Accueil / Romansa / Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang / Chapter 1 : Hidupnya Sudah Hancur

Share

Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang
Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang
Auteur: Arta Pradjinta

Chapter 1 : Hidupnya Sudah Hancur

last update Dernière mise à jour: 2025-07-24 21:43:45

“Valyria ... Valyria ...”

Panggilan seseorang akan namanya, membuat sosok bertubuh ramping, mengenakan setelan jas cokelat dipadupadankan dengan dasi merah marun tersentak kaget. Kedua mata iris merah lembayungnya menatap dengan kaget, membulat dengan wajah melongo manisnya.

“Riasanmu sudah selesai, cepat kau sudah ditunggu pemotertannya.”

Mengangguklah pria berwajah campuran maskulin dan feminim ini, cantik dan indah. Dia pun sempat membenahi surai pirangnya yang berantakan. “Aku benci pemotretan,” ujarnya dengan bibir ranum yang dikerucutkan.

Tubuh berpostur ramping itu duduk berpose dalam sebuah studio. Gadis itu memengangi sebuah apel merah yang sedang dikecupnya. Tatapannya kearah kamera sengaja dibuat tajam sekaligus sendu menawan.

            Crek ... crek ... crek ...

Beberapa Kru Wanita yang ada di studio itu juga tampak senyum-senyum malu, pasalnya kesempurnaan sosok yang menjadi model kali ini begitu indah, rupawan, dan cantik. Hingga pemotertan selesai semua tampilan itu hanyalah tipuan demi sesuap nasi.

“Ah, aku capek memakai wig!” teriak seseorang sambil membuka wig pirang itu. Sosok aslinya mulai tampak. Gadis cantik jelita yang memiliki rambut hitam panjang yang berkilau dengan indah. Sebuah pepatah mengatakan don’t jugde by its cover memiliki makna jangan menilai dari tampilan luar. Gadis itu demikian sama dengan sampul buku hitam tapi didalam sana ada lembaran kertas bunga-bunga cantik.

            “Kali ini Iklan kita pasti laku keras berkatmu!” puji Sang Manajer.

 “Asal bayaranku pemotretan ini tidak terlambat seperti bulan lalu karena aku perlu untuk bayar sewa rumah kontrakanku dan biaya Perawatan Kakakku,” sahut Gadis itu sembari mencopoti seluruh aksesorisnya, dimulai dari anting perak, menghapus riasan wajah, melepas contact lens merah lembayung itu dan yang terakhir melepas dua kancing atas lehernya pada kemeja putih dan tak lagi mengenakan jas cokelat.  

Sang Manager menghela napas cukup panjang. “Agensi ini membutuhkanmu untuk melanjutkan sosok dari Valerin, dia aset utama kami dan kau tahu sendiri jika sampai orang-orang tahu perihal kondisi asli dari Valerin,” ucap Si Manajer.

“Aku lelah membahas soal kakakku, lagi pula aku terima pekerjaan pengganti sebagai dia karena kami punya wajah yang mirip,” sahut Gadis itu. Kenyataan akan senantiasa pahit. Ia berjuang sendiri meski menipu demi popularitas dari Model asli Agensi. Ia tak bisa menyangkal semuanya. Kedua mata violet milik Gadis itu mulai berkaca-kaca menahan tangis.

Manajer menghela napas untuk kedua kalinya. “Aku tahu ini sulit bagimu, kami masih menyelidiki kasus kakakmu dan untuk sementara ini mainkan sandiwaramu sebagai Valerin, demi kelangsungan hidup kalian juga.” Manajer berucap sambil beranjak pergi dari Ruang Ganti itu.  

Hari menjelang sore. Dia berjalan keluar dari gedung pencakar langit ini. Kedua matanya menatap langit yang dominan citrus petang itu, ada pun awan menggulung namun tak seberapa. Tatapannya sendu tanpa gairah kehidupan, dipasangnya earphone yang menyumbat kedua telinganya. Tangan rampingnya tampak menekan tombol pada ponselnya untuk memilih alunan musik yang akan menemani perjalanannya.

“Ini saja.” Gadis itu berucap saat pilihannya jatuh pada musik Ludovico Einaudi – Life, alunan musik kegemarannya. Kemudian sepasang kaki jenjang itu berjalan lebih laju untuk halte bus, duduk disana bersama beberapa orang yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ada yang sibuk dengan handphonenya, atau ada pula yang sibuk berbincang dengan temannya. Sepasang iris mata violet itu tak lepas menatap hiruk pikuk kehidupan kota sibuk ini, kepadatan akan kisah kehidupan semua orang berbeda-beda. Kini, dirinya hanya bisa melamuni teringat akan masa lampau yang kebetulan menyedihkan. Lamunan itu melayang ke ingatan masa lalu.

