Yukine dengan tubuh barunya menginjak tangan kotor yang pernah menjamahnya, akibatnya laki-laki yang masih berhubungan darah dengannya itu kesakitan. Ini adalah permulaan yukine masih memiliki daftar nama orang-orang di kehidupan sebelumnya yang harus menerima karma darinya.
View More"Ikut pulang bersama kakek!"
Gadis itu menoleh pada laki-laki tua di depannya dan tiba-tiba air mata yang ditahannya tumpah juga pada akhirnya, hari ini adalah hari di mana pengadilan mengabulkan permohonan perceraian kedua orang tuanya, tapi keduanya sama sekali tidak ada yang menginginkan dirinya.
Gadis itu bernama Yukine berusia 13 tahun dan kini hanya dapat menggandeng tangan keriput kakek dari ayahnya itu.
"Kamu tidak perlu mempedulikan Ayah dan ibumu, ada kakek di sini."
Yukine tidak menyahut, tapi mengiyakan dengan anggukan kecil.
"Biarkan mereka pergi menyelesaikan urusan mereka sendiri."
Hari itu menjadi awal Yukine memulai hidup bersama kakeknya juga untuk terakhir kalinya melihat wajah sang ayah karena setelah keputusan perceraian keduanya laki-laki itu tidak pernah sekali pun menunjukkan wajahnya kembali.
"Kakek, aku akan membantumu," ujar Yukine meraih tas belanjaan laki-laki tua itu, meskipun mereka hanya tinggal berdua Yukine jauh lebih bahagia ketimbang hidup bersama kedua orang tuanya dulu.
Kakeknya tinggal sendiri, meskipun tampak sederhana, tapi dia memiliki banyak aset untuk menunjang kehidupan mereka berdua sampai Yukine dewasa nanti.
Hanya saja semuanya tidak berjalan semestinya setelah 3 tahun masa damai itu, laki-laki tua itu jatuh sakit dan tidak berapa lama akhirnya meninggal. Laki-laki tua itu hanya memiliki dua anak pertama ayah Yukine dan putrinya yang kedua. Karena keberadaan ayah Yukine yang tidak diketahui sudah dipastikan jika semuanya jatuh pada bibinya.
"Siapa namamu?" tanya wanita itu dengan nada bicara yang tidak senang.
"Yukine," jawab gadis muda itu dengan tatapan takut.
Meskipun mereka masih berkerabat, tapi bibinya sangat jarang berkunjung, hampir tidak pernah karena wanita itu memiliki hubungan yang tidak baik dengan kakeknya. Akan tetapi, karena semua tetangga tahu jika Yukine dirawat oleh kakeknya, mau tidak mau bibinya juga melakukan hal yang sama mengambil semua properti kakeknya juga tanggung jawab kepada Yukine.
"Cuci piring kemudian jemur pakaian!" Suara wanita itu begitu lantang terdengar oleh Yukine.
Meskipun biasanya Yukine mengerjakan semua pekerjaan rumah, akan tetapi tidak pernah ada yang menyuruhnya, ia melakukan semuanya dengan suka rela. Tapi setelah rumah ini diambil alih oleh bibinya Yukine seperti orang asing yang melayani sebuah keluarga, mencuci piring semua orang yang tinggal di bawah atap ini--suami bibinya juga dua putranya. Bibi dan suaminya melanjutkan usaha kakeknya, akan tetapi perlahan usaha itu mengalami mimpi buruk. Setelah beberapa tahun akhirnya usaha itu benar-benar gulung tikar.
"Tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, lagipula kamu seorang perempuan lebih baik menikah setelah lulus sekolah mencari laki-laki dari keluarga kaya dan dapat membantu bibirmu ini."
"Tapi aku masih ingin belajar," ujar Yukine lirih sambil meremas buku di pelukannya.
"Apa katamu?" Suara bibinya meninggi mendengar ucapan Yukine. "Ingatlah aku dan pamanmu ini sedang mengalami penurunan, lagipula kami tidak memiliki kewajiban untuk membesarkan dirimu."
