Aaron sampai di Bandara Internasional Soekarno Hatta sekitar pukul setengah empat dini hari. Ia beruntung, tiket penerbangan paling pagi menuju New York masih tersedia. Jadi Aaron masih memiliki kesempatan untuk membelinya. Jika tidak, terpaksa ia harus menunggu jadwal berikutnya yang berarti membuatnya semakin lama bertemu dengan sang nenek.
Ia pun tidak peduli lagi jika saat ini hanya mendapatkan tiket kelas ekonomi. Dalam pikiran Aaron hanya ada satu pertanyaan, bagaimana caranya ia bisa sampai secepat mungkin agar bisa melihat kondisi neneknya, lalu merawatnya hingga ia pulih kembali.
Sesaat setelah duduk, Aaron berniat untuk mengirimi Jane pesan, memberi tahu gadis itu bahwa dirinya sudah berada di dalam pesawat. Namun, naas. Saking buru-burunya saat berangkat tadi, Aaron lupa membawa ponselnya. Dengan berat hati ia terpaksa meminjam ponsel orang di sebelahnya untuk mengirim kabar kepada Jane.
***
Matahari sudah bersinar garang, meski waktu masih
Jane mengenali suara itu, ia ingin menjawab, namun tidak memiliki kesempatan. Sosok itu kembali menyeret Jane dengan kuat. Setelah beberapa langkah, ia berbalik lalu menatap Jane dengan emosi yang siap meledak. "Kau ingin pergi meninggalkanku?" tanya Aaron dengan tatapan tidak percaya. Ternyata sosok yang menyeret Jane dari lift itu adalah Aaron. Satu jam sebelumnya pesawat yang ditumpangi Aaron mendarat, namun kemacetan Jakarta menghambat langkahnya. Meski begitu ia tetap bersyukur karena bisa menghentikan Jane tepat waktu. "Justru aku yang harusnya bertanya, kau kemana saja menghilang tanpa kabar begitu?" Tanya Jane sengit. "Menghilang tanpa kabar? Aku meninggalkan catatan di meja riasmu, di situ aku tulis dengan jelas 'aku pulang ke NY, nenek kecelakaan'," sanggah Aaron. Jane berlari menuju meja riasnya, namun tidak menemukan catatan yang Aaron maksud. "Catatan apa? Tidak ada satupun catatan di meja riasku!" seru Jane dari kamar.
Ribuan kupu-kupu terasa menari di hati Jane, ia gemetar dan diliputi rasa haru yang teramat dalam. Dilamar dalam suasana romantis begini merupakan idaman semua wanita, kan? Terlebih lagi lirik lagu Christian Bautista yang sangat sejalan dengan apa yang mereka rasakan. Since I found you ... yah ... seperti judul lagu itu, semenjak mereka bertemu, Jane memang merasakan dirinya menjadi orang yang baru. Ia seolah lupa dengan semua masalah yang membelit hidupnya. Bersama Aaron, Jane merasa tidak lagi membutuhkan impian apapun, karena Aaron adalah wujud dari impiannya selama ini. Mata Jane berkaca mendengar kata-kata lamaran Aaron yang terdengar sangat tulus mewakiliki perasaan dari hatinya yang terdalam. Jane sudah melihat kesungguhan lelaki itu. Bagaimana ia bersabar dengan sifat Jane yang keras kepala. Bagaimana dia bisa mengerti alasan penolakan-penolakan yang Jane berikan di saat mereka sedang memadu kasih. Di luar sana, Jane tidak yakin akan menemukan
Elaine dan Lindsay masih berpelukan erat seolah-olah tengah melepas kerinduan setelah terpisah jarak dan waktu sekian dekade. Sementara itu dari tempat duduknya, Jane menatap mereka tak berkedip. Dalam hati Jane tidak bisa dipungkiri, terselip rasa cemburu melihat keakraban mereka. Mendadak Jane merasa kerdil di hadapan gadis itu. Sosoknya terlihat begitu anggun dan berkelas. Jane yakin, Lindsay pasti berasal dari keluarga yang status sosialnya sama dengan keluarga Caldwell. "Hush, kau ini kemana-mana selalu mengaku cucu menantuku. Memangnya cucuku yang mana yang kau jadikan suami?" tegur Ny. Elaine halus. Ia tidak mau Jane menjadi salah paham mendengar kata-kata Lindsay. "Lho, itu kan janji Aaron padaku dulu. Jangan bilang kalau Nenek lupa," rajuk Lindsay, memasang wajah cemberut. Elaine tertawa, lalu menoleh ke arah Jane. "Jangan anggap serius kata-kata gadis kecil ini, Jane. Dia hanya bercanda. Percayalah padaku, tidak ada hubungan serius di antara
Kening Aaron berkerut mendengar nama yang disebutkan oleh Jane. Dalam hati ia bertanya-tanya. Apakah pendengarannya tidak salah? Barusan Jane menyebut nama Lindsay, kan? "Lindsay? Maksudmu Lindsay Williams?" Aaron balik bertanya, untuk meyakinkan dirinya. "Memangnya ada berapa Lindsay dalam hidupmu?" Jane balik bertanya, jelas tersirat kecurigaan dalam nada suaranya. "Oh, God. Please, Jane. Lindsay itu hanya bocah ingusan, tidak perlu curiga begitu, Sayang," jelas Aaron merasa lucu. "Bocah ingusan?" tanya Jane sambil mengingat-ingat penampilan Lindsay tadi sore. "Apakah pemilik cup ukuran 38, lingkar pinggang 65, dan lingkar panggul 110 bisa dikategorikan 'bocah kecil'?" tanya Jane lagi. Sebagai seorang desainer genius, cukup dengan melihat saja Jane sudah bisa memprediksi ukuran tubuh seseorang, sekalipun ia tidak mengukurnya secara langsung. Aaron menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, bingung dengan deskripsi Lindsay yang
Mendengar suara seruan tertahan dari Jane, orang-orang mulai berkumpul mendekatinya. Rasa penasaran menyelimuti pikiran mereka. "Apa yang terjadi sampai tunangan Aaron Caldwell berteriak di tengah-tengah pesta?" Mereka yang berdatangan tidak bisa menahan rasa kagetnya ketika melihat Jane tengah berdiri sambil memegangi gaunnya yang robek hingga ke pangkal paha. Sementara itu, di depan Jane, seorang gadis berambut blonde berdiri dengan sikap cuek. Potongan dari sobekan gaun Jane tampak masih membelit hak stilettonya yang tinggi. Jane tahu pasti gadis itu sengaja menginjak gaunnya karena ia sudah melihat dari dekat gaun Jane terbuat dari bahan brokat yang bisa robek jika ditarik kuat. Apa lagi jika ada bagiannya yang bolong, ditambah lapisan sutra di bagian dalam, hanya satu sentakan saja sudah cukup membuat kain itu robek panjang. Jane ingin marah, ia emosi sekali saat itu. Tangannya mengepal hingga memperlihatkan buku-buku jari yang memutih. Mulutnya te
Hujan rintik mewarnai pagi hari Aaron dan Jane yang sedang menikmati sarapan bersama. Meski semalam baru saja mengadakan pesta pertunanganan, tapi mereka berdua sepakat untuk tetap berkerja hari ini. Jane tengah sibuk menyiapkan rancangan untuk koleksi musim dingin yang rencananya akan ditampilkan di New York Fashion Week pada bulan September nanti. Sementara Aaron sibuk dengan rencana pembukaan cabang baru di Australia. Dering ponsel Aaron tiba-tiba mengusik suasana, di layarnya tertera nama Joshua, sang manager HRD. "Ya, halo Josh. Ada apa?" "Bos, apakah perusahaan kita ada masalah apa dengan Kevin Williams?" tanya Joshua langsung tanpa basa-basi. "Masalah?" Aaron balik bertanya. "Setahuku tidak ada. Memangnya kenapa?" "Dini hari tadi, tiba-tiba saja putrinya menelepon saya, meminta kita mengatur posisi strategis untuknya, jika tidak ia akan meminta ayahnya menarik semua saham mereka dari The Caldwell Company." "Gila! Dia mau j
"Kau sudah gila, Lindsay! Kapan aku pernah berjanji akan menikahimu?" tanya Aaron meradang. "Kau bohong!" teriak Lindsay. "Jelas-jelas hari itu kau katakan akan menikahiku, di depan nenek, di depan paman, saat pesta ulang tahunku," sahut Lindsay mulai terisak. "Saat pesta ulang tahunmu?" Aaron balik bertanya, sambil memutar ulang semua memori yang ia punya. Namun, tidak satupun berkas di memorinya yang menyimpan kenangan seperti yang Lindsay katakan. "Sepertinya kau bermimpi, Gadis Kecil. Aku tidak pernah menjanjikan apa pun padamu," tegas Aaron, lalu menutup teleponnya. "Kau jahaaaat!" pekik Lindsay. Ia terduduk berurai air mata, tidak terima Aaron dengan mudahnya melupakan janji yang pernah ia ucapkan. Sebuah janji yang bagi Lindsay adalah harapan untuk masa depannya. Sejak mendengar janji Aaron itulah Lindsay merasa optimis kembali untuk hidup setelah sempat depresi dan ingin bunuh diri. Akan tetapi, bagaimana mungkin Aaron bisa melupakanny
"Uhh ... ahh ...." suara desahan terdengar saling bersahutan memenuhi ruangan. Di atas ranjang berukuran sedang, seorang gadis berambut pirang terlihat bergerak dengan lincah di atas tubuh seorang pemuda. Tubuhnya meliuk-liuk, sementara kedua tangannya bergerak aktif membelai kedua bukit kembar miliknya sendiri. Gerakan erotis itu membuat pria yang ada di bawahnya tidak bisa berhenti mengeluarkan jeritan tertahan. Pria itu bangkit, dengan ganas melahap bukit kembar yang ada di hadapannya. Sejak tadi benda yang kenyal itu terus berayun seirama liukan tubuh sang gadis, menggoda dan menantang naluri kelelakiannya. Sekarang giliran sang gadis yang mengeluarkan desahan nikmat. Kedua tangannya terulur meraih kepala sang pria sambil terus bergerak membiarkan bagian bawah tubuh mereka menyatu lebih dalam. "Oh, shit! Kau nikmat sekali, Cantik," puji pemuda itu sambil terus menggasak miliknya ke liang sempit milik sang gadis. Tubuh sang gadis mulai menegang. Liangnya mencengkr