Share

Chapter 2

Author: Darashinai
last update Last Updated: 2024-05-21 09:30:52

“Apakah kamu sudah tenang?” tanya Vintage dan aku mengangguk pelan.

Aku yang akhirnya tenang setelah puas tertawa dibawa ke pos ksatria. Untungnya Vintage bukanlah tipe ksatria keras kepala jadi aku bisa dimaafkan dengan mudah.

Dia yang awalnya memberikan tatapan bingung dan waspada, sekarang malah di penuhi tatapan cemas dan mengasihani.

Aku berbicara, “Maaf, sepertinya saya masih belum sepenuhnya bangun tadi.”

Vintage menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku yang seharusnya meminta maaf karena tidak memikirkan kondisimu dan langsung menginterogasi.”

Vintage melanjutkan, “Untuk detail yang ada di TKP tadi akan diselidiki oleh personil kami. Tapi untuk berjaga-jaga, apakah kamu tidak tahu apa yang terjadi di tempat tadi?”

Menggelengkan kepala aku menjawab, “Maaf, tapi ketika aku sadar semuanya sudah menjadi seperti itu.”

Gang kecil tempatku ditemukan tadi penuh dengan kerusakan dan sisa pertarungan yang cukup sengit. Aku yang ada di sana, tidak dianggap sebagai pelaku tetapi sebagai korban.

Tapi seperti yang Vintage periksa sebelumnya, walau bajuku compang-camping dan darah seperti menutup seluruh kulitku anehnya tidak ada bekas luka atau apapun di sekitar tubuhku. Kejadian yang aneh tapi nyata kata Vintage.

“Begitu ya, tapi kami tidak bisa langsung melepaskanmu begitu saja karena yang tahu kejadian tadi hanyalah dirimu. Apakah kamu tidak keberatan?”

“Tidak ada.”

Aku sekarang tidak punya tujuan apa-apa. Bahkan aku tidak tahu siapa diriku atau lebih tepatnya tubuh siapa yang sekarang sedang kugunakan.

Vintage yang seakan ingat sesuatu kembali bicara, “Oh ya, kamu sudah tahu namaku tapi aku belum tahu namamu. Seperti yang kamu tanyakan tadi, benar aku adalah Vintage Regis, ksatria dari pasukan kerajaan divisi 3. Bagaimana dengan dirimu?”

“Aku…”

Aku siapa?

Aku tahu jika ini bukan tubuh 27 tahun saat aku mati. Tapi tubuh yang lebih muda dan aku juga sedang memakai seragam sekolah. Aku tidak bisa asal menyebutkan nama disini.

“Kamu tidak ingat?” tanya Vintage menyadari keraguanku.

“...Maaf.”

“Tidak, kamu tidak perlu meminta maaf. Hm...dilihat dari seragam yang kamu kenakan, seharusnya kamu berasal dari Akademi sihir, Arcadia. Bukankah ada semacam kartu pelajar atau apapun di sakumu?”

Aku langsung mencari semua saku yang ada di seragamku dan mengeluarkan sebuah kartu pelajar berwarna merah gelap, dengan fotoku, nama, tahun kelas, dan kelasku.

Vintage yang melihat kartu di tanganku mengangguk pelan, “Dilihat dari warnanya, sepertinya kamu sudah SMA.”

Aku mengangguk, “Namaku Edward, siswa tahun pertama, kelas 1-B, Akademi Arcadia.”

Aneh.

Aku yakin sekali tidak ada karakter ataupun NPC bernama Edward di Celestial Heroes Chronicle. Siapa dia sebenarnya?

“Baik Edward, sebenarnya aku ingin menanyaimu lebih lanjut tapi itu bisa dilakukan besok. Karena sepertinya kamu belum dalam keadaan pulih, lebih baik kamu pulang dan istirahatlah dulu.”

Vintage yang khawatir dengan keadaan mentalku membuat hatiku yang begitu dingin merasakan kehangatan.

Aku merasa kecewa pada diriku yang tidak pernah belajar dari pengkhianatan.

Setelah itu, aku diantar Vintage sampai ke gerbang Arcadia. Tapi sebelum itu aku mandi di pemandian umum dan diberikan baju oleh Vintage karena tidak mungkin aku berjalan sambil berlumuran darah kan?

Kemudian luka satu-satunya yang ada di kepalaku juga dirawat oleh penyihir medis milik ksatria dan sekarang kepalaku di perban.

“Terima kasih banyak.” Aku menundukkan kepalaku pada Vintage.

Dia yang seorang ksatria sejati berkata jika ini sudah menjadi tugasnya kemudian pergi begitu saja. Aku yakin tipe pria sepertinya sangat populer dengan wanita.

Aku mengosongkan pikiranku dan berjalan menuju asrama. Karena aku tidak tahu kamarku, sebelum itu aku ke administrasi asrama untuk mengecek informasi milik Edward ini.

Walaupun masih sore, aku langsung tergeletak di atas kasur. Dibandingkan dengan tanah dingin saat aku ditusuk pisau, kasur empuk ini terasa sangat nyaman bagiku. 

