Share

Bab 6

Penulis: Bun say
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-03 13:32:42

6

Melati baru saja melangkah ke dapur dan berhenti di pintu menuju ke sana, ketika dia mendengar sayup-sayup sebuah obrolan yang sedikit mengusik telinganya.

"Aku tak menyangka kalau Pak Edwin akan menikah secepat itu, dengan wanita yang ternyata sudah hamil besar," ungkapnya penuh kekecewaan. Dia tengah mencincang wortel sambil meluapkan kekesalannya.

"Mungkin itu takdir yang harus dihadapinya," jawab Ernawati sambil menghadap ke arah kompor yang menyala. Wanita itu tengah memasak sesuatu untuk hidangan makan malam.

"Tapi tetap saja aku tidak rela melihat Pak Edwin harus bersama dengan wanita itu. Karena selain tidak punya sopan santun, wanita itu sangat tidak pantas berdampingan dengan Pak Edwin," prosesnya yang membuat Ernawati langsung menatap penuh dan tersenyum sekilas.

"Sudahlah, lupakan itu, dan biarkan itu jadi urusan Edwin. Tugasmu di sini adalah untuk menjaga papa, agar dia tetap sehat, termasuk juga memperhatikan para pelayan di rumah ini agar mereka bisa bekerja dengan baik."

"Kalau untuk urusan yang satu itu, aku pasti melakukannya dengan sangat baik."

Gadis itu mengangguk lagi, lalu tersenyum. Dia merasa senang karena Ernawati selalu baik padanya dan tidak pernah membeda-bedakan dirinya meski hanya seorang asisten di rumah itu.

Hubungan mereka sudah lama terjalin baik, sejak gadis itu tinggal di rumah Candra Wijaya sejak sepuluh tahun lalu. Saat itu gadis yang bernama Wina itu kehilangan orang tuanya dan dia tidak memiliki sana keluarga, makanya Candra Wijaya membawanya ke rumah itu dan menjadikannya asisten di sana, tanpa membeda-bedakannya dengan anggota keluarganya yang lain.

"Masakan ini biar kamu urus sendiri ya, ibu mau istirahat dulu." Wina mengangguk. Ernawati segera meletakkan apron dan sedikit terkejut ketika melihat Melati hampir saja berlalu dari tempat itu.

"Melati?"

Wanita hamil itu langsung berbalik dan menunjukkan sikapnya yang angkuh, seperti biasanya.

"Ya." Dia menjawab dengan singkat.

"Kamu mendengar semuanya?" Ernawati bertanya ragu. Walau bagaimanapun pembicaraan barusan pasti membuat Melati tak nyaman.

"Tenang saja, aku sadar dengan posisiku saat ini. Lagi pula gadis itu benar, kan?"

"Bukan begitu, Mel." Ernawati sendiri merasa bersalah telah menanggapi perkataan gadis itu. Seharusnya dia lebih berhati-hati dalam bicara.

"Itu memang benar. Mungkin anakmu juga pantas mendapatkan wanita yang lebih baik. Tapi, jangan harap aku akan berterima kasih kepada kalian karena tak membuatku malu di hari pernikahanku. Dan tanda tenang saja, aku pasti akan segera pergi dari tempat ini." Melati menghela nafas kasar. Kata-kata Wina terngiang di telinganya.

"Dan ya, aku mungkin tak pantas bersanding dengan putramu. Kami memang tidak cocok dan pernikahan konyol ini terlihat semakin buruk," lanjutnya lagi sambil berlalu, tak ingin berlama-lama bicara dengan Ernawati.

Ernawati sendiri memijat kepalanya yang terasa berat. Dirinya hampir masuk ke dalam kamar saat Candra menghampirinya.

"Apa yang wanita itu katakan padamu, Nak?"

Ernawati menoleh dan tersenyum.

"Tidak ada. Hanya obrolan kecil," kilahnya tak ingin memperpanjang masalah.

"Bilang pada Wina untuk menyiapkan makanan untuknya dan bawa ke kamarnya."

