Share

Jaga Sopan Santunmu

Author: Bun say
last update Last Updated: 2022-08-24 09:32:34

5

Melati menatap ke arah Ernawati dengan muka masam saat wanita itu menatapnya dengan wajah sulit diartikan.

Sebagai orang yang tinggal satu desa dengannya, tentunya Ernawati sedikit banyaknya mengenal siapa Melati dan keluarganya meskipun rumah mereka tidak terlalu dekat.

Hanya saja ketika Ernawati ingin mengatakan sesuatu hal kepada Edwin, lelaki itu langsung mengalihkan pembicaraan.

"Nggak ada yang penting dengan wanita itu. Jangan dibahas lagi," tukasnya sambil membuka pintu mobil, dan menyuruh sopir yang sejak tadi mengemudi, pindah ke belakang untuk duduk bersama dengan Melati. Sementara dirinya duduk di depan stir, sejajar dengan sang ibu yang duduk di depan.

Bahkan sepanjang perjalanan, Melati tak mengeluarkan sepatah kata pun dan hanya menatap ke luar jendela.

Sementara di sampingnya, sopir pun seperti salah tingkah, karena beberapa kali mendapat pelototan dari Melati.

Seolah wanita itu tidak sudi duduk berdampingan dengan lelaki dari kalangan bawah.

Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah halaman rumah mewah yang beberapa saat lalu gerbangnya terbuka secara otomatis, dan menampilkan bangunan yang sangat megah di depannya.

Bangunan dua lantai bergaya Eropa dengan warna putih dominan siap menyambut kedatangan mereka.

Melati turun dari mobilnya ketika sang sopir membukakan pintu untuknya, dan dia sedikit terkejut melihat rumah yang bahkan besarnya dua kali lipat dari rumah yang ditinggalinya di desa. Meskipun rumahnya masih tergolong salah satu rumah yang paling megah, namun jika dibandingkan dengan rumah ini, seolah kekayaan ayahnya tidak berarti apa-apa.

"Ayo, masuk Melati, kamu pasti lelah karena perjalanan jauh," ajak Ernawati yang langsung mendapat teguran dari anaknya sendiri. Melati yang masih berdiri hanya melihat sekilas, dan enggan menjawab ucapan wanita itu.

"Kenapa repot-repot memperhatikan dia, seharusnya ibu memperhatikan kesehatan ibu sendiri. Bukankah ibu juga pasti sangat lelah, mengingat sudah lama ibu tidak berkendara jauh."

Ernawati tersenyum, sambil mengusap lengan anaknya.

"Iya, tapi Melati kan sedang-"

"Sudahlah, ayo kita ke dalam," potong Edwin sambil menggandeng tangan ibunya, membiarkan Melati yang berdiri dengan muka kecut.

Bahkan lelaki yang bergelar suaminya itu, tidak mau mengajaknya masuk ke dalam walau sekedar basa-basi.

"Silakan masuk ke dalam, Non," kata sopir yang siap menurunkan koper miliknya, namun Melati mendelik dan menatapnya tajam.

"Diam!" bentak Melati yang mampu membuat nyali lelaki itu ciut seketika.

Melati berjalan cepat demi menyusul Edwin dan ibunya. Dia tak mau sampai ketinggalan di belakang dan mengingat rumah besar itu, pasti dia akan nyasar.

Hingga di pintu utama, dia menyaksikan pemandangan dimana Edwin tengah memberi salam kepada lelaki tua yang duduk di kursi roda bersama dengan seorang gadis yang berdiri di belakangnya, lalu menyapanya dengan ramah. Entah kenapa pemandangan itu membuat Melati tidak suka dan semakin menampakkan kekesalan di wajahnya.

"Jadi, wanita itu yang namanya Melati?" Lelaki berkaos biru dengan rambut sudah memutih itu menatap ke arah Melati dan mengernyitkan keningnya, ketika melihat parut Melati yang membesar. Meski dia sudah mendengar bagaimana cucunya Erwin dipaksa menikah dengan wanita itu, namun tidak mengetahui jika wanita itu ternyata tengah berbadan dua.

