Mata Akira berpendar ke sekitar, mencari sumber suara tersebut. Lama menajamkan telinganya, tak ada apapun yang ia dengar. Akira menepis pikirannya, ia menduga dirinya hanya berhalusinasi akibat sering mengalami depresi.
Reyhan memintanya menyimpan buku tersebut di kamar atas. Kemudian ia kembali ke warung, bersiap untuk menutupnya. Sebab, ia akan mengantarkan Andara ke rumah Om Hars, karena buku tadi Reyhan lupa mengatakan keinginan anaknya menginap di sana pada Akira.
Reyhan menatap sekeliling warung sembako. Ia tidak menduga, jika jualannya lumayan laku. Padahal, posisinya berada di tusuk sate. Perlahan tapi pasti, usahanya mulai berkembang berkat ketelatenannya.
"Semoga, mitos posisi tusuk sate tidak terbukti. Aku bisa membantu Akira, untuk membuktikannya," gumam Reyhan. Ia pun mulai bergerak memasukan barang-barang di luar warung, lalu menutup rolling door.
Di kamar atas, Akira kembali membuka buku berwarna emas, dengan ukiran dua naga di depannya. Ia merasa heran kenapa buku itu tidak rusak, maupun di makan rayap. Apalagi saat ia temukan, posisinya jatuh dari atas.
Perlahan, tangannya membuka lembaran buku. Ia sedikit kebingungan, karena tulisan di dalamnya memakai bahasa Sunda halus. Akira mencoba menerka apa arti tulisan tersebut.
Ia membuka aplikasi Opera mini di ponselnya dan menerjemahkan satu persatu. Dari sekian banyak yang ia terjemahkan, hanya ada beberapa yang ia pahami.
"Portal sudah terbuka--." Akira mulai mengeja bacaan.
"Teu aya nu tiada ngahalangan anjeunna, kecualia anjeunna nu ngagaduhan hate bersih. Tur teu aya rasa iri dengki, Dina iri hate sareng manahna. Upami teu Acan waktosna, korban bakal sing galempar." Tulisan yang berhasil Akira terjemahkan.
"Tidak ada yang bisa menghentikan dia, selain dia yang berhati bersih. Tanpa rasa iri dengki, di dalam hati dan dirinya. Jika belum saatnya, maka korban akan berjatuhan."
"Maksudnya apa sih?" gumam Akira bertanya-tanya.
Ia menoleh ke arah jendela, mega berwarna kuning keemasan mulai nampak. Ia segera berlari menutup seluruh jendela rumah. Karena tidak mau mengingat kejadian nahas itu. Akira masuk ke dalam kamarnya dan melupakan buku yang sedang dibacanya.
Akira kalap dan mencari obat anti depresan yang tersisa. Ia segera meminum obat tersebut dan mencoba menenangkan diri. Adzan Maghrib berkumandang, ia segera mengambil wudhu dan melaksanakan salat.
Ia terus berdzikir sampai adzan isya berkumandang dan melanjutkan salat isya. Sudah lama sekali, sejak kepergian Sheila, ia belum bermesraan dengan Reyhan. Akira merasa beruntung, karena Reyhan tidak menuntutnya lebih.
"Malam ini, aku harus bisa puasin Rey, dia pasti kangen goyangan ku," ucapnya, sambil mematut diri di depan cermin.
Ia memoleskan make up tipis, dengan ulasan gincu di bibirnya yang tipis. Lalu menyemprotkan parfum aroma lavender kesukaan suaminya. Melihat baju tidur yang dipakainya, ia merasa tidak cantik.
Akira berjalan ke lemari, lalu mengeluarkan koleksi lingerie miliknya. Ia memilih lingerie warna merah menyala dan segera mengganti pakaiannya. Tubuhnya yang sintal bak gitar spanyol, sangat cocok dengan pakaian apapun. Apalagi lingerie yang memperlihatkan lekuk tubuhnya.
"Reyhan, I'm ready," gumamnya, sambil tersenyum puas.
Sementara itu, Reyhan berada di rumah Om Hars. Sudah sejak sebelum maghrib, ia sampai di sana mengantarkan Andara. Karena tidak mau terlambat salat, ia pun memilih untuk diam sampai isya di sana. Merasa ada kesempatan, Om Hars mencoba mengajak Reyhan bicara tentang rumah itu.
"Reyhan, kamu tahu kalau Om banyak harta," ucap Om Hars.
"Ya, Om, lalu?" sahut Reyhan, ia memahami apa yang akan dikatakan Om Hars.
"Nah, dari awal kamu orang tahu. Kalau Om memberikan banyak pilihan, bahkan rumah itu tidak Om tawarkan. Tapi aneh, kenapa Akira mau di rumah itu. Coba tolonglah Reyhan, bujuk istrimu itu," ungkap Om Hars, hatinya gelisah.