"Eh, kenapa?" Ernawati merasa bingung atas permintaan Candra yang tiba-tiba.

Sementara lelaki itu hanya tersenyum kecil.

"Apa kamu sudah lupa ketika kamu hamil dulu kamu suka sekali makan, meskipun itu bisa menaikkan berat badanmu hingga berkali-kali lipat. Dan papa lihat sepertinya wanita itu belum makan sejak dia datang ke rumah ini." Ernawati menepuk keningnya pelan. Dia hampir lupa menawari wanita itu untuk makan saking asiknya bicara dengan ayahnya, dan juga para asisten di tempat itu yang sudah lama dia tinggalkan.

"Benar juga, ya. Kenapa aku bisa sampai lupa. Baiklah aku akan segera kakak dapur dan menghidangkan beberapa makanan agar Melati bisa menikmatinya."

*****

Mercy hitam itu melaju keluar halaman dan menuju jalan raya yang tampak tidak terlalu padat di siang hari itu.

Edwin duduk sambil membuka tab dan mengerjakan beberapa pekerjaan di sana yang sudah dua hari itu dia tinggalkan.

Di sampingnya, Jovan duduk setia sambil memperhatikannya. Lelaki itu tersenyum simpul menatap Edwin yang ketika sudah mengerjakan sesuatu, dia akan lupa segalanya.

Jovan berdehem sebelum akhirnya membuka suara.

"Kudengar kamu menikah kemarin. Selamat ya, sampai kabar sebesar ini pun kamu tidak mengatakannya padaku," ujar lelaki itu yang mampu membuat Edwin mengalihkan pandangan padanya dengan serius.

"Kau cari mati atau cari gara-gara?!" katanya dengan raut wajah kesal. Setiap mengingat pernikahan yang konyol itu, entah kenapa hatinya selalu mendadak kesal. Jovan terkekeh.

"Hei, kenapa marah? Bukankah Pak Tua itu selalu menyuruhmu untuk menikah dan tiba-tiba saja doanya dikabulkan Tuhan. Bukankah itu suatu hal yang kebetulan."

"Jika kau tidak tahu apa-apa maka diamlah," kata Edwin lagi. Enggan berdebat pada lelaki yang selalu mengejeknya tersebut.

"Baiklah aku sudah tahu semuanya, hanya saja aku tidak menyangka bahwa lelaki sepertimu bahkan tidak kuat melawan empat orang dewasa yang menyeretmu ke pelaminan. Atau jangan-jangan … kamu memang sengaja agar bisa langsung menikah."

"Hei aku tidak sehina itu hingga aku harus cepat-cepat menikah apalagi dengan wanita itu yang tengah ha-" Ucapan Edwin terhenti. Hampir saja dia kelepasan bicara dan mengatakan kepada asisten kepercayaannya itu tentang kondisi Melati saat ini.

"Hai, kenapa tidak kamu teruskan ucapanmu. Apakah ada yang kamu sembunyikan?" tanya Jovan penasaran, melihat wajah Edwin yang kembali memalingkan wajahnya pada layar datar di depannya.

"Sudahlah aku malas membicarakan dia, sebaiknya kamu lihat sendiri keadaannya," ujar Edwin lagi.

"Ah, aku semakin penasaran," kata Jovan lagi sambil memijat dagunya. Dia ingin melihat wanita seperti apa yang dipaksa menikah dengan bosnya tersebut.

Bahkan hingga keduanya sampai di kantor tidak ada pembicaraan lagi diantara mereka. Edwin fokus pada pekerjaannya, sementara Jovan pun memeriksa jadwal dan beberapa pekerjaan lainnya sehingga tak terasa waktu hampir menjelang malam. Edwin dan Jovan pun pulang bersama-sama.

"Seharusnya kau tidak ikut pulang ke rumahku," kata Edwin dengan sebal menetap ke sampingnya, dimana Jovan tersenyum dibalik kemudinya. Lelaki itu sengaja mengendarai kendaraannya tanpa bantuan sopir karena penasaran ingin melihat istri bos sekaligus sahabatnya.