Melati yang sadar dirinya tengah jadi sorotan, langsung membuang nafas kesal dan mendekat.

"Kenapa memangnya jika aku Melati? Apa kamu mau mengusirku saat ini juga?" Melati bersedekap, membuat orang-orang di sana langsung terkejut karena ulahnya yang tidak sopan.

Melati baru pertama kali bertemu dengan pemilik rumah itu, yaitu Candra Wijaya, namun sikapnya tidak mencerminkan sopan santun dan adab, dan itu membuat Edwin geram.

"Jaga sopan santunmu, Melati, atau kalau tidak, apa yang barusan kau katakan akan segera menjadi kenyataan. Ketahuilah setelah kau jauh dari keluargamu maka kamu tidak bisa berbuat seenaknya seperti itu. Setidaknya berlakulah seperti wanita baik-baik dan terhormat yang mempunyai adab!" tegas Edwin dingin membuat wajah Melati merah padam dan matanya mendelik pada Edwin.

Ernawati sendiri, langsung memegang tangan anaknya agar lebih bersabar.

"Antarkan dia ke kamarnya," ujar Candra segera menyela, yang dibalas anggukkan oleh asistennya.

Sebenarnya lelaki itu tidak masalah Edwin menikah dengan siapapun, asal dengan wanita baik-baik. Lagi pula cucunya sudah pantas untuk memperoleh seorang istri dan keturunan, bahkan beberapa kali dia memaksa agar cucunya itu segera mencari wanita untuk mendampingi hidupnya. Namun siapa sangka selain karena pernikahannya yang terpaksa, wanita yang hadir di rumahnya itu ternyata tidak mempunyai attitude yang lebih baik.

"Dasar satu keluarga tidak benar semua. Cepat tunjukkan dimana letak kamarku?" kata Melati lagi sambil berkacak pinggang. Dia memindai tempat itu tanpa memperdulikan Ernawati dan suaminya yang hanya menggelengkan kepalanya.

Lalu gadis yang bicara bersama Edwin beberapa saat lalu, tersenyum dan mendekat kepadanya.

"Ke kamar mana saya harus membawanya, Pak Edwin?" tanyanya dengan raut wajah kebingungan.

Jika dia langsung membawa ke kamar Edwin, tentunya dia takut kalau lelaki itu akan marah, mengingat Edwin adalah pecinta kebersihan dan kamarnya tidak bisa sembarangan dimasuki oleh orang lain.

"Terserah, kemanapun dia mau," balas Edwin sambil mengangkat panggilan di ponselnya yang beberapa saat lalu bergetar.

Menampilkan asistennya-Jovan, di sana.

"Aku akan menunjukkan kamar Anda nyonya," katanya dengan bahasa yang lembut dan sopan. Sementara Edwin langsung pamit kepada ibunya untuk pergi karena ada urusan pekerjaan.

Melati berjalan masuk ke sebuah ruangan saat asisten di rumah itu membukakan sebuah pintu kamar yang di dalamnya cukup megah. Dia memindai tiap sudut ruangan yang tampak memukau dengan nuansa putih biru yang elegan, dia menduga jika itu adalah kamar Edwin.

"Ini kamarku?" asisten rumah tangga itu mengangguk.

"Benar, nyonya."

"Baguslah, pastikan kamarnya bersih dan rapi," sahut Melati lagi sambil mendudukkan dirinya di sofa. "Oh ya, jangan panggil aku seperti 'nyonya', panggil panggil saja aku Melati. Rasanya aku sudah tua ketika kamu memanggil demikian." Gadis dengan rambut diikat rapi itu tersenyum canggung.

"Oh, iya, tentu saja … Melati." Ia memundurkan langkahnya dan segera berbalik lalu menutup pintu kembali. Membiarkan Melati untuk segera beristirahat.

"Aku banyak urusan hari ini, jadi aku pergi dulu, Bu. Jangan lupa istirahat. Aku mungkin akan pulang malam," tutur Edwin sambil mencium tangan ibunya, juga pamit pada kakeknya.