“Valyria, ingat jangan berpisah dari kakakmu.”

“Valerin, jaga adikmu baik-baik.”

Valyria Soga Kinaru, masih begitu kecil untuk mengerti ucapan orang tuanya dikala itu. Semua kemalangan yang menimpanya bersama kakak laki-lakinya. Valerin Darly Kinaru. Saat ini harus menjalani perawatan atas penyakitnya yang tiba-tiba saja muncul. Valyria namanya, jadi seorang diri berjuang tanpa kedua orang tua yang sudah tiada.

Kedua orang tuanya pergi tergesa-gesa pada malam hari, tepat saat diluar sana tengah digemuruhi oleh badai hujan. Kedua orang tuanya meninggalkan rumah ini tanpa mengatakan alasannya. Perpisahan singkat dengan pesan singkat itu pula, hal yang terakhir mereka dengar. Valyria ingat jika Sang Kakak menggengam tangannya dengan tegar dan kuat.

Tepat pagi hari usai badai itu. Saat subuh bahkan mentari belum tampak menaik. Seorang polisi tiba dikediaman mereka, memberikan berita mengenai kematian kedua orang tuanya. Mereka bilang, mobil yang kedua orang tuanya kendarai tergelincir licinnya jalan keluar dari jalan raya kemudian dihantam oleh sebuah truck hingga tewas di tempat.

Seorang gadis kecil yang tak tahu apa-apa itu, hanya bisa menggengam tangan Sang Kakak. Dia masih begitu muda untuk memahami kemalangan yang seharusnya masih bersekolah dan bermain dengan bebas. Sang Kakak juga masih remaja, namun harus bersikap dewasa. Valyria begitu sedih, semenjak itu dia tak mau jauh-jauh dari Valerin Darly Kinaru.

Keluarga Kinaru meninggalkan dua kakak beradik dengan kekayaan yang mereka warisi. Usia mereka yang masih anak-anak, diharuskan untuk menetap bersama Sang Wali. Wali mereka satu-satunya hanya paman beserta isterinya, sementara paman mereka yang lain berada di Negara yang berbeda. Paman dan isterinya ini dinilai paling cocok untuk Valyria dan Valerin. Walaupun sebenarnya bertolak belakang. Mereka bahkan tak begitu akrab dengannya sebaliknya hanya mau keuntungan dari Kinaru Bersaudara ini.

“Gadis bodoh! Berkeras kepala, bukankah kubilang untuk mengganti taplak meja makan dengan warna emas, kenapa kuning gading yang jelek ini!” Bentak Si Bibi.

“Apa kau bisu?!” bentak Sepasang suami istri itu sama saja, memperlakukan Valyria Soga Kinaru lebih tinggi dari pelayan namun lebih rendah dari keluarga. Tubuhnya yang kurus, kurang makan kurang berbahagia pula.

 “Bicara! Kenapa kau diam!” bentak Wanita itu mencengkeram dagu Valyria amat keras. Baik wanita itu pun tahu, Valyria Soga Kinaru memiliki paras yang cantik. Mirip seperti mendiang sang ibu, iparnya itu. “Kedua iris mata anehmu itu berani menatapku, hah?!” Omel Sang Bibi. Anak-anak yang seharusnya tumbuh dengan sehat, harus bersusah hati dengan kegiatan kesehariannya yang berat mengurusi rumah mereka sendiri.

Valyria Soga Kinaru, cukup lelah dengan kehidupan ini. Dia tahu, walinya ini tak tulus mengasihi mereka berdua. Tidak lebih untuk kekayaan yang kedua orang tuanya tinggalkan. “Aku cukup, jangan sentuh aku lebih keras lagi. Singkirkan tanganmu yang menjijikkan itu!” sahut Valyria ketus. Dia terbilang keras kepala dari pada sang kakak, Valerin Darly Kinaru yang lemah lembut.

“Valyria! Ya Tuhan, maafkan dia Bibi, Valyria hanya sedang kelelahan,” ucap Sang Kakak, masih mengenakan seragam putih abu-abunya itu baru pulang akibat kelas tambahan untuk menghadapi ujian kelulusan. sementara Valyria usai sekolah harus jadi Babu di rumah itu. Mungkin karena bukan anak sulung, pewaris yang lebih berhak atas kekayaan itu seolah hanya tertuju pada Sang Kakak tapi Valyria, tak membencinya. Dia berlari menggapai tubuh sang kakak, kemudian memeluknya.