"Ayolah, sesekali menginap tidak apa-apa. Lagi pula siapa tahu aku bisa mengganggu malam Kedua kalian," ujarnya sambil terbahak, yang mendapat toyoran langsung dari tangan Edwin dengan cukup kencang hingga lelaki itu meringis kesakitan.

"Hai dasar kau ini. Perbuatanmu itu bisa membuat kita celaka tahu," sembur Jovan lagi, merasa tak terima.

Sementara Edwin hanya mendengus kasar. Dia sudah mengira saat pulang ke rumah nanti, yang ada pastilah hanya pertengkaran bersama dengan Melati.

Dan mengingat bagaimana watak wanita itu membuatnya selalu tersulut emosi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 99 Ending

    Bab 99Melati tertegun, entah apa yang ada dalam pikiran Edwin, namun ketika suaminya menyebut nama wanita tersebut, matanya melebar sempurna dengan tubuh seperti kaku. Melati yang mengerti raut wajah suaminya itu berubah pun, segera mengambil alih Giandra dan menyerahkannya kepada pengasuhnya."Siapa dia, Mas?" tanya Melati seakan tidak sabar ingin mengetahui siapa wanita yang di hadapannya itu. Dulu suaminya pernah berkata sakit hati saat ditinggalkan seseorang yang telah pergi, dan pikiriannya langsung mengarah ke sana."Michy, ke marilah, Nak. Ayo makan malam bersama dengan kami," ajak Candra. "Oh ya, kapan kamu kembali dari Korea?" Pria tua itu tidak mungkin melupakan siapa Michy bagi cucunya. Beberapa tahun yang lalu, Michy dan Edwin sempat berhubungan cukup lama. Michy juga adalah cinta pertama cucunya. Namun setelah tiga tahun menjalin hubungan, wanita itu memilih meninggalkan negaranya untuk tinggal di Korea sambil melanjutkan studi designnya di sana. Siapa yang menyang

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 98

    Bab 98Entah berapa lamanya mereka saling memadu kasih, hingga keduanya terlelap karena kelelahan.Saat Melati terbangun dari tidurnya, dia kaget karena Giandra tidak ada di box bayi miliknya.Wanita yang panik itu pun segera menggulung rambutnya dan mengikatnya ke atas dengan asal, lalu segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan mengganti dengan pakaian yang baru.Buru-buru wanita itu keluar dari kamarnya untuk mencari putra semata wayangnya, dan saat turun ke ruang tamu, tempat itu remang-remang tanpa cahaya dan seluruh lampu nyaris dimatikan semuanya."Ya ampun dia mana Giandra berada?" ujarnya sambil menggigit ujung kukunya karena bingung. Melati pun menatap ke arah kamar Ernawati yang tertutup, kemudian disampingnya ada kamar Anita yang juga tertutup rapat. Dia sengaja didekatkan telinga ke salah satu kamar tersebut, namun hanya sunyi yang didapatnya."Melati, kenapa kamu menempelkan kupingmu di tengah malam seperti ini?" Jovan yang baru keluar dari dapur deng

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 97

    Bab 97Seketika berita itu menjadi trending di beberapa acara berita di Belanda, dan sampai ke telinga Edwin melalui sebuah pemberitahuan melalui telepon."Kami hanya ingin mengabarkan kepada anda, tentang kejadian kecelakaan yang telah menewaskan saudara Teguh Yogaswara. Keadaan tubuhnya hampir tidak berbentuk karena kecelakaan hebat itu, juga karena ledakan yang membuat jasadnya tidak sempurna. Apakah kami harus menerbangkannya ke Indonesia, atau anda lebih memilih kami memakamkannya di negara ini, mengingat untuk melewati imigrasi sangat sulit dilakukan, dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar!" Suara di seberang sana terus bergema membuat Edwin bingung, hingga suatu keputusan diambil oleh demi kemaslahatan bersama."Kakekku dan kami semua sudah mendengar berita itu sebelumnya dari media massa. Untuk itu, kami semua sudah kesepaka jika jasad Teguh lebih baik dikebumikan saja di Belanda, dan saya meminta pertolongan anda semua untuk mewakilinya, mengingat kami juga tidak bisa per