"Baiklah, Nak. Hati-hati." Edwin mengangguk lagi sebelum akhirnya pergi.

"Anakmu selalu saja sibuk. Itulah mengapa aku membutuhkanmu di rumah ini," ujar Candra sambil menatap kepergian cucunya. Sementara Ernawati hanya tersenyum.

"Tapi aku lebih senang di desa. Suasananya sepi dan lebih menyenangkan."

"Ini juga rumahmu, dan ayahmu yang tua ini membutuhkanmu."

"Baiklah, Pak Tua," ujarnya bercanda. Erna mengusap bahu ayahnya, lalu membantu membawanya ke dalam kamar.

Sementara Melati berdiri di ujung tangga, memperhatikan interaksi keduanya yang tak pernah didapatkannya di rumahnya. Bahkan Melati bisa melihat perbedaan jelas dimata ibunya, yang berbanding terbalik dengan sikap pada dirinya yang seolah-olah menetapnya jijik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 99 Ending

    Bab 99Melati tertegun, entah apa yang ada dalam pikiran Edwin, namun ketika suaminya menyebut nama wanita tersebut, matanya melebar sempurna dengan tubuh seperti kaku. Melati yang mengerti raut wajah suaminya itu berubah pun, segera mengambil alih Giandra dan menyerahkannya kepada pengasuhnya."Siapa dia, Mas?" tanya Melati seakan tidak sabar ingin mengetahui siapa wanita yang di hadapannya itu. Dulu suaminya pernah berkata sakit hati saat ditinggalkan seseorang yang telah pergi, dan pikiriannya langsung mengarah ke sana."Michy, ke marilah, Nak. Ayo makan malam bersama dengan kami," ajak Candra. "Oh ya, kapan kamu kembali dari Korea?" Pria tua itu tidak mungkin melupakan siapa Michy bagi cucunya. Beberapa tahun yang lalu, Michy dan Edwin sempat berhubungan cukup lama. Michy juga adalah cinta pertama cucunya. Namun setelah tiga tahun menjalin hubungan, wanita itu memilih meninggalkan negaranya untuk tinggal di Korea sambil melanjutkan studi designnya di sana. Siapa yang menyang

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 98

    Bab 98Entah berapa lamanya mereka saling memadu kasih, hingga keduanya terlelap karena kelelahan.Saat Melati terbangun dari tidurnya, dia kaget karena Giandra tidak ada di box bayi miliknya.Wanita yang panik itu pun segera menggulung rambutnya dan mengikatnya ke atas dengan asal, lalu segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan mengganti dengan pakaian yang baru.Buru-buru wanita itu keluar dari kamarnya untuk mencari putra semata wayangnya, dan saat turun ke ruang tamu, tempat itu remang-remang tanpa cahaya dan seluruh lampu nyaris dimatikan semuanya."Ya ampun dia mana Giandra berada?" ujarnya sambil menggigit ujung kukunya karena bingung. Melati pun menatap ke arah kamar Ernawati yang tertutup, kemudian disampingnya ada kamar Anita yang juga tertutup rapat. Dia sengaja didekatkan telinga ke salah satu kamar tersebut, namun hanya sunyi yang didapatnya."Melati, kenapa kamu menempelkan kupingmu di tengah malam seperti ini?" Jovan yang baru keluar dari dapur deng

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 97

    Bab 97Seketika berita itu menjadi trending di beberapa acara berita di Belanda, dan sampai ke telinga Edwin melalui sebuah pemberitahuan melalui telepon."Kami hanya ingin mengabarkan kepada anda, tentang kejadian kecelakaan yang telah menewaskan saudara Teguh Yogaswara. Keadaan tubuhnya hampir tidak berbentuk karena kecelakaan hebat itu, juga karena ledakan yang membuat jasadnya tidak sempurna. Apakah kami harus menerbangkannya ke Indonesia, atau anda lebih memilih kami memakamkannya di negara ini, mengingat untuk melewati imigrasi sangat sulit dilakukan, dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar!" Suara di seberang sana terus bergema membuat Edwin bingung, hingga suatu keputusan diambil oleh demi kemaslahatan bersama."Kakekku dan kami semua sudah mendengar berita itu sebelumnya dari media massa. Untuk itu, kami semua sudah kesepaka jika jasad Teguh lebih baik dikebumikan saja di Belanda, dan saya meminta pertolongan anda semua untuk mewakilinya, mengingat kami juga tidak bisa per