"Lantas, ada rahasia apa di rumah itu? Sehingga Om sangat takut kami tinggal di sana?" Reyhan balik bertanya.
Om Hars langsung terdiam, ia tidak mau membuka luka lama yang terjadi dalam keluarganya. Om Hars memberikan alasan logis, dengan mengatakan mitos rumah tersebut. Tapi Reyhan bersikukuh menolak dan membantah dengan ayat suci yang ia percayai.
Residu masa lalu terbayang di pelupuk mata Om Hars. Luka, yang selama ini ia timbun dan berusaha menyembuhkannya kembali mencuat. Ia dan Cik Ling-Ling, istrinya, pernah berada di fase terburuk saat tinggal di rumah itu.
"Terlepas apapun mitos, Om. Rey percaya bahwa hidup, mati, rejeki, jodoh, sudah diatur oleh yang Maha Kuasa," kata Reyhan.
"Ya, Om tahu Reyhan. Tapi, kita manusia juga tidak boleh melawan alam semesta."
"Alam semesta juga Allah yang kendalikan. Kita manusia, hanya wajib berpikir positif. Apa yang kita pikir baik, maka hasilnya akan baik, Om," ucap Reyhan dengan yakin.
"Ya sudah, jika itu keyakinan kamu orang sekeluarga. Om hanya berdoa semoga semua baik-baik saja." Om Hars mengalah, tak bisa berkata lagi jika Reyhan memberikan pendapatnya.
Usai menunaikan salat isya, Reyhan langsung berpamitan pulang. Hatinya bertanya-tanya ada apa dengan Om Hars, ia tidak berani mendesak. Karena membaca raut muka pria itu langsung berubah.
Ckkiittt!
Braaakkh!"Aaaaaaaa." Reyhan berteriak, ia terkejut saat akan melindas kucing hitam yang melintas tiba-tiba.
Karena tidak fokus, Reyhan kecelakaan menabrak pembatas jalan. Warga langsung menolong dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Luka Reyhan cukup parah, terutama di bagian kaki. Karena tadi ia sempat terseret beberapa meter.
Sementara itu, Andara yang tengah duduk di kamar Liemey, saudarinya merasa tidak enak hati. Ia tiba-tiba teringat pada Reyhan dan berlari ke luar rumah. Om Hars yang masih duduk di luar, menghampirinya dan bertanya.
"Kenapa anak kecil?" tanya Om Hars.
"Ayah, udah pulang, Om Kakek?" Andara balik bertanya.
"Sudah, beberapa saat lalu. Kenapa memang? Mau ikut pulang?"
"Bukan, aku merasa feeling buruk," jawab Andara, menggelengkan kepalanya pelan.
"Masih kecil, tapi sudah sok besar. Memang kamu tahu, feeling itu apa?" seloroh Om Hars.
"Ya, firasat Om Kakek. Andara selalu seperti ini, jika ada sesuatu yang buruk," jawab Andara.
Om Hars terkesiap mendengar jawaban cucu buyutnya. Hatinya mulai merasa takut, apakah Andara mempunyai mata batin.
"Perasaan saja, sudah sana tidur. Anak kecil tidak baik, kalau bobo larut malam," perintahnya.
Andara berbalik meninggalkan Om Hars, hatinya masih merasa gelisah dan teringat pada Reyhan, ayahnya. Tak berselang lama, Om Hars menerima telepon dari pihak rumah sakit. Andara yang mendengarnya, langsung meminta Om Hars segera datang ke sana.
Om Hars berpamitan pada Cik Ling-Ling untuk mengurus Reyhan. Andara memaksa ikut, karena takut terjadi apa-apa pada ayahnya. Cik Ling-Ling mencegahnya, tapi Andara bersikeras ingin ikut.
"Apa kan aku bilang, pasti ada sesuatu sama Ayah. Feeling aku nggak pernah salah. Om Kakek nggak percaya sih!" sungut Andara, pada Om Hars.
Om Hars membatin, ia semakin yakin jika Andara mempunyai kelebihan. Sama seperti yang ada di dalam mimpinya yang datang berulang kali.
"Tuhan, semoga bukan dia korban selanjutnya yang ditunggu Reksojiwo," ucapnya dalam hati.
