Yukine masih sibuk dengan pikirannya sendiri tentang pembahasan dua orang di depannya yang berdiri, jarak mereka cukup dekat dan memungkinkan untuk Yukine mendengar semua percakapan keduanya dengan sangat jelas, disaat Yukine memikirkan sahabatnya khia Na dan Kun yang sebentar lagi akan menikah ada sebuah benda jatuh di dekat kakinya, dengan otomatis Yukine melihat benda itu yang ternyata sebuah ponsel jatuh tepat di samping kaki Yukine. "Maaf," ujar suara laki-laki yang tangannya terulur untuk mengambil ponsel itu. Yukine masih menunduk menatap ponsel itu disusul oleh sebuah wajah yang rupawan. Wajah Yukine tidak terlihat sama sekali jika dilihat dari atas tapi kini laki-laki itu sedang berjongkok untuk mengambil ponselnya dan pandangannya selanjutnya mendongak bertemu dengan tatapan Yukine dalam beberapa detik mereka saling bertatapan. Di waktu yang bersamaan Yukine membuang muka dan Balryu bangkit. Perempuan itu sudah tidak bisa mendengar lagi dengan benar percakapan dua orang y
Yukine diam menatap kobaran api di depannya, kemudian mengambil benda dari sakunya, ponsel edisi lama itu masih terlihat bagus meskipun digunakan bertahun-tahun. Perempuan itu tersenyum tipis melihat barang yang memiliki begitu banyak kenangan namun kini sudah tidak sepatutnya digunakan lagi jika Yukine masih bertekad untuk menggunakan itu mungkin akan menimbulkan beberapa hal yang tidak dinginkan. "Selamat tinggal," ujar Yukine sambil melemparkan ponsel itu ke dalam kobaran api yang menyala-nyala. Tiba-tiba ingatannya melayang jauh di tahun pertama ketika Yukine baru menjadi adik perempuan Balryu, Yukine begitu bahagia mendapatkan ponsel yang begitu bagus karena baru pertama kali memiliki barang mewah seperti itu sebelumnya Yukine kesulitan hanya untuk mendapatkan barang elektronik itu bahkan hanya mampu memiliki yang kualitas rendah itupun bekas orang lain. "Banyak sekali sesuatu yang harus aku relakan," desah perempuan itu tidak berdaya. Yukine berbalik pergi terdengar su
Ruangan itu sejuk berbanding terbalik dengan suasana di luar yang masih terasa panas meskipun matahari sudah condong ke barat, Yukine mengambil minuman soda juga sebungkus roti, dari dalam toko serba ada itu Yukine bisa melihat seorang laki-laki turun dari tangga dan pergi. Roti dan soda yang baru dibelinya langsung dinikmati sambil berdiri di depan pintu. Yukine mengawasi laki-laki yang memiliki pundak lebar itu kini berjalan menjauh setelah memastikan jika kenalan lamanya itu pergi perempuan itu keluar dari toko serba ada lalu menuju anak tangga yang ada di samping. Menaiki anak tangga dengan santai juga mulutnya yang terus mengunyah, kakinya memang sedikit pincang namun karena sudah berbulan-bulan berada dalam kondisi ini membuatnya segera dapat beradaptasi dengan baik. Pintu itu masih tidak dikunci Yukine masuk seperti dulu melihat sekeliling tempat yang sangat familiar. "Tidak ada yang berubah," ujar Yukine sambil memperhatikan barang-barang yang ada di sana bahkan bathub itu ju
Ruangan itu tidak terlalu besar namun cukup nyaman untuk Yukine beristirahat dengan benar setelah berhari-hari berpindah-pindah tempat tinggal dari satu hotel ke hotel lainnya. Yudho cukup perhatian karena membuat satu kamar untuknya, laki-laki itu sebelum meninggalkan merencanakan banyak hal.Dokumen yang dibawanya adalah tanda bukti pemilikan atas bangunan rumah yang ditempati nyonya Mira dan saudaranya serta sebidang tanah yang juga di kelola oleh perempuan itu. Sebenarnya mereka punya tempat tinggal sendirian akan tetapi beberapa waktu yang lalu ada sebuah kebenaran yang mengharuskan membangun ulang rumahnya dan sementara waktu mereka tinggal di sini dikala rumah mereka di renovasi. "Aku hanya datang untuk berkunjung tidak untuk tinggal, aku hanya ingin menemui anda setelah itu pergi lagi untuk waktu yang tidak aku ketahui," ujar Yukine pada nyonya Mira. "Kamu akan pergi kemana?""Untuk itu aku tidak bisa memberitakannya, " jawab Yukine pelan bukan berhati-hati pada orang baru t
Langkah kakinya kecil sedikit berbeda dengan orang pada umumnya, pemiliknya adalah seorang perempuan dengan rambut pendek yang di kuncir dengan sembarangan, tubuhnya kurus dan memiliki banyak bekas luka di balik pakaiannya. Perempuan itu kini selalu memperkenalkan diri dengan nama Mahima dan sekarang sedang memasuki sebuah pemukiman yang ada di pinggiran kota, struktur tanah yang berbukit sedikit menyulitkan perempuan yang memiliki sedikit masalah dengan kakinya itu tidak berhenti bergerak dengan petunjuk di tangannya mencari sebuah alamat.Setelah bertanya beberapa kali akhirnya Yukine menemukan sebuah rumah yang tidak terlalu besar dan sedikit usang, Yukine membuat ketukan di pintu tapi setelah beberapa kali melakukan tidak ada sambutan dari dalam. "Apakah ada orang," ujar Yukine sedikit lebih keras takut jika suaranya tidak didengar oleh orang yang ada di dalam. Karena masih saja tidak mendapatkan sahutan terpaksa Yukine menunggu di samping pintu setelah beberapa waktu ada seoran
Laki-laki itu bernapas panjang menatap pintu rumahnya, bukan karena tidak suka kembali ke rumah hanya saja hatinya begitu lelah menghadapi saudaranya yang setiap hari membuat gebrakan baru, tiap kali pulang yang dipikiran oleh Balryu apa yang akan diperbuat oleh adik perempuannya itu belum, juga naik tangga sudah terdengar kegaduhan dari lantai dua. Balryu menatap ibunya yang sedang sibuk di dapur menyiapkan sebuah minuman. "Dia sedang membersihkan kamar," ujar Xiyun memberitahu kegiatan yang sedang dilakukan Fe Fei. Balryu akan menaiki tangga namun ponselnya berdering itu dari sahabatnya, Imran hanya mengatakan beberapa kata kemudian panggilan itu berakhir, Balryu berbalik badan dan kembali pergi. "Kamu mau kemana?" tanya Xiyun bingung melihat putranya kembali pergi. "Ada sesuatu yang mendesak di kantor aku harus pergi, katakan pada Xiao Gui mungkin aku tidak pulang malam ini," jawab Balryu sambil berpesan karena jika itu mungkin Fe Fei akan terus menghubunginya."Jangan lupa ja