne pun menurut dan akhirnya mengelola salah satu bisnis ayahnya yang bergerak di batu bara.

Gemblengan demi gemblengan yang telah menjadi makanannya sedari kecil, membuat Arienne tumbuh menjadi sosok yang dingin dan sangat berhati-hati dalam mengungkapkan perasaannya. Hal ini karena ia sudah kapok dengan tamparan ayahnya yang menganggapnya terlalu cengeng, terutama karena ayahnya yang menginginkan seorang anak lelaki sehingga kelahirannya dapat dikatakan tidak diharapkan.

Ia juga tidak mempercayai yang namanya cinta. Menurutnya cinta hanyalah sebuah omong kosong. Rumah tangga orangtuanya yang kacau-balau dan diwarnai dengan perselingkuhan demi perselingkuhan tidak berujung, membuatnya skeptis untuk membina hubungan yang serius dengan yang namanya lelaki.

Wanita itu memegang prinsipnya untuk tidak akan pernah menikah, atau pun memiliki anak.

Dan ia mempercayai prinsip itu, sampai ia bertemu dengan pria yang bernama Theodore Gabriel Hamilton.

Sosok Gabriel yang tampan dan berwibawa, membuat jiwa kewanitaan Arienne bangkit. Bagaimana pun di hatinya yang terdalam, ia adalah seorang wanita yang rapuh dan membutuhkan pelindung, yang selama ini tidak pernah didapatnya dari sosok ayahnya. Dan ia melihatnya pada lelaki itu, sejak Gabriel membelanya dari usaha pel*cehan yang hampir dilakukan oleh karyawannya beberapa tahun lalu.

Ketika itu, Arienne melakukan cek lapangan pada salah satu pertambangan milik ayahnya dan menemukan beberapa kecurangan dalam laporan keuangannya. Ia baru saja menegur salah satu bawahannya yang dianggapnya tidak becus dalam bekerja.

Melemparkan laporan keuangan yang kacau itu ke lantai di bawahnya, Arienne memandang dingin pria di depannya. "Apa kau yang membuat laporan itu?"

Sangat terlihat kalau perilaku Arienne membuat pria di depannya berang. Tampak lelaki itu mengepalkan kedua tangannya dan mendongak angkuh pada wanita di depannya, yang baru 1 tahun ini menjadi bosnya. Perempuan di depannya ini lebih pantas disebut anaknya, dibanding bosnya. Tatapan pria itu melecehkan, melihat anak baru lulus berani untuk menegurnya. "Ya. Saya yang membuatnya. Apa ada masalah?"

Kedua mata hijau Arienne menyipit mendengar nada kurang ajar dari bawahannya. "Kau bertanya ada MASALAH? Ya! Jelas kalau ada masalah di sana, B*NGSAT!?"

Kata-kata Arienne menjadi semakin pedas, saat ia melanjutkan konfrontasinya. "Kau sudah mempergunakan uang perusahaan untuk kepentingan pribadimu! Semua nota pertanggungjawaban yang kau berikan itu omong kosong, br*ngsek!? Kau kira aku tidak bisa melacaknya, meski kau sudah menutupinya sejak 3 tahun yang lalu? Jangan samakan aku dengan ayahku, yang hanya percaya saja dengan laporan yang kau buat itu!"

Perkataannya membuat bawahannya malah menyeringai, memperlihatkan gigi-giginya yang menguning. "Kau sudah tahu. Lalu apa yang akan kau lakukan? Kau mau memecatku? Silahkan saja. Tapi jangan salahkan kalau semua orang di sini akan mogok kerja nantinya, Nona muda!"

Ancaman itu semakin membuat Arienne berang dan dengan murka, ia menghampiri pria tersebut dan melayangkan tamparan yang sangat keras padanya.

"Orang tidak tahu diri!? Kau itu diterima bekerja bukan karena kau kompeten, tahu! Tapi karena ayahku kasihan padamu yang memiliki anak-isteri tapi tidak memiliki pekerjaan tetap! Bukannya membalas kebaikan ayahku, tapi kau malah menusuknya dari belakang seperti ini!?"

Tuduhan itu membuat si pria merasa marah dan dengan buas, ia menerjang wanita di depannya.

Tidak menduga sama sekali serangan itu, Arienne tidak berdaya saat kedua pergelangan tangannya dicekal paksa dan tubuhnya di dorong dengan kasar dan menghantam meja kerja di bawahnya.

Raut muka lelaki di atasnya sangat tidak baik, membuat Arienne mulai ketakutan tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Lepaskan aku, Robert! Kau tidak mau aku melaporkan perbuatanmu ini ke polisi, bukan?"

Kedua mata pria itu terlihat melotot dan keringat yang mulai membasahi keningnya. Mulutnya membuka dengan sangar dan ia membalas marah. "Kau mau melaporkanku, j*lang!? Laporkan saja! Dan sebagai gantinya, aku juga akan melaporkan kelakuan ayahmu yang b*jingan itu!? Kau kira aku tidak tahu kelakukan b*ngsat ayahmu selama jadi bos di sini?"

Perkataan pria itu membuat Arienne sedikit memucat. "Lepaskan, Rob!"

Kepala Robert semakin mendekati Arienne, membuat wanita itu dapat mencium bau tembakau dan juga minuman keras dari mulutnya yang terbuka. "Kau mau tahu kelakuan b*jat ayahmu itu? Dia bahkan sudah meniduri isteriku! Jadi aku bekerja di sini tidak gratisan, Nona muda!?"

Cengkeraman Robert pada kedua tangannya semakin mengencang, membuat Arienne mulai merintih sakit.

"Sakit, kan? Aku juga sudah tersakiti selama ini, Nona! Dan sekarang giliranku untuk menyakiti ayahmu, melalui dirimu!?"

Selesai mengatakan itu, dengan beringas Robert menciumi leher wanita di bawahnya. Kakinya menahan lutut Arienne, membuatnya terbuka lebar. Kasar, ia mencengkeram kedua lengan wanita itu dan salah satu tangannya bergerak ke arah kemeja Arienne, bermaksud untuk merobeknya.

Tapi baru saja jari-jarinya mencengkeram baju wanita itu, Robert merasakan tubuhnya terhempas dengan kuat ke belakang. Ia jatuh ke lantai dengan suara yang cukup keras, dan membuatnya menjerit kesakitan ketika merasakan ulu hatinya dihantam dengan sangat kencang.

Arienne segera bangkit dari posisinya dan beringsut menjauh. Kedua matanya nanar dan ia mencengkeram kerah kemejanya erat.

Pandangannya bersibobrok dengan sepasang mata hitam yang memandangnya tajam. "Kau tidak apa-apa?"

Menelan ludahnya, Arienne menggeleng cepat. Ia sama sekali tidak mengeluarkan air mata, tapi tidak ada yang tahu kalau ia sangat ketakutan saat ini. Jika Gabriel tidak datang, entah bagaimana nasibnya tadi.

Penuh kemarahan, Gabriel mencengkeram kerah kemeja pria yang tadinya masih tersungkur itu dan kembali melayangkan tonjokannya yang keras ke area perut Robert dan membuatnya memuntahkan darah segar.

Belum puas, kembali Gabriel menghajar muka pria itu hingga babak belur dan baru berhenti saat merasakan kedua tangan Arienne yang memeluknya kencang dari belakang. "Hentikan, Theo! Kau bisa memb*nuhnya!"

Setelah merasakan Gabriel tenang, barulah Arienne melepaskan pelukannya. Ia akhirnya berdiri di depan pria itu dan memandang Robert yang sudah tidak karuan bentuknya di lantai. Tampak kedua mata pria itu menatapnya ketakutan.

"Robert. Aku harap kau segera angkat kaki dari sini. Jangan berani menimbulkan keributan atau mencoba memprovokasi karyawanku! Kau mengenal Tuan Theodore Hamilton, kan? Aku bisa memintanya untuk menghancurkanmu, dan juga keluargamu sampai tidak tersisa!"