 “Maafkan aku, tidak mau lagi berada di rumah kita,” ucap Valyria jujur. Keinginan Valyria Soga Kinaru, hanya Kakaknya yang menyanggupi. Tahun kelulusannya, mereka pindah ke rumah kontrakan yang sangat sederhana. Sang Kakak, Valerin Darly Kinaru menyekolahkan adiknya, membiayainya dan mengayominya. Bekerja apapun untuk Sang Adik, tak sulit bagi anak-anak Kinaru yang memang jenius. Valyria bahkan dapat menyusul ketertinggalan pendidikannya, sementara Valerin berkuliah dengan beasiswanya dan pekerjaannya di kantor penerbitan mendiam kedua orang tuanya. Hidup mereka, mulanya baik-baik saja. Hingga pada bulan maret di hari yang baru henti akan guyuran hujan, Valyria Soga Kinaru mendapatkan kabar baik dari Sang Kakak yang akan melanjutkan studinya diluar Negeri. Bersuka hatinya kedua kakak beradik Kinaru ini, Valyria menyanggupi hidup seorang diri diusianya yang mulai beranjak dewasa beserta meridhai Sang Kakak akan studi lanjutannya itu.

Valyria semakin bangga pada kakaknya Valerin. Selain jenius, pintar dan tampan. Valyria mendapat kabar jika Valerin juga bekerja sebagai Model Pemotretan disela-sela perkuliahannya. Valyria merasakan hidup berkecukupan dari Sang Kakak hingga bertahun-tahun Valerin mulai tak mengabarinya namun rutin memberinya uang bulanan.

Suatu hari hidup Valyria hancur untuk kedua kalinya. Dia malah mendapati kabar jika Sang Kakak jatuh sakit parah. Valyria mendatangi Negeri Kuntum Mawar itu disaat musim dingin untuk menemui Valerin. Valyria mendapati Valerin mulai tak karuan dan jadi gila. Hari-hari Valyria berubah semenjak saat itu, dia yang menggantikan peran Sang Kakak. Dia akan rutin mengunjungi Sang Kakak yang ada di Rumah Sakit Jiwa. Biarpun Sang Kakak sering meracau akan hal yang tak pernah dia pahami, dia tetap menyayangi Sang Kakak sepenuh hatinya.

Lamunan Valyria buyar oleh bunyi klakson Bus yang berhenti di depan halte. Valyria yang sedari tadi melamun buru-buru masuk ke dalam Bus. Bus berhenti di depan sebuah gedung Rumah Sakit Jiwa. Valyria masuk ke dalam Rumah Sakit sambil menyapa beberapa perawat yang sedang bertugas.

Valyria terdiam memandangi Sang Kakak yang mengamuk dengan ucapan yang asal. Ia melihat Perawat yang berusaha menenangkan Valerin meski mereka kesulitan. Valyria mendekati kakaknya itu. “Kak Darly, aku datang,” ucap Valyria.

Valerian langsung memandangi Valyria. Pria itu langsung tenang. Ia berjalan ke ujung ranjang kasur kemudian duduk disana. Pria itu tak berbicara tapi tangan kanannya menepuk-nepuk ranjang kasur disebelahnya.

“Ayo, Kita makan dulu.” Valyria meraih mangkuk dari Sang Perawat. “Terima kasih, setelah ini biarkan aku yang mengambil alih,” ucap Valyria. Kedua tangan kecilnya, mengelap ujung bibir sang kakak yang belepotan dengan sapu tangannya. “Syukurlah, Kakak lebih tenang dan mau makan sampai habis.” Valyria berucap dengan kedua iris violet itu menatap sendu, pria yang sedang melamun itu.

“L’Histoire se Répète,” ucap Valerin Darly Kinaru setelah itu menggengam tanganValyria. Dia mengguman kalimat itu dengan jelas. Kemudian tertawa dengan nyaring, biarpun tertawa sepasang iris violetnya juga berkaca-kaca. Menangis dengan tersedu-sedu, akan ekspresi wajah yang bertabrakan itu.

Valyria Soga Kinaru menatap sedih Valerin. Setelah itu Valyria memeluk Valerin dengan erat. “Je comprends ton ressenti,” sahut Valyria sambil mengusap-usap puncak kepala Sang Kakak, dia mengatakan turut mengerti akan perasaannya. Berdusta kecil, agar Valerin menjadi tenang.