Yukine sudah sering mendengar bibinya berkata kasar, tapi tidak menyangka jika kata-kata itu langsung dilontarkan di depan wajahnya.
"Hubungi ibumu yang kaya itu minta uang padanya untukmu sekolah."
Kehidupan ke depannya benar-benar sulit, sekolah yang tinggal setahun lagi membuat Yukine memutar otak agar selesai, bibinya kini lebih sering marah-marah jika semuanya menyangkut uang, meskipun hanya uang sakunya untuk sekolah.
Setelah satu tahun dilalui dengan susah payah Yukine akhirnya diterima di salah satu perguruan tinggi di kotanya, dengan jalur prestasi, Yukine sangat bahagia karena tidak perlu bertengkar dengan bibinya apalagi mengemis ke pihak ibunya untuk pendidikannya. Akan tetapi, sepetak mimpi itu lenyap seketika ketika bibinya menahan semua dokumennya.
"Bibi sudah mencarikanmu seorang calon suami."
Mata Yukine terbelalak seperti tersambar petir di siang bolong. "Tidak! Bibi aku ingin kuliah," ucapnya spontan.
"Pak Tian orang kaya kamu tidak perlu bersusah-susah seumur hidupmu!" Wanita itu terus bicara tidak mempedulikan penolakan dari keponakannya itu.
"Pak Tian?" gumam Yukine memproses ucapan bibinya, orang yang diketahuinya adalah laki-laki beristri pemilik tambang.
"Ya, Pak Tian. Pemilik tambang."
"Dia sudah beristri."
"Memangnya kenapa jika sudah beristri? Dia juga masih muda, istrinya tidak dapat memiliki anak kamu akan beruntung menikah dengannya."
"Tidak, Bibi, aku tidak mau."
"Jangan harap kamu bisa menolak, aku akan membakar semua dokumenmu jika kamu tidak menuruti keinginan bibi, semuanya akan aku kembalikan setelah malam pernikahan." Wanita itu semena-mena terhadap Yukine karena mereka sudah membesarkannya juga terus berpikir kedua orang tua Yukine saja tidak menginginkan gadis itu dan harus dia yang menanggung untuk membesarkannya.
Meskipun ibu Yukine terkadang mengirimkan sejumlah uang untuk biaya sekolah, tapi wanita itu selalu menolak bertemu karena wanita itu sedang menata kembali hidupnya yang telah disia-siakan bersama ayah Yukine.
Setelah Yukine menyelidikinya ternyata bibinya mendapatkan sejumlah uang sebagai mahar dan hutang milik bibinya akan dianggap lunas.
"Apakah Bibi menjualku?" tanya Yukine tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Siapa yang menjualmu jika aku mau, kamu sudah aku berikan pada Nyonya Wigiarto pasti sudah mendapatkan banyak uang." Siapa yang tidak mengetahui Nyonya Wigiarto yang memiliki komplek perumahan elit yang terkenal itu.
"Bibi, lagipula aku masih keponakanmu," ucap Yukine lirih.
"Aku masih berbaik hati tidak menjualmu hanya menyuruhmu menikah setelah itu terserah kamu akan melakukan apa, kuliah pun kamu masih bisa setelah memiliki banyak uang."
Sekeras apa pun Yukine menolaknya keputusan bibinya adalah final, tapi Yukine menolak berkompromi. Yukine memberanikan diri mendatangi rumah Pak Tian dan mengatakan hanya beberapa kata, tapi itu sudah dapat menyelesaikan masalahnya, dan Yukine sudah siap dengan kemarahan bibinya. Sebelum dewa kematian itu meledak Yukine sudah lebih dulu mengambil semua dokumennya yang disembunyikan oleh bibinya dan bersiap untuk pergi.
Yukine hanya membawa sepasang pakaian dan beberapa hal yang penting tidak ada waktu lagi untuk bersiap-siap dengan tergesa-gesa ia meninggalkan rumah.
"Mau ke mana?"