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 96

    Bab 96Duduk di tengah-tengah keluarga Candra Wijaya membuat hati Jovan menghangat, di mana dia bisa melihat senyum di wajah Ernawati dan Candra juga kehangatan kasih sayang antara Edwin dan Melati, yang disampingnya ada Kirana yang melirik sesekali ke arahnya dan menunduk seperti malu-malu.Setelahnya mereka menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol di ruang tengah. Layar televisi tayang sejak tadi menyala sama sekali tidak membuat mereka tertarik yang ada justru obrolan dan candaan layaknya keluarga besar.Setelah merasa sedikit bosan jumpa naik ke lantai atas di mana kamarnya berada kemudian duduk di balkon sambil menikmati cahaya malam yang indah. Langit bertaburan bintang dan dia duduk di atas kursi rotan sambil memandang ke atas. Kirana masuk setelahnya dan duduk di sampingnya."Sejak kapan, Jo?" Wanita itu tanpa bertanya tanpa mengalihkan pandangan ke samping di mana jawaban langsung melirik bingung ke arahnya."Apanya yang sejak kapan?" Kirana memanyunkan bibirnya."Bod*h!"

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 95

    Bab 95"Jadi, apakah menurut kakak, Jovan akan menerimaku, dengan keadaanku yang seperti ini?" Kirana mendesah berat. Dia melihat keadaan kakinya yang tak sempurna. Meskipun ragu, dia ingin mempertanyakan langsung kepada kakaknya, karena hanya pria itu yang mengerti keadaannya sekarang.Edwin mengangguk, lalu sebuah senyum terbit di bibirnya. Hatinya menghangat melihat senyuman di wajah Kirana."Karena hanya dia yang kakak lihat tulus mencintai kamu, Kirana. Makanya jangan ragu untuk menerima pria itu. Bukankah lebih baik dicintai, daripada mencintai, karena ujung-ujungnya hanya akan membuatmu sakit hati." Edwin mencoba memberi pengertian.Kirana cukup tertohok mendengar pernyataan dari kakaknya barusan."Kakak nggak pernah mendengar aku dan Bian bertengkar, kan?" tanyanya Karen Edwin seperti mengerti isi hatinya. Dia mencintai Bian dan ingin memilikinya. Naas, pria itu malah sebaliknya."Tentu saja tidak. Hanya saja kakak selalu melihat dia tidak pernah tulus mencintaimu. Bukankah

  • Tragedi Pernikahan Paksa   Bab 94

    Bab 94"Melati mana?" Satu kata yang ditanyakan oleh Ernawati ketika sudah sadarkan diri adalah menantunya. Erwin sendiri tidak ada di sana karena harus mengurusi kasus Gunadi di kantor polisi sementara Melati pulang ke rumah atas suruhan Jovan.Wanita itu sudah pulang ke rumah tadi jawaban yang menyuruhnya sepertinya wanita itu tengah bingung atau sedih entahlah apapun tidak tahu Bu memangnya ada apa atau mungkin ada yang kalian tutupi dariku mata Kirana memicing menatap Ernawati yang segera menggeleng wanita itu bukannya menjawab Allah menerawang memandang langit-langit kamar.Bu aku bertanya pada ibu loh kenapa ibu nggak mau menjawabnya apakah perempuan itu membuat masalah lagi di keluarga kita dan apakah ini juga yang menyebabkan Ibu tidak sadarkan diri jika memang demikian biarkan aku yang menghajar wanita itu atau kalau perlu aku akan menyeretnya ke jalanan sesegera mungkin." Kirana berkata dengan perasaan menggebu nyatanya setelah beberapa waktu berlalu bahkan setelah Edwin dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status