“Kalau bukan Nona Valyria, kami tak akan mengerti ucapan kakakmu ini,” ucap Perawat. “Kami tak perlu memberi obat penenang, kami kira dia akan mengamuk lagi.” Lanjutnya lagi.

Valyria menggeleng. “Kami memang bisa menggunakan beberapa bahasa, sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh kedua orang tua kami jadi maafkan sikap Kakakku ini,” ucap Valyria.

Tak terasa jika hari mulai larut malam bagi Valyria mengunjungi kakaknya. Dia menghantar Valerin ke kamar perawatannya. Sebelum pulang, dia menyelimuti sang kakak “Cerita yang berulang ya?” tanya Valyria teringat perkataan kakaknya tadi mengenai L’Histoire se Répète yaitu sejarah atau cerita yang berulang. Lagi-lagi kakaknya bergumam hal yang tak dapat dipahaminya.

Valyria, mengusap puncak kepala Pria Muda itu. “Aku akan kembali lagi besok.” Valyria berbisik kepada Sang Kakak yang sudah pulas tertidur. Dia pun pergi meninggalkan Valerin.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 07 : Unjuk Bakat

    Kedua mata violet berkedip-kedip lucu, wajah penasaran dengan bibir ranum yang terbuka. Dia masih tak percaya. “Woah~Paris! Paris!” jerit Valyria takjub.Valyria baru sampai di Paris. Seharusnya mereka menuju Amsterdam hari ini namun Tarra meminta untuk menenangkan diri di Paris terlebih dahulu, jadi disini mereka sekarang menghantarkan Tarra ke kediaman kerabatnya yang ada di Paris. Kemudian siangnya, Valyria bersama tantenya Tarra itu akan menuju ke Amsterdam. “Untung saja ini liburan semester, jadi tante bisa membawa kalian berdua," ujar sang tante sambil menggendong anaknya, Bobby yang tampak masih mengantuk itu.“Iya Tante, Tarra titip Valyria ya. Good luck, Valyria.”Gadis yang mengenakan jilbab cokelat muda itu tersenyum sekenanya, dia masih tampak lesu dengan dukanya. Valyria memeluk dirinya itu. Ia tersenyum melihat Valyria yang tersenyum sumringah."Aku berangkat dulu ya Tarra!” Valyria berseru, baru kali ini dia tersenyum amat manis bahkan bersemangat pula. Valyria memakl

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 06 : Hidup Punya Kisah Sendiri (Done)

    Sebenarnya, ini pertama kalinya Valyria bertemu keluarga besar Tarra. Selama ini jika Valyria berkunjung ke rumah Tarra, dia hanya bertemu ayah dan ibunya. Maka dari itu Valyria menjadi canggung .“N-namaku Valyria Soga Kinaru, tante Tasya,” ucap Valyria yang menuruni tangga dari lantai dua kamar Tarra. ''Namamu cantik begitu juga orangnya, apa kamu Bule Nak?'' tanya Tante.Valyria hanya terkekeh nanar. Wajahnya ini sering disangka ‘bule’ oleh orang kebanyakan. Apalagi kedua iris mata violetnya. “Tidak juga, Ibu memang orang Indonesia kalau Ayah, kata kakakku Ayah berasal dari Belanda, Valyria juga tak terlalu tahu soal itu.'' Valyria menjawab sebisanya dengan senyum nanar itu.“Oh pantas aja, sama dong, Bobby juga campuran Belanda, Ayo sapa Kak Valyria Bobby,'' suruh Tante pada Bocah itu.Bocah itu malu-malu menatap Valyria. “H-halo. Namaku Bobby balu ti-tiga tahun.” “Oh iya, Tarra sempat mengatakan padaku soal temannya yang jenius dalam seni. Apakah itu kamu Valyria? Mengingat, Ta

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 05 : Ragamu dan Jiwaku

    “Ya Tuhan, aku tak sanggup semua ini benar-benar menjijikkan," ujar Valyria sambil menghela napas. Setelah itu Valyria berjalan melalui koridor gedung universitasnya. Dia berjalan dengan tenang dengan raut wajah yang tenang pula, biarpun kepalanya terasa pening akibat kurang tidur. Sepasang mata Violet Valyria melihat Tarra yang berlari dengan secarik kertas yang dibawanya.Gadis berjilbab merah muda itu tersenyum sumringan. “Ini lihat! Pelelangan lukisan. Kau ratunya urusan ini, ayo ikut.” Tarra berucap dengan antusias sembari memperlihatkan secarik kertas berisi brosur pelelangan lukisan. “A-Amsterdam? Kau Gila Tarra, ini jauh sekali dan aku tak punya ongkos untuk ke sana,” ucap Valyria dengan kedua matanya melotot, nyaris melongo tak percaya.“Ah sudahlah, masalah itu urusanku karena kebetulan acara ini Tante Tasya salah satu staff penyelenggara, ini kesempatan baik untukmu Valyria, " ucap Tarra senyum dengan ceria, dia menggegam tangan sahabatnya itu. Tarra teman terbaik yang Val

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 04: Pecahan Misteri

    Tok...tok...tokSuara ketukan pintu terdengar nyaris keseluruh rumah kontrakan sederhananya ini. “Engh, siapa?” sayup-sayup Gadis itu melenguh, meregangkan tubuhnya. Mengucek-ucek matanya yang masih kantuk, ketika sadar hari sudah malam. Tampak dari jendela yang lupa ditutupnya itu.“Hoam~ aku ketiduran ya? tadi rasanya masih sore.” Gadis itu bermonolog sendiri. Melirik jam dinding bututnya yang menunjukkan pukul delapan malam. Dia mengaku masih lelah.Tok … tok … Kembali suara ketukan itu terdengar, dengan langkah gontai. Dia pun berjalan untuk membukakan pintu. Didapatkan, seorang pria mengenakan setelan jas rapi tampak sudah berumur namun memiliki postur tubuh yang tegap. “Apakah Anda Nona Valyria Soga Kinaru?” Gadis itu, Valyria mengangguk. “Benar, Siapa Anda?” “Saya dari lembaga Asuransi, memberikan beberapa santunan asuransi kematian dari Tuan Kinaru, dan juga ... Tuan Kinaru pernah menitipkan kunci ini untuk diberikan kepada Nona.” Pria it

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 03: Kabar Kematiannya

    Kabar mengenai kematian kakak laki-lakinya itu baru ia terima pagi ini, tepat pada pukul tujuh pagi. Dari sebuah ponsel genggam yang dipegangnya, dia hanya bisa bergetar dengan kedua mata membelalak namun air mata dari pelupuk matanya hampir jatuh. Mengairi, wajah manis yang sembab. Namanya Valyria Soga Kinaru, baru berusia dua puluhtahun. Kini setelah jadisebatang kara kemudian harus kehilangan sosok penyokong kehidupan utamanya, Sang Kakak. “Baik, saya akan kesana. Saya akan membawa kakak saya untuk segera dimakamkan serta mengambil barang-barangnya.” Valyria berucapsembarimengakhiritelepon. Keduamatavioletnyajadikosongmenatapkehampaan. Tubuhnya langsung lemas, berpegang pada nakas meja yang ada disampingnya. Terisaklah dia dengan seluruh kepedihannya. Mengutuk takdir yang kejam, setelah kedua orang tua yang meninggal saat dia masih begitu kecil. Kini kakak laki-lakinya, yang tercinta. Tulang punggung keluarga, penyanggah hidup sebagai satu-satunya keluarga y

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 02: Sebab Kegilaannya

    “Tuan, terimakasih atas makanannya!” “Hm~ tentu saja, nanti akan yang banyak dan tersenyumlah.” Pria muda itu baru membagikan roti-roti hangat yang baru ia beli, berdiri ditengah kerumunan tawa dan canda anak-anak yang terlantar disebuah wilayah kumuh pada ujung kota pusat disebuah negara kerajaan yang megah. Nasib yang tak berpihak kepada anak-anak kumuh itu membuatnya menghibur anak-anak ini.“Ayo, aku punya sebuah permainan kalau kalian bisa menjawab kuis ini, aku akan memberi ini secara Cuma-Cuma,” ucap Pemuda itu mengeluarkan sekantung permen dari saku mantelnya. “Wah permen!” sorak anak-anak yang menginginkan permen yang dipegang Pria itu. Pria Bangsawan Muda itu. Ia tersenyum suka cita dan memulai permainannya. “Kalau begitu jika kalian memiliki tiga belas apel jika aku minta tiga apel dari kalian. Kira-kira kalian masih memiliki berapa apel ya?” tanya Pria itu. “Tiga puluh, Tuan,” jawab asal seorang anak, dikala sem

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status