Ketakutan, Robert mengangguk dan langsung angkat kaki dari sana. Ia sama sekali tidak mempedulikan sisa gajinya di bulan itu. Meski memiliki dendam pada Maurice Dalton, tapi pria itu tidak mau berurusan dengan salah satu dari keluarga Hamilton. Apalagi ia sangat tahu sepak terjang Theodore Hamilton sebagai pebisnis selama ini. Pria itu tidak ragu mengotori tangannya bila menemukan pekerjanya yang tidak jujur, dan akan langsung mengeksekusinya di tempat. Dalam bentuk apapun.

Saat suasana kembali tenang, Arienne melirik pria di sebelahnya dan melihat buku jari tangan kiri Gabriel yang berbalut darah. Wanita itu mengambil sapu tangan sutranya dan menghampiri pria yang masih mematung itu. Dengan lembut, ia meraih tangan Gabriel dan mengusapnya pelan.

"Terima kasih..." Suaranya terdengar lirih dan ia sama sekali tidak memandang pria di depannya.

Ucapan itu hanya dibalas dengan dengusan pria itu. Terdengar suranya yang ketus saat berbicara. "Jangan lupakan kalau kau ini wanita! Kalau kau mau bekerja di ranah pria, setidaknya kau harus bisa membela dirimu sendiri, Nona Dalton. Kalau kau lemah seperti tadi, kau hanya akan menjadi santapan mereka!"

Meski kata-kata diucapkan dengan pedas, tapi menimbulkan rasa hangat di hati Arienne. Baru kali ini, ada seseorang yang menganggapnya sebagai seorang wanita. Dan perkataan pria itu berikutnya, semakin membuat perempuan itu kagum pada pria di depannya.

"Aku harap kau tidak pernah melakukan inspeksi langsung lagi ke lapangan. Bila kau harus melakukannya, segera hubungi aku agar bisa kutemani. Setidaknya, asistenku bisa menjagamu nanti."

Tampak bibir wanita itu tersenyum simpul saat mendengar kelanjutannya.

"Jangan menyalah artikan kebaikanku ini. Aku hanya tidak mau kerjasama kita jadi hancur, hanya karena kau tidak bisa menjaga dirimu sendiri, Nona Dalton."

Melepaskan tangan pria itu yang hangat, Arienne mer*mas sapu tangannya yang kini bernoda darah. Ia mendongak dan kembali tersenyum pada penyelamatnya. "Anda jangan khawatir, Tuan Hamilton. Setelah ini, saya akan segera belajar bela diri agar tidak merepotkan Anda nantinya."

Kembali terdengar dengusan dari hidung pria itu. Terlihat pria itu merapihkan keras jasnya dan melangkah menuju pintu keluar. Ia menyempatkan meneliti sosok wanita di depannya sebelum berkata, "Kau bisa memanggilku dengan Gabriel. Tidak usah terlalu resmi, karena kita partner dalam berbisnis."

Kepala Arienne mengangguk dan wanita itu tersenyum profesional. "Kau juga bisa memanggilku Arienne. Sekali lagi, terima kasih Gabriel. Untuk bantuanmu."

Mengangguk singkat, Gabriel pun akhirnya keluar dari ruangan dan menutup pintunya pelan.

Barulah setelah pria itu keluar, tubuh Arienne merosot ke bawah. Kedua kakinya terasa lemas dan mata hijaunya yang tadinya menyorot dingin, mulai mengeluarkan air mata yang deras.

Ia sangat ketakutan. Wanita itu sangat ketakutan, karena tahu akan seperti apa nasibnya jika Robert berhasil melakukan niatannya tadi.

Selama beberapa saat, ia hanya bisa tertunduk dan berusaha meredam tangis serta isakannya dalam sapu tangannya yang bernoda darah.

Ini adalah kesekian kalinya Arienne menangis dalam kesendiriannya. Tidak ada yang tahu kalau ia sering menangis diam-diam. Tidak ada yang tahu kalau ia sebenarnya tetaplah seorang wanita dan tetap butuh untuk dilindungi.

Dan baru kali ini ia mendapatkannya. Ia memperolehnya dari seorang pria yang tidak disangka dan tanpa disadarinya, wanita itu perlahan tapi pasti mulai merasakan rasa cinta pada pahlawannya.

Yang sayangnya, rasa cintanya itu akan membutuhkan pengorbanan yang sangat besar darinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status