Suara laki-laki itu bergema di ruang tengah ketika Yukine akan keluar melalui pintu belakang. Suara laki-laki itu milik Alga--kakak sepupunya yang tertua. Tampaknya dia habis minum dan terlihat agresif daripada biasanya. Pada hari biasa Alga tidak banyak bicara hanya saja pandangannya pada Yukine sudah membuatnya risih, dan kini ketika otaknya dipengaruhi alkohol juga di rumah hanya ada mereka membuat laki-laki itu lebih berani.
Alga mendekat dan langsung menunjukkan niatnya yang menjijikan pada Yukine, tidak dipungkiri jika Yukine tumbuh menjadi gadis cantik yang membuat Alga tergoda. Sudah sejak lama Alga menahan diri melihat keindahan yang sejak lama berkeliaran di sekelilingnya, dan baru sekarang niat hatinya ditujukan dengan nyata berkat dorongan dari alkohol.
Langkah Yukine mundur dengan raut wajah ketakutan. "Ka-kakak mau apa?"
"Apakah gegeku tahu jika aku menyukainya?" Itu adalah pertanyaan pertama Yukine pada Khia Na ketika keesokan harinya ketika mereka bertemu kembali di universitas."Aku tidak tahu," jawab Khia Na sambil menggeleng pelan. Yukine mengerenyit sambil menggigit bibir bawahnya hal ini sangat menyita perhatian dan pikirannya."Kamu nampak frustasi? Kenapa aku merasa jika perasaanmu pada gegemu seperti sebuah aib.""Aku merasa malu saat memikirkannya," jawab Yukine jujur dan mengimbuhkan di dalam hatinya, "Terlebih setelah membaca diary itu." Yukine merasa merinding sampai saat ini sampai tidak berani membuka diary itu lagi."Menurutmu bagaimana reaksinya jika gege tahu tentang perasaanku?""Emm aku tidak yakin tapi di matanya kamu tetap adik kecilnya aku rasa dia memperlakukan dirimu layaknya saudara bukan sebagai seorang wanita.""Semoga saja seperti itu. Lalu apa pendapatmu tentang perasaanku ini?""Maksudnya?""Sebaiknya aku tetap jadi adiknya atau ... bagaimana jika aku jatuh cinta lagi p
Balryu menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya Yukine hanya sekilas melihatnya dan kembali minum setelah itu musik sudah bergulir di playlist berikutnya, Yukine kembali melakukan boxing tidak berani terlalu memperhatikan keberadaan Balryu usahanya akan gagal total jika terus melihatnya. Ketika melihat Yukine begitu bersemangat untuk berolahraga Balryu meninggalkan kamar itu dan Yukine dapat bernapas lega. "Akhirnya pergi juga," gumamnya sambil melirik tempat dimana pemuda itu tadinya berada. Tubuhnya terasa sangat lelah setelah melakukan beberapa putaran lagi sarung tangan itu di buang sembarangan dan kini Yukine merebahkan tubuhnya di kasur untuk merenggangkan otot-ototnya.Pintu itu di ketuk dua kali tapi segera terbuka tanpa menunggu Yukine untuk membukanya, "Turunlah aku sudah menyiapkan makan malam," ucap Balryu sambil memegangi kenop pintu.Yukine menelan ludahnya bukan karena tentang makanan yang disebutkan oleh pemuda itu akan tetapi penampilan Balryu yang masih menggu
Musik itu menggema di kamar Yukine dengan sangat keras sedangkan gadis itu begitu sibuk memukul mesin boxing bundar di depannya, pukulannya selaras dengan musik yang terputar tapi kali ini pukulannya cukup kuat berbarengan dengan gejolak emosi yang ada di hatinya karena perkataan dari Khia Na terngiang di benaknya. Yukine ingat ketika membersihkan kamar Fe Fei dan merapikan barang-barang milik gadis itu menemukan sebuah diary tapi kala itu sama sekali tidak ingin mengintip rahasia Fe Fei."Kamu menyukainya" Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya hingga Yukine mencarinya kembali barang yang mungkin menyimpan rahasia itu dan mencoba untuk mengenyampingkan rasa tidak enak hati karena mengintip rahasia orang lain meskipun ragu.Tapi ketika kembali mendengar kalimat itu kembali terlintas di otaknya fakta tentang Balryu. "Maaf," gumam Yukine lirih sambil menatap diary yang tidak terlalu besar itu dan halamannya sudah hampir penuh. Di halaman pertama nampak tulisan gadis itu belum stabil