Aku yang telah kelelahan mental perlahan kehilangan kesadaran.

**

“Aaagrhh!!” Aku terbangun dari tidurku.

“Haah…haah…haah…”

Aku menekan dada kiriku sangat kuat. Napas dan keringatku tidak beraturan, air mata mengalir seakan tidak pernah berhenti. Rasa yang begitu nyata untuk dibilang mimpi itu adalah tusukan pisau yang diarahkan ke jantungku. Ingatanku yang sangat kuat membuat realita yang sama walaupun seharusnya itu hanyalah mimpi.

Aku menggenggam rambutku yang sekarang coklat.

“Aku benci ini.”

Aku menarik napasku berulang kali berusaha menenangkan diri. Apakah aku beruntung karena hal semacam ini bukanlah yang pertama kali?

“Masih malam…”

Aku melihat kearah jendela yang masih disinari oleh rembulan.

Siapa yang mau tidur kembali saat mimpi buruk melanda mereka? Jelas bukan aku.

Melihat jam di kamar asramaku menunjuk jam 00.15, sepertinya aku mampu tidur lebih dari 5 jam. Daripada aku tidur kembali aku memutuskan untuk mendistraksi pikiranku dengan berpikir keadaanku sekarang.

“Prolog dan chapter 1 sudah selesai ya…”

Aku bergumam kesimpulan yang kudapat setelah melihat lembar siswa milik Edward tadi.

Hari ini, atau lebih tepatnya kemarin karena hari sudah berganti adalah tanggal 23 September 367 Kalender Manusia Umum. Tanggal itu mengindikasikan bahwa Arcadia sekarang melalui liburan musim panas tahunannya dan libur musim panas itu dilakukan untuk mengakhiri semester 1 kurikulum Arcadia. Sekaligus akhir dari Chapter 1 dimana Nova, sang protagonis berhasil menyelamatkan murid-murid lain dari aksi terorisme.

Aku pun berpikir, “Bukankah bagus seperti ini?”

Benar. Ini bukanlah cerita klise dimana aku sebagai orang yang bertransmigrasi perlu melawan takdir karena aku Villain atau bagaimana.

Bahkan Nova yang seorang protagonis mampu berjalan dengan mulus selama 2 bab awal. Tidak ada yang perlu dilakukan karena sudah terdapat bukti jika protagonis mampu berjuang dengan lancar.

“Tapi ya…masalahnya adalah aku sekelas dengan Nova.”

Pada akhirnya mau tidak mau aku akan bertemu dengan protagonis karena kelas kita sama yaitu kelas 1-B.

“Firasatku buruk. Sangat buruk.” Aku memejamkan mata dan menyandarkan punggung di kursi dibasuh sinar rembulan. 

“Tidak, aku harus berpikir positif. Nova pasti bisa melakukannya sesuai dengan skenario. Dan skenario itu menuju ke salah satu dari 5 good ending.”

Mencari 5 good ending dari total 75 bad ending dan 1 ambiguous ending. Apakah itu lebih sulit dari mencari jarum ditumpukan jerami?

Aku tidak tahu hal itu sejak aku tidak pernah memainkan gamenya.

Hari ini tanggal 24 September, masih ada 1 minggu sebelum semester 2 dimulai. Walaupun aku menyerahkan segalanya pada Nova, aku perlu mempelajari CHC yang menjadi nyata ini sekaligus mengalihkan pikiranku dari ingatan buruk.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 24

    Setelah kami masuk ke dalam perbatasan, kami sampai di desa terdekat dan berpisah di sana. Mataku juga sangat terbuka saat Len menyampaikan salam perpisahan.“Kalau begitu Len, hati-hatilah di jalan.” Aku mengucapkan salam perpisahan kepada Len yang sekarang sekarang beda arah dengan kami.“Ya, terima kasih banyak atas tumpangannya. Ini 5 koin emas sebagai bayarannya.” Len mengeluarkan koin dan meletakkannya di tanganku. Aku menerimanya dengan senyuman. Kemudian Len berangkat ke Tifamursi menggunakan jasa kereta kuda yang menuju sana. Aku dan kepala sekolah melambaikan tangan ke Len sampai di tidak terlihat lagi. Len juga melambaikan tangannya dengan riang. “Apa yang sebenarnya diinginkannya?” gumam kepala sekolah. “Maksudnya?” tanyaku. Tapi kepala sekolah menggelengkan kepala, “Tidak ada apa-apa. Kalau begitu, ayo kita langsung ke hutan tingginya.” Kemudian menyentil topi penyihirnya. Sebuah gestur yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Seketika orang-orang di desa menjadi kabur d

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 23

    “Wajahmu pucat sekali.” kata kepala sekolah.“...Aku tidak menyangka aku mabuk kereta kuda.” kataku sambil melihat belakang kereta kuda yang tidak tertutup.Aku tidak pernah naik kereta kuda sebelumnya di kehidupanku sebelumnya, siapa sangka aku akan mengetahuinya di dunia game. “Ugh,” Kepalaku sakit.Sekarang kami naik kereta kuda menuju timur. Sebelum sampai ke hutan tinggi, kami perlu melewati beberapa kota terlebih dahulu dan melewati perbatasan kerajaan Bertinia sekitar 2 hari. Barulah saat itu kita bisa lanjut menuju ke bukit tinggi.Tapi belum sehari berlalu dan aku mulai menyesali keputusanku.“Kau tidak apa apa?” tanya kepala sekolah khawatir.“Apakah saya terlihat baik-baik saja?”“Maaf.”Hanya angin sepoi-sepoi sepanjang perjalanan yang membuatku rileks dan menguatkanku sekarang. Tapi ya…lebih baik daripada aku terus di Arcadia. Kepalaku terasa lebih ringan sekarang.“Chirp chirp.”Suara burung menarik perhatianku. burung kecil yang memiliki bulu kuning mendarat tepat di

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 22

    Beberapa hari berlalu setelah malam panjangku di ruang bawah tanah milik Profesor Libert. Amelia yang bangun dan dipuji akan keberaniannya menghadapi profesor Libert sendirian sebelum dibantu kepala sekolah menuai perhatian dari banyak kalangan. Tentu jelas, dia berusaha menjelaskan jika keterlibatannya di sana juga karena aku yang memandunya. Tapi karena tidak adanya bukti aku ada disana, dan kepala sekolah yang menyelamatkannya juga bersaksi tidak melihatku membuatnya tidak bisa berkutik kembali. Dia juga mencoba menyeretku untuk ikut menjelaskan tapi aku menolak dengan tegas membuatnya sadar jika ini semua rencanaku. Sejak saat itu, dia melihatku dengan tatapan kesal dan menolak untuk bicara padaku seolah ngambek. Yang mana itu juga sebenarnya cukup membuatku senang (asli no tipu

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 21

    “Saya tidak menyangka anda datang secepat ini Profesor Libert.” kataku. “Kau, apa yang kau lakukan?” Profesor Libert bingung melihat sihirnya yang hilang sebelum aktif. “Entahlah? Mungkin anda salah merapal?” kataku bercanda. Faktanya, sihirnya tidak berhasil karena Bertha yang sekarang dalam mode invisible di dekatku, menganalisis sihirnya dan membatalkannya sebelum sihir itu aktif. Tapi Profesor Libert tidak tahu akan hal itu dan menunjukkan wajah kesal. “Maaf Amelia, kita majukan rencananya.” Aku berbisik kepada Amelia. “Maksudmu kita langsung ke tahap akhir?” Aku mengangguk perlahan kepada pertanyaannya, “Setelah aku memberi aba-aba, mulailah melakukannya.” Setelah berdiskusi, aku mendekat lebih jauh ke Profesor Libert. Aku perlu memfokuskan perhatiannya kepadaku agar Amelia bisa bertindak. Aku mulai berbicara, “Bagaimana jika anda melakukannya kembali, profesor?” Aku merentangkan tanganku lebar. Profesor Libert yang tersulut kembali mencoba sihir yang didapatkannya dar

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 20

    “Disana ada jebakan.” kata Edward menunjuk ubin di depan Amelia. Amelia yang terkejut melangkahkan kakinya di tempat lain. Amelia kemudian melanjutkan perjalanannya di fasilitas bawah tanah di tuntun oleh Edward. Dia sempat bingung kenapa Edward bisa tahu seluk beluk dari fasilitas ini, tapi Edward hanya menjawab dengan menepuk kantong celananya. Karena seringnya Edward menjawab seperti itu, Amelia beberapa kali menjadi ragu. Tapi dia menjadi tidak peduli jika itu bisa mencegah Nova jauh dari bahaya. “Kita sampai.” Kata Edward. Di depannya adalah sebuah pintu yang terlihat terkunci dengan b

  • Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game   Chapter 19

    Efek yang kuterima karena tindakanku datang dengan sangat cepat. Banyak profesor yang mengincarku di setiap kelasnya. Baik itu teori maupun praktik, jika ada celah sedikitpun mereka akan memanggilku untuk melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. Akibatnya, suasana di kelas sangat buruk sampai semua orang melihatku dengan tatapan benci. Beberapa kali aku ditanya alasanku melakukan sesuatu seperti itu, tapi aku hanya memberikan alasan kecil membuat mereka pergi dengan tatapan tidak puas. Tidak salah lagi aku pasti tidak akan punya teman dari kelas yang sama. Selamat tinggal masa muda keduaku. “Ugh!?” Aku menghindar dari serangkaian serangan sihir yang menuju ke arahku saat praktik sihir. Tapi sayangnya aku tersandung batu yang ada di tanah membuatku terjatuh. Tanpa cukup Mana untuk melindungi diri, aku dengan sekuat tenaga memaksa tubuhku untuk pergi dari tempat jatuhnya serangan. Duar! Tanah tempatku terjatuh hancur setelah dihantam oleh beberapa serangan. “Cukup!” Akhirnya profe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status