Share

Bertemu dengan Mata Tertutup

Setelah beberapa menit, akhirnya si kecil itu sampai di sebuah rumah besar nan mewah. Zio langsung membuka pintu mobil untuk mempersilakan sang tuan putri turun.

"Segeralah beristirahat, Sayang," ucap Zio membuat senyum di bibir Cassie mengembang. 

"Okay, Om Zio," timpalnya seraya turun. "Daddy ada di rumah, 'kan?" lanjutnya. 

Mendengar pertanyaan Cassie perihal Daddy-nya, Zio jadi teringat sesuatu. Dia baru sadar, kalau sekarang dirinya sedang mendapat tugas dari si bos. Akan tetapi, dia malah lupa.

"Ah, Daddy-mu masih di kantor."

"Yah, padahal Cassie sangat merindukan Daddy. Bisakah Om Zio menyuruhnya untuk pulang cepat?"

Zio langsung mengangguk, dia hanya mencoba untuk tidak membuat Cassie sedih. "Pasti, Tuan Putri."

Cassie pun berseri, ia memperlihatkan gigi putihnya yang rapi. "Ya ampun!" kejutnya saat hendak memijakan kaki pada teras rumah. 

"Kenapa, Tuan Putri?" Sontak Zio langsung bertanya. 

"Cassie telah melupakan kalung pemberian Daddy."

"Maksudmu?"

"Tadi saat Om Zio menemukan Cassie, Cassie hendak mengambil kalung itu yang terjatuh di sana. Dan Cassie malah lupa mengambilnya karena terlalu senang bertemu Om Zio," ucapnya dengan suara parau yang terdengar lucu.

"Baiklah, Cassie tenang saja. Om Zio akan mengambilnya ke sana. Semoga saja kalungnya masih ada."

Senyuman dari bibir cerry milik Cassy pun terbentuk. "Thanks, Om Zio."

Kini Zio kembali menghidupkan mobilnya dan segera meluncur ke tempat di mana Cassie ditemukan.

Sesaat setelah mobil itu benar-benar keluar dari gerbang besar di sana, Cassie tiba-tiba memekik, "Astaga!" Mata sipit gadis kecil itu tampak berkaca-kaca. "Aku telah melupakan