Setibanya di kamar, Saga terkejut melihat Akira memakai hijab seperti Adibah. Ia tertegun di depan pintu mengetahui Akira sudah sadar, tadinya ia akan pamit pada Om Hars saja. Karena hatinya tidak yakin kuat melihat tatapan tajam Akira, dari belakang Adibah terus mendorong agar ia melangkah masuk."Saga, masuk Nak." Om Hars menyambut kedatangannya dengan senyuman."Iy-iya, Om Hars." Perlahan Saga masuk di susul Adibah dari belakang.Setelah acara bersalaman selesai Saga pamit izin ke toilet. Adibah bisa menangkap kegugupan yang dirasakan oleh calon suaminya itu. Hatinya cukup sadar bahwa Saga belum sepenuhnya membuang Akira dari sudut hatinya yang paling dalam. Adibah menghela napas, matanya tak lepas dari memandang Akira yang kini sama seperti dirinya memakai hijab."Kenapa Dibah? Kok kamu kaya aneh lihat aku?" tanya Akira yang menyadari tatapan Adibah."Emm, kamu cantik berhijab, Ra. Aku pangling
Cahaya tiba-tiba menembus langit-langit atap rumah sakit, seperti ada yang menuntunnya melangkah. Akira mengikuti ke mana cahaya itu membawanya pergi. Seperti ditarik oleh sesuatu ia terhenyak merasa dihempaskan, dilempar tanpa arah.Jantung Akira berpacu cepat, darah berdesir panas, jiwanya seakan terasa lepas dari jasadnya. Akira tidak sadarkan diri hingga saat membuka mata, ia sudah berada di suatu tempat yang sangat indah.Jernihnya air telaga di hiasi berbagai macam bunga lotus yang mekar sempurna, angsa putih berenang riang mengikuti riaknya air. Cahaya hangat mentari begitu ramah menyapa tubuhnya yang terasa dingin.Angin berhembus sejuk menerpa tubuh Akira, perlahan ia bangkit seiring terdengar suara yang memanggil namanya. Beberapa saat ia tertegun melihat pakaiannya yang serba putih, dengan rambut terurai berbau busuk. Akira panik mencium bau tubuhnya sendiri, tiba-tiba tangan seorang lelaki terulur seola
"Saga, kamu ngapain di sini!" Adibah menghampiri Saga yang tengah tertunduk di atas meja.Saga mengangkat wajahnya, Adibah semakin kaget, melihat mata Saga yang memerah."Kamu, kamu nggak tidur?" tanya Adibah khawatir, ia sampai lupa batasan menyentuh Saga."Adibah, sakit," ucap Saga, memegang dadanya."Iya, kamu kenapa, Saga?""Kenapa, kenapa dia sulit dilupakan. Kenapa-- dia selalu menyakiti aku, Adibah!" Air mata Saga meluncur deras, Adibah merasa iba melihatnya."Akira--?"Saga kembali menunduk larut dalam kesedihannya. Ia melupakan bahwa dirinya sudah melamar Adibah. Sehingga tidak menjaga perasaan kekasih barunya. Adibah memeluk Saga, air matanya ikut turun seiring isak tangis Saga yang mulai keras.Adibah sangat tahu, bagaimana rasanya melupakan adalah hal tersulit dalam hidup. Apalagi dia membawa jejak dari masa lalu, yaitu seorang anak. Adi
Air mata Akira berurai membasahi kedua pipinya. Ia menyadari semua perilakunya ketika masih berumah tangga dengan Rey. Sudah jadi kebiasaannya selesai melayani sang suami, ia tidak pernah langsung mandi seperti Rey. Akira lebih suka memakai lingerie ketika tidur, ketibang baju tidur biasa.Melihat Akira yang terdiam wanita itu semakin geram, ia mengacungkan pisaunya dan berteriak, "Mati kauuu!" Seiring teriakannya yang menggema, pisau menancap tepat pada dada Akira."Aaaaaaa." Teriakan Akira mengejutkan semua orang yang ada di dalam kamar. Mereka semakin panik melihat mata Akira melotot, nafasnya tersengal dengan tangan memegang dadanya."Om, Bunda kenapa, Bunda," ucap Andara khawatir melihat kondisi Bundanya."Sebaiknya, bawa ke rumah sakit saja, Pah," usul istri Om Hars."Baik, kalian bawa Akira ke rumah sakit. Aku akan menyelesaikan sesuatu, aku yakin ini bukan hanya
Sesampainya di depan pintu Om Hars berusaha mendobraknya. Akan tetapi sia-sia saja karena pintu terkunci dari dalam. Om Hars membobol gagang pintu dengan kapak, hasilnya pun sama seperti sebelumnya..Pintu seolah dikunci oleh suatu kekuatan ghaib yang tidak bisa ia deteksi."Bunda ... Bunda kenapa," ratap Andara menangis ketakutan melihat pintu kamar Akira yang sulit untuk dibuka."Akira! Buka!" teriak Om Hars.Cik Ling-Ling datang, lalu memeluk Andara."Apa apa, Nak?" tanya Cik Ling-Ling."Nggak tahu, Nenek," sahut Andara sambil terisak.Setelah cukup lama berjuang, pintu terbuka dengan sendirinya. Di sudut kamar Akira tak sadarkan diri, seisi ruangan sangat berantakan karena ia melemparkan barang ke sembarang arah. Untuk melindungi diri dari genderuwo yang masih mengikutinya. Semua orang sibuk mengurus Akira, mereka tidak menyadari jika sukma wanita itu telah pergi meninggalkan jas
Warga masih berusaha membangunkan Saga yang tidak sadarkan diri, seperti kerbau yang kekenyangan. Bebagai upaya telah warga kerahkan dari mulai mengoleskan kayu putih, aroma terapy sampai bubuk merica dari tukang bakso yang lewat sudah dicoba. Tapi, lelaki necis itu masih belum kunjung sadarkan diri.Adibah yang baru tiba langsung diberi jalan oleh warga, rupanya sepanjang perjalanan ia terus berkomunikasi dengan orang yang menelponnya via whatsapp. Setelah mendengar penuturan warga tentang kronologis pingsannya Saga, Adibah menganggukkan kepalanya berkali-kali. Lalu ia tersenyum geli, karena sesekali warga menyebut dirinya sebagai istri sahabat selengekannya itu.Adibah melangkah mendekati Saga yang masih terkapar, ia duduk di sebelahnya kemudian berbisik," Akira punya pacar baru, kamu nggak mau lihat?" ucapnya dengan jahil."Mana, Mana ...." Seperti mendapat super power, Saga terbangun seketika. Kepalanya celingukan melihat banyak
"Apa , Om?""Dia terlalu lama menyukaimu dan sebetulnya bukan kali ini saja dia menyentuhmu. Ingatkah saat Rey masih hidup? Kamu pernah tidak sadar bahwa itu adalah Rey?" Om Hars mengingatkan."Iya, Om, Akira ingat." Akira menganggukkan kepalanya."Nah, saat itu karena terlalu sering bersamamu. Makanya sulit untuk melepaskanmu darinya, terlalu banyak resiko. Siap nggak siap kamu harus terima.""Resiko apa? Aku nggak paham om.""Saat ini, kita belum menemukan orang yang tepat untuk bisa memisahkanmu dari makhluk itu. Om nggak bisa berbuat lebih, menurut pengalaman Om dulu. Orang yang sudah pernah disetubuhi makhluk halus terutama genderuwo, sangat sulit untuk lepas. Jika salah yang menangani, maka si wanita akan gila," tutur Om Hars gelisah."Sesulit itukah, Om? Akira mau hidup normal. Nggak mau kaya gini, Om." Akira merasa tegang mendengar penuturan Om Hars."Makany
TapTapTapSuara langkah kaki terdengar di tangga menuju lantai atas, Akira yang sedang asyik memasak menoleh ke arah tangga. Namun, tidak ada siapapun di sana, beberapa saat ia tertegun. Teringat bahwa Andara tidak ada di rumah.'Siapa tadi? Apa aku salah dengar?' batinnya.Kemudian ia melanjutkan memasak lalu menyantap makanannya sembari sibuk memainkan ponsel. Membalas pesan Saga sekarang menjadi kegiatan terbarunya. Kebaikan Saga yang terus menerus akhirnya membuat ia luluh.Rencana bersama Gio untuk memisahkan Adibah dan Saga urung dilakukan. Karena dengan sendirinya Saga bersungguh-sungguh ingin melamar Akira. Tiba-tiba sekelebat bayangan hitam melintas di depannya. Bulu kuduk Akira meremang, gemetar seluruh badannya."Kamu hanya milikku, keh keh keh." Suara parau seorang lelaki terdengar di belakangnya."Si-siapa kamu!" Akira memberanikan diri bicara, tanpa menoleh ke belakang."Aku, pemilikmu, sampai kap
Akira terlihat santai dan asyik dengan ponselnya, sesekali ia tersenyum membaca pesan yang masuk dari aplikasi whatsapp. Saga yang diam-diam memperhatikan tersulut rasa cemburu. Hanya saja, ia di sibukkan dengan ocehan Andara juga Dhea yang mengajaknya berbincang."Aku pergi dulu ya," kata Akira berpamitan sambil membereskan tas."Ke mana?" tanya Saga."Ada perlu," jawab Akira datar."Kuantar ya?" Saga menawarkan diri."Nggak usah, udah pesan taksi online. Bye semua." Akira melenggang tanpa mengucap salam.Adibah geram dengan sikap Akira, tapi ia berusaha menahan karena ada anak-anak. Wajah Andara berubah murung ketika bundanya pergi. Adibah menangkap ekspresi kecewa anak itu. Kemudian memberikan kode pada Dhea agar membawa Andara bermain di kamarnya.Tanpa menunggu lama, Dhea membawa Andara ke kamarnya. Saga terlihat sangat