Selama dua bulan penuh Yukine beristirahat total di rumah, tidak banyak yang dilakukannya bahkan Yukine hampir tidak pernah keluar rumah hanya menyibukkan diri merombak kamarnya dan tenggelam dalam buku. Hari ini untuk pertama kali kakinya melangkah keluar rumah itu dengan diantarkan oleh Balryu ke tempat yang membuat Yukine bersemangat."Universitas, aku datang," gumamnya dalam hati.Masih teringat jelas bagaimana Yukine memperjuangkan impiannya sampai berakhir mengenaskan, dan kini seperti dibayar di kehidupan keduanya atas semua kerja keras sebelumnya, impian itu kini menjadi nyata--Yukine dapat melanjutkan pendidikan tanpa adanya drama kehidupan--dan itu di universitas besar yang terkenal elit. Di dalam kehidupan yang sebelumnya Yukine mendapatkan biaya siswa di universitas yang tidak jauh dari kotanya, itupun hanya universitas yang tidak terlalu besar."Terima kasih," ucap Yukine pada Balryu ketika akan keluar mobil."Kirim pesan ketika akan pulang.""Aku mengerti," sahut Yuki
Di dalam mobil yang berisikan empat orang, pasangan itu duduk di depan sedangkan dirinya di belakang dengan pemuda bernama Balryu. Yukine merasa canggung berada di sebelahnya, setelah beberapa saat lalu keduanya beradegan yang tak selayaknya. Namun, Yukine berpikir mungkin ini sudah wajar, dan Yukine hanya belum terbiasa dengan kehidupan milik Fe Fei."Kita sampai," ujar wanita yang duduk di depan itu ketika mobil mulai melambat.Mobil itu berhenti di depan sebuah rumah mewah, dan wanita yang menyebut dirinya sebagai ibu Fe Fei itu mulai bicara tanpa henti membimbing Yukine untuk turun dan membawanya masuk ke rumah asing itu. Ia menunjukkan semua sudut rumah hingga berakhir di kamar milik Fe Fei, tiba-tiba Yukine dibuat kembali sakit kepala ketika melihat kamar Fe Fei karena seperti tidak ada warna lain di ruangan itu selain pink dan putih.Yukine seorang wanita yang tidak tomboy tapi juga tidak perempuan sekali yang sangat menyukai warna wanita feminim ini."Kenapa?" tanya wanita itu
Setelah bangun karena dicekoki dengan obat tidur dan tidak tahu sudah seberapa lama tertidur, Yukine akhirnya mendapati tubuhnya sudah bersih dan memakai pakaian berbeda yang cukup terbuka dan luka-luka di tubuhnya sudah diobati, bahkan wajahnya yang cantik telah dirias sedemikian rupa. Yang lebih membuatnya terkejut ada orang lain di tempat itu, seorang laki-laki sedang tersenyum penuh gairah padanya kemudian adegan Alga akan melecehkan dirinya kembali terputar di otaknya membuatnya menggelengkan kepalanya pelan."Gadis manis akhirnya kamu bangun juga." Suara laki-laki itu begitu manis dan lembut akan tetapi membuat sekujur tubuh Yukine merinding.Tanpa banyak bicara Yukine langsung menuju jendela dan melihat jika itu hanya lantai dua, daripada mengalami trauma seumur hidup dan terkurung di tempat terkutuk ini lebih baik berusaha untuk meloloskan diri dengan segala resikonya."Auhh," rintih Yukine setelah sekujur tubuhnya bertabrakan dengan bumi."Kau gadis gila!" teriak lelaki di
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments