Andara lebih dekat pada Reyhan ketimbang Akira, Reyhan lebih mengerti anaknya, meski jarang berada di rumah. Keputusan Reyhan membuka usaha di rumah, membuat Andara senang, karena ia akan sering bersama dengan ayahnya.
Beberapa kali Andara meminta pada orangtuanya untuk pindah rumah. Tapi tidak pernah sedikitpun digubris, terutama oleh Bundanya yang bersikukuh mempertahankan rumah itu.
"Bunda, ayo pindah rumah! Kakak takut tinggal disini," pinta Andara.
"Apaan sih Kakak ini? Sudah berkali-kali Bunda bilang, nggak akan pindah dari sini. Titik!" tegasnya pada Andara.
"Tapi kalau disini terus kita semua dalam bahaya Bunda!"
"Bahaya apa? Kepala buntung? Hantu? Jangan ngada-ngada teruslah Bunda pusing. Kenyataannya waktu itu juga nggak ada apa-apa, 'kan?"
"Terserah Bunda saja. Kakak kesal sama bunda!" ketusnya, lalu pergi meninggalkan Akira dan menghampiri ayahnya yang sedang duduk di warung.
Wajah Andara cemberut, karena kesal kalah terus berdebat dengan Bundanya. Reyhan yang melihat anaknya merengut, segera menyimpan kalkulator yang sedang dipegangnya. Kemudian, mendekati Andara dan mengusap punggungnya.
"Debat lagi sama Bunda?" tanya Reyhan.
"Ya gitu, kesal Bunda nggak mau pindah," jawab Andara cepat.
"Sabar sayang, suatu saat Ayah akan bujuk Bunda," ujar Reyhan menenangkan.
"Tapi sampai kapan? Ayah, Andara takut tinggal di sini. Ayah percaya tidak, kalau di rumah kita banyak hantu," sungut Andara, kesal.
Reyhan mengusap-usap punggung nya dan mengatakan, "Mereka itu makhluk Allah, kakak tidak perlu takut. Sebab, kita lebih mulia dari mereka," bujuknya.
"Tapi wujud mereka seram-seram Ayah," keluh Andra tak mau kalah.
"Percaya sama Allah tidak?"
"Iya, Ayah."
"Mintalah perlindungan pada-Nya. Niscaya Allah akan memberikan kekuatannya untuk melindungi kita dari marabahaya," jelas Reyhan, masih mencoba membujuk Andara.
Bocah itu berpikir sejenak, meski kata-kata Reyhan cukup berat untuknya mencerna. Tetapi Andara paham, apa yang disampaikan Ayah nya pasti ada maksud. Andara meminta pada Reyhan, untuk sementara ia ingin menginap di rumah Om Hars, sampai rasa takutnya hilang.
Reyhan mengizinkan dan akan mengantarkannya nanti sore ke rumah Om Hars, setelah tutup warung. Mereka pun bercanda ria, Akira menatap anak dan suaminya dari dalam rumah. Rasa cemburu selalu terbersit dalam hatinya, sebab Reyhan bisa mengambil hati Andara, daripada dirinya sebagai seorang ibu.
Akira pergi ke area belakang, ia duduk merenung menatap kolam renang, tempat putrinya tewas. Ia mengusap dadanya yang mendadak sesak. Saat memalingkan muka ke arah taman kecil, ia melihat sebuah gembok. Dahinya berkerut karena baru melihat benda tersebut.
"Apa ini? Kenapa baru terlihat?" Batinnya bertanya-tanya.
Akira membersihkan gembok, dari lumut yang menutup. Karena sudah usang, gembok itu tidak terkunci. Saat Akira menariknya, ternyata itu penutup sebuah lubang. Ia terkejut, karena baru tahu ada ruangan dibalik lubang berukuran kecil yang hanya cukup untuk satu orang.
Ia penasaran dan menuruni anak tangga yang tersedia. Di dalam ruangan yang gelap, Akira meraba-raba sekitar. Melihat ada kabel di tangga, ia yakin masih ada listrik yang tersambung ke ruangan itu. Perlahan kakinya terus melangkah, udara di sekitar ia rasakan sangat lembab.
"Ini apa sih? Ruangan kok misah dari rumah," gumamnya, sambil terus melangkah sampai menemukan sakelar lampu.
Cleekk!
Lampu langsung menyala menerangi seisi ruangan. Di sana terdapat sebuah meja kerja, lengkap dengan kursinya yang sudah rusak di gigit tikus dan berdebu. Di sekeliling meja, ada tiga rak buku.
Dinding bercat hijau muda tersebut, terdapat beberapa foto Om Hars saat muda. Ia berjalan menatap foto tersebut satu persatu. Di salah satu foto, ia melihat dirinya saat masih kecil. Akira tersenyum simpul, menatap dirinya sendiri yang kini telah menjadi ibu.
Akira tidak menduga, ruangan yang terlihat sempit itu, ternyata mempunyai ruang yang luas. Ia tersenyum puas, karena tidak salah memilih warisan dari Om Hars. Ia berjalan mendekati rak buku, semua koleksi buku Om Hars masih tersusun dengan rapih.
Perlahan, tangannya menjelajahi rak, memilih buku bacaan. Namun, saat ia buka, isinya sudah di makan rayap. Anehnya, lemari tetap utuh tak koyak sedikitpun. Ia mengetuk-ngetuk lemari, yang ia perkirakan adalah bahan dari kayu jati.
Akira tidak menyerah, ia membuka satu persatu buku. Berharap, ada satu buku yang masih bisa dibaca. Saat ia sedang asyik mencari, ia merasa ada seseorang yang mengawasinya. Akira menoleh ke belakang, tapi tidak ada siapapun.
Braakkh! Sebuah buku jatuh dari atas rak.
"Astaghfirullahal'adzhim," ucap Akira terkejut. Ia pikir hantu yang datang, matanya melirik ke arah sebuah buku tebal yang terjatuh.
Ia pun memungut buku tersebut, lalu meniupnya dari debu."Pfyuh, pfyuh. Buku apa ya? Kok tebal banget," gumamnya, sambil terus membersihkan buku.
"Akira, Akira ... Kamu di mana sayang." Suara Reyhan berteriak memanggilnya.
"Ya sayang, aku di sini," sahutnya.
"Akira, kamu di mana sih sayang?" Reyhan mengulangi panggilannya.
"Si Rey nggak dengar apa? Aku kan, udah nyahutin tadi." Pikir Akira, ia pun segera melangkah ke arah tangga.
Saat tiba di pertengahan tangga, angin berhembus pelan dari belakang menerpa tubuhnya. Bulu kuduk Akira merinding seketika, ia ingin menoleh tapi tidak berani. Di tangannya, ia membawa buku dengan ukiran dua naga.
"Kamu sudah datang, Akira." Suara seorang lelaki berbisik dari ruangan tersebut.
Akira semakin ketakutan dan mempercepat langkahnya. Saat tiba di atas, ia segera menutup lubang tersebut dan menindih dengan pot bunga.
"Sayang, kamu dari mana aja sih," ucap Reyhan, khawatir.
"Yaa Allah, Rey, aku kaget!" seru Akira, sambil mengusap dadanya.
"Kenapa? Kamu dari mana? Aku khawatir cari kamu dari tadi."
"Aku ada, kenapa sih khawatir gitu." Akira mengajak Reyhan duduk.
"Ya khawatir kalau istrinya hilang," seloroh Reyhan, menggoda istrinya.
"Kamu bisa aja Rey," balas Akira mencubit pipi suaminya.
"Itu buku apa?" Reyhan melirik buku di tangan Akira.
"Nggak tahu, tadi nemu di ruang bawah tanah," jawab Akira, seraya menyerahkan buku pada Reyhan.
"Ruang-- bawah, tanah?"
"Iya, di sana." Akira menunjuk pot bunga, yang ia gunakan untuk sebagai tanda.
Reyhan terkejut karena ia juga baru mengetahui adanya ruang bawah tanah. Pria itu penasaran pada buku tebal yang kini ada di tangannya. Apalagi ukiran dua naga yang saling berhadapan, membuat jiwa membaca Reyhan kumat seketika.
Saat buku terbuka, angin kembali berhembus kencang, menerpa keduanya. Mereka saling melemparkan pandangan, angin hanya berhembus sesaat lalu menghilang. Akira merasakan hatinya mendadak tidak enak, tak lama kemudian suara tadi kembali terdengar di telinganya.
"Kamu sudah datang, Akira sayang," bisik sosok tersebut.
Setibanya di kamar, Saga terkejut melihat Akira memakai hijab seperti Adibah. Ia tertegun di depan pintu mengetahui Akira sudah sadar, tadinya ia akan pamit pada Om Hars saja. Karena hatinya tidak yakin kuat melihat tatapan tajam Akira, dari belakang Adibah terus mendorong agar ia melangkah masuk."Saga, masuk Nak." Om Hars menyambut kedatangannya dengan senyuman."Iy-iya, Om Hars." Perlahan Saga masuk di susul Adibah dari belakang.Setelah acara bersalaman selesai Saga pamit izin ke toilet. Adibah bisa menangkap kegugupan yang dirasakan oleh calon suaminya itu. Hatinya cukup sadar bahwa Saga belum sepenuhnya membuang Akira dari sudut hatinya yang paling dalam. Adibah menghela napas, matanya tak lepas dari memandang Akira yang kini sama seperti dirinya memakai hijab."Kenapa Dibah? Kok kamu kaya aneh lihat aku?" tanya Akira yang menyadari tatapan Adibah."Emm, kamu cantik berhijab, Ra. Aku pangling
Cahaya tiba-tiba menembus langit-langit atap rumah sakit, seperti ada yang menuntunnya melangkah. Akira mengikuti ke mana cahaya itu membawanya pergi. Seperti ditarik oleh sesuatu ia terhenyak merasa dihempaskan, dilempar tanpa arah.Jantung Akira berpacu cepat, darah berdesir panas, jiwanya seakan terasa lepas dari jasadnya. Akira tidak sadarkan diri hingga saat membuka mata, ia sudah berada di suatu tempat yang sangat indah.Jernihnya air telaga di hiasi berbagai macam bunga lotus yang mekar sempurna, angsa putih berenang riang mengikuti riaknya air. Cahaya hangat mentari begitu ramah menyapa tubuhnya yang terasa dingin.Angin berhembus sejuk menerpa tubuh Akira, perlahan ia bangkit seiring terdengar suara yang memanggil namanya. Beberapa saat ia tertegun melihat pakaiannya yang serba putih, dengan rambut terurai berbau busuk. Akira panik mencium bau tubuhnya sendiri, tiba-tiba tangan seorang lelaki terulur seola
"Saga, kamu ngapain di sini!" Adibah menghampiri Saga yang tengah tertunduk di atas meja.Saga mengangkat wajahnya, Adibah semakin kaget, melihat mata Saga yang memerah."Kamu, kamu nggak tidur?" tanya Adibah khawatir, ia sampai lupa batasan menyentuh Saga."Adibah, sakit," ucap Saga, memegang dadanya."Iya, kamu kenapa, Saga?""Kenapa, kenapa dia sulit dilupakan. Kenapa-- dia selalu menyakiti aku, Adibah!" Air mata Saga meluncur deras, Adibah merasa iba melihatnya."Akira--?"Saga kembali menunduk larut dalam kesedihannya. Ia melupakan bahwa dirinya sudah melamar Adibah. Sehingga tidak menjaga perasaan kekasih barunya. Adibah memeluk Saga, air matanya ikut turun seiring isak tangis Saga yang mulai keras.Adibah sangat tahu, bagaimana rasanya melupakan adalah hal tersulit dalam hidup. Apalagi dia membawa jejak dari masa lalu, yaitu seorang anak. Adi
Air mata Akira berurai membasahi kedua pipinya. Ia menyadari semua perilakunya ketika masih berumah tangga dengan Rey. Sudah jadi kebiasaannya selesai melayani sang suami, ia tidak pernah langsung mandi seperti Rey. Akira lebih suka memakai lingerie ketika tidur, ketibang baju tidur biasa.Melihat Akira yang terdiam wanita itu semakin geram, ia mengacungkan pisaunya dan berteriak, "Mati kauuu!" Seiring teriakannya yang menggema, pisau menancap tepat pada dada Akira."Aaaaaaa." Teriakan Akira mengejutkan semua orang yang ada di dalam kamar. Mereka semakin panik melihat mata Akira melotot, nafasnya tersengal dengan tangan memegang dadanya."Om, Bunda kenapa, Bunda," ucap Andara khawatir melihat kondisi Bundanya."Sebaiknya, bawa ke rumah sakit saja, Pah," usul istri Om Hars."Baik, kalian bawa Akira ke rumah sakit. Aku akan menyelesaikan sesuatu, aku yakin ini bukan hanya
Sesampainya di depan pintu Om Hars berusaha mendobraknya. Akan tetapi sia-sia saja karena pintu terkunci dari dalam. Om Hars membobol gagang pintu dengan kapak, hasilnya pun sama seperti sebelumnya..Pintu seolah dikunci oleh suatu kekuatan ghaib yang tidak bisa ia deteksi."Bunda ... Bunda kenapa," ratap Andara menangis ketakutan melihat pintu kamar Akira yang sulit untuk dibuka."Akira! Buka!" teriak Om Hars.Cik Ling-Ling datang, lalu memeluk Andara."Apa apa, Nak?" tanya Cik Ling-Ling."Nggak tahu, Nenek," sahut Andara sambil terisak.Setelah cukup lama berjuang, pintu terbuka dengan sendirinya. Di sudut kamar Akira tak sadarkan diri, seisi ruangan sangat berantakan karena ia melemparkan barang ke sembarang arah. Untuk melindungi diri dari genderuwo yang masih mengikutinya. Semua orang sibuk mengurus Akira, mereka tidak menyadari jika sukma wanita itu telah pergi meninggalkan jas
Warga masih berusaha membangunkan Saga yang tidak sadarkan diri, seperti kerbau yang kekenyangan. Bebagai upaya telah warga kerahkan dari mulai mengoleskan kayu putih, aroma terapy sampai bubuk merica dari tukang bakso yang lewat sudah dicoba. Tapi, lelaki necis itu masih belum kunjung sadarkan diri.Adibah yang baru tiba langsung diberi jalan oleh warga, rupanya sepanjang perjalanan ia terus berkomunikasi dengan orang yang menelponnya via whatsapp. Setelah mendengar penuturan warga tentang kronologis pingsannya Saga, Adibah menganggukkan kepalanya berkali-kali. Lalu ia tersenyum geli, karena sesekali warga menyebut dirinya sebagai istri sahabat selengekannya itu.Adibah melangkah mendekati Saga yang masih terkapar, ia duduk di sebelahnya kemudian berbisik," Akira punya pacar baru, kamu nggak mau lihat?" ucapnya dengan jahil."Mana, Mana ...." Seperti mendapat super power, Saga terbangun seketika. Kepalanya celingukan melihat banyak
"Apa , Om?""Dia terlalu lama menyukaimu dan sebetulnya bukan kali ini saja dia menyentuhmu. Ingatkah saat Rey masih hidup? Kamu pernah tidak sadar bahwa itu adalah Rey?" Om Hars mengingatkan."Iya, Om, Akira ingat." Akira menganggukkan kepalanya."Nah, saat itu karena terlalu sering bersamamu. Makanya sulit untuk melepaskanmu darinya, terlalu banyak resiko. Siap nggak siap kamu harus terima.""Resiko apa? Aku nggak paham om.""Saat ini, kita belum menemukan orang yang tepat untuk bisa memisahkanmu dari makhluk itu. Om nggak bisa berbuat lebih, menurut pengalaman Om dulu. Orang yang sudah pernah disetubuhi makhluk halus terutama genderuwo, sangat sulit untuk lepas. Jika salah yang menangani, maka si wanita akan gila," tutur Om Hars gelisah."Sesulit itukah, Om? Akira mau hidup normal. Nggak mau kaya gini, Om." Akira merasa tegang mendengar penuturan Om Hars."Makany
TapTapTapSuara langkah kaki terdengar di tangga menuju lantai atas, Akira yang sedang asyik memasak menoleh ke arah tangga. Namun, tidak ada siapapun di sana, beberapa saat ia tertegun. Teringat bahwa Andara tidak ada di rumah.'Siapa tadi? Apa aku salah dengar?' batinnya.Kemudian ia melanjutkan memasak lalu menyantap makanannya sembari sibuk memainkan ponsel. Membalas pesan Saga sekarang menjadi kegiatan terbarunya. Kebaikan Saga yang terus menerus akhirnya membuat ia luluh.Rencana bersama Gio untuk memisahkan Adibah dan Saga urung dilakukan. Karena dengan sendirinya Saga bersungguh-sungguh ingin melamar Akira. Tiba-tiba sekelebat bayangan hitam melintas di depannya. Bulu kuduk Akira meremang, gemetar seluruh badannya."Kamu hanya milikku, keh keh keh." Suara parau seorang lelaki terdengar di belakangnya."Si-siapa kamu!" Akira memberanikan diri bicara, tanpa menoleh ke belakang."Aku, pemilikmu, sampai kap
Akira terlihat santai dan asyik dengan ponselnya, sesekali ia tersenyum membaca pesan yang masuk dari aplikasi whatsapp. Saga yang diam-diam memperhatikan tersulut rasa cemburu. Hanya saja, ia di sibukkan dengan ocehan Andara juga Dhea yang mengajaknya berbincang."Aku pergi dulu ya," kata Akira berpamitan sambil membereskan tas."Ke mana?" tanya Saga."Ada perlu," jawab Akira datar."Kuantar ya?" Saga menawarkan diri."Nggak usah, udah pesan taksi online. Bye semua." Akira melenggang tanpa mengucap salam.Adibah geram dengan sikap Akira, tapi ia berusaha menahan karena ada anak-anak. Wajah Andara berubah murung ketika bundanya pergi. Adibah menangkap ekspresi kecewa anak itu. Kemudian memberikan kode pada Dhea agar membawa Andara bermain di kamarnya.Tanpa menunggu lama, Dhea membawa Andara ke kamarnya. Saga terlihat sangat