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 96

    Bab 96Duduk di tengah-tengah keluarga Candra Wijaya membuat hati Jovan menghangat, di mana dia bisa melihat senyum di wajah Ernawati dan Candra juga kehangatan kasih sayang antara Edwin dan Melati, yang disampingnya ada Kirana yang melirik sesekali ke arahnya dan menunduk seperti malu-malu.Setelahnya mereka menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol di ruang tengah. Layar televisi tayang sejak tadi menyala sama sekali tidak membuat mereka tertarik yang ada justru obrolan dan candaan layaknya keluarga besar.Setelah merasa sedikit bosan jumpa naik ke lantai atas di mana kamarnya berada kemudian duduk di balkon sambil menikmati cahaya malam yang indah. Langit bertaburan bintang dan dia duduk di atas kursi rotan sambil memandang ke atas. Kirana masuk setelahnya dan duduk di sampingnya."Sejak kapan, Jo?" Wanita itu tanpa bertanya tanpa mengalihkan pandangan ke samping di mana jawaban langsung melirik bingung ke arahnya."Apanya yang sejak kapan?" Kirana memanyunkan bibirnya."Bod*h!"

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 95

    Bab 95"Jadi, apakah menurut kakak, Jovan akan menerimaku, dengan keadaanku yang seperti ini?" Kirana mendesah berat. Dia melihat keadaan kakinya yang tak sempurna. Meskipun ragu, dia ingin mempertanyakan langsung kepada kakaknya, karena hanya pria itu yang mengerti keadaannya sekarang.Edwin mengangguk, lalu sebuah senyum terbit di bibirnya. Hatinya menghangat melihat senyuman di wajah Kirana."Karena hanya dia yang kakak lihat tulus mencintai kamu, Kirana. Makanya jangan ragu untuk menerima pria itu. Bukankah lebih baik dicintai, daripada mencintai, karena ujung-ujungnya hanya akan membuatmu sakit hati." Edwin mencoba memberi pengertian.Kirana cukup tertohok mendengar pernyataan dari kakaknya barusan."Kakak nggak pernah mendengar aku dan Bian bertengkar, kan?" tanyanya Karen Edwin seperti mengerti isi hatinya. Dia mencintai Bian dan ingin memilikinya. Naas, pria itu malah sebaliknya."Tentu saja tidak. Hanya saja kakak selalu melihat dia tidak pernah tulus mencintaimu. Bukankah

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 94

    Bab 94"Melati mana?" Satu kata yang ditanyakan oleh Ernawati ketika sudah sadarkan diri adalah menantunya. Erwin sendiri tidak ada di sana karena harus mengurusi kasus Gunadi di kantor polisi sementara Melati pulang ke rumah atas suruhan Jovan.Wanita itu sudah pulang ke rumah tadi jawaban yang menyuruhnya sepertinya wanita itu tengah bingung atau sedih entahlah apapun tidak tahu Bu memangnya ada apa atau mungkin ada yang kalian tutupi dariku mata Kirana memicing menatap Ernawati yang segera menggeleng wanita itu bukannya menjawab Allah menerawang memandang langit-langit kamar.Bu aku bertanya pada ibu loh kenapa ibu nggak mau menjawabnya apakah perempuan itu membuat masalah lagi di keluarga kita dan apakah ini juga yang menyebabkan Ibu tidak sadarkan diri jika memang demikian biarkan aku yang menghajar wanita itu atau kalau perlu aku akan menyeretnya ke jalanan sesegera mungkin." Kirana berkata dengan perasaan menggebu nyatanya setelah beberapa waktu berlalu bahkan setelah Edwin dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status