Home / Romansa / Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir / Bab 15. Pulang Tanpa Kepastian

Share

Bab 15. Pulang Tanpa Kepastian

Author: Liazta
last update Huling Na-update: 2025-05-31 19:43:44

Amora duduk gelisah di tepi ranjang rumah sakit. Jemarinya meremas ujung selimut tipis, sementara matanya terus mengarah ke pintu. Hari ini seharusnya menjadi hari bahagia, ia diizinkan pulang. Namun bayang-bayang kecemasan menggantung berat di dadanya.

Bagaimana mungkin ia pulang tanpa membayar satu rupiah pun?

Tak ada perhiasan di tubuhnya, bahkan uang receh pun nihil. Baju satu-satunya yang ia kenakan saat masuk ke UGD kini hanya tinggal sisa koyakan dan bercak darah kering.

Pintu terbuka perlahan.

"Halo, Amora. Apa kabar hari ini?"

Suara lembut itu milik dokter Andi, pria muda dengan senyum hangat yang tak pernah absen dari wajahnya. Ia melangkah masuk dan segera memeriksa luka di perut Amora.

Amora tersenyum kecil, mengangguk sopan.

"Baik, Dokter," ucapnya pelan.

"Ada keluhan?" tanya dokter Andi sambil menyibak perban dengan hati-hati.

"Masih agak pedih, Dok..." jawabnya, nyaris berbisik. Ia merasa bersalah karena mengeluh. Seharusnya nyeri itu disembunyikan karena ia tak sanggu
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fransisca Shinta 76
sedih crita nya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 18 Api Dalam Dada

    Langit mulai runtuh di mata Amora. Awan hitam bergulung liar, angin mengibas-ngibas ujung rambutnya yang kusut, namun tidak ada yang lebih ribut dari pikirannya sendiri. Sudah satu jam lebih ia duduk di kursi roda, membeku di depan gerbang rumah yang dulu ia sebut rumah, tempat ia pernah merasa dicintai.Bel ditekan lagi, keras dan berulang. Tangannya gemetar karena marah dan dingin. Tapi tak ada tanda kehidupan dari dalam sana. Hanya keheningan yang menjawab, seperti rumah itu telah berubah menjadi kuburan.Sampai akhirnya, klik.pagar terbuka, dan keluarlah Dewi, sang mami mertua, dengan raut wajah menyeramkan.Tapi bukan itu yang merobek dada Amora.Di belakang wanita itu, berdiri sosok yang membuat udara berhenti bergerak. Miranda. Wanita yang pernah menjadi sekretaris suaminya. Wanita yang kini menggantikan posisi Amora di ranjang dan ruang makan.“Ngapain kau datang ke sini?!”Suara Dewi menghantam seperti cambuk. Tidak ada basa-basi. Tidak ada sopan santun. Seperti seekor anjin

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 17 Gerbang yang Tak Lagi Terbuka

    Langit siang itu cerah, awan menggantung tenang tanpa ancaman panas. Mungkin karena hujan yang turun tiga hari berturut-turut, udara menjadi lebih sejuk dan damai. Tapi damai itu tidak berlaku bagi Amora.Dengan tubuh lemah dan luka yang belum pulih, ia menggerakkan kursi rodanya perlahan. Roda-roda itu berderit halus di atas aspal yang masih sedikit basah. Di tangannya, tak ada peta kertas, hanya kenangan samar dari aplikasi MAPS yang sempat ia lihat ketika paket datanya masih aktif. Sekarang, tanpa GPS dan tanpa siapa pun yang menemani, ia hanya mengandalkan ingatan dan tekad.Ingin rasanya mengeluh, menangis, bahkan berteriak atas semua yang ia alami. Tapi Amora tahu, keluhan tidak akan membawa ke mana-mana. "Mengeluh itu hanya memperberat langkah," kata Yusuf yang kini hanya bisa ia temui dalam doa.“Papi, Mora kangen,” bisiknya lirih, seolah angin bisa menyampaikan rindunya ke langit.“Kenapa Mora cuma dikasih bahagia sebentar? Andaikan Papi masih ada, Mora pasti nggak sendirian

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 16 Bayangan Amora

    Randy duduk termenung di tepi jendela, matanya menatap kosong ke arah kursi roda di sudut ruangan. Kursi itu diam membisu, namun dalam diamnya, ia menyimpan begitu banyak kenangan. Termasuk sosok istri kecilnya yang pernah mewarnai hari-harinya. Bayangan perjuangan Amora merawatnya ketika dalam keadaan lumpuh, kini kembali terlihat di pelupuk matanya.Amora.Nama itu terbisik pelan dalam benaknya. Gadis kecil berusia sepuluh tahun yang dulu tak pernah lelah merawatnya, memperhatikannya, bahkan ketika Randy terus-menerus menolaknya.Ia bukan adiknya. Bukan juga keluarganya. Tapi perhatian gadis itu terasa seperti hangatnya mentari pagi yang lembut menyapa tubuh yang menggigil.Amora bukan datang begitu saja. Ia dibawa oleh sang Papi, Yusuf, dari sebuah panti asuhan. Tapi alasan di balik keputusan itu bukan sekadar niat mulia.Dua tahun sebelum Amora diadopsi, Yusuf mencium kejanggalan di panti asuhan yang didanainya. Panti itu, yang sebelumnya menampung 25 anak, tiba-tiba hanya memilik

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 15. Pulang Tanpa Kepastian

    Amora duduk gelisah di tepi ranjang rumah sakit. Jemarinya meremas ujung selimut tipis, sementara matanya terus mengarah ke pintu. Hari ini seharusnya menjadi hari bahagia, ia diizinkan pulang. Namun bayang-bayang kecemasan menggantung berat di dadanya.Bagaimana mungkin ia pulang tanpa membayar satu rupiah pun?Tak ada perhiasan di tubuhnya, bahkan uang receh pun nihil. Baju satu-satunya yang ia kenakan saat masuk ke UGD kini hanya tinggal sisa koyakan dan bercak darah kering.Pintu terbuka perlahan."Halo, Amora. Apa kabar hari ini?"Suara lembut itu milik dokter Andi, pria muda dengan senyum hangat yang tak pernah absen dari wajahnya. Ia melangkah masuk dan segera memeriksa luka di perut Amora.Amora tersenyum kecil, mengangguk sopan."Baik, Dokter," ucapnya pelan. "Ada keluhan?" tanya dokter Andi sambil menyibak perban dengan hati-hati."Masih agak pedih, Dok..." jawabnya, nyaris berbisik. Ia merasa bersalah karena mengeluh. Seharusnya nyeri itu disembunyikan karena ia tak sanggu

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 14. Hujan di Balik Jendela

    Sudah tiga hari berlalu, namun kondisi bayi Amora masih belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Tubuh kecil itu terbaring lemah diruang NICU. Namun ia masih tetap bertarung melawan takdir.“Apa yang sebenarnya terjadi pada malaikat kecilku?” batinnya lirih. Ia hanya bisa menunggu, menanti hasil uji laboratorium dan kabar dari dokter yang rasanya tak kunjung datang.Amora duduk diam di tepi ranjang rumah sakit, matanya kosong menatap menu makan malam yang tak disentuh. Rasanya makanan pun tak punya rasa. Besok ia dijadwalkan keluar dari rumah sakit, tapi benaknya dipenuhi satu pertanyaan besar: apakah pihak rumah sakit akan mengizinkan ia pulang tanpa membayar biaya perawatan terlebih dahulu?Bingung, cemas, dan takut bercampur aduk dipikirannya. Anak yang sakit, tagihan yang menumpuk, dan kesendirian yang menampar tanpa belas kasihan.“Maaf Nak, apa kamu tidak punya suami?” suara seorang wanita tua dari ranjang yang berhadapan dengan Amora bertanya. Pertanyaan wanita itu menembus lamun

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 13. Tetap waspada

    Air mata yang tadi sudah reda kembali mengalir, diam-diam dan tanpa suara.Amora cepat-cepat menghapusnya, mencoba sekuat tenaga menyembunyikan kepedihan yang tiba-tiba kembali mencuat. Pemandangan itu sangat indah. Seorang anak kecil menggandeng ayahnya dengan penuh kasih. Hal seperti ini mustahil dirasakan oleh putranya. Bahkan mungkin takkan pernah sama sekali. Putranya tidak pernah tahu bagaimana rasanya menggenggam tangan seorang ayah.“Kakak Amora!” Suara ceria itu memecah lamunannya. Amora menoleh, tersenyum samar sambil melambaikan tangan. Ia kembali mengusap matanya, memastikan tak ada jejak tangis yang tertinggal.“Kamu lagi ngapain?” tanyanya ketika gadis kecil itu sudah berada di hadapannya.“Aku kasihan sama Daddy. Dia cuma diam di kamar. Jadi aku ajak keluar. Sore-sore begini enaknya duduk di taman, biar segar!” jawab gadis itu, ceria seperti biasa.Amora tersenyum, mengangguk pelan. “Kalau cuma di kamar terus, kapan sembuhnya?” ucapnya, dengan nada menggoda.“Aku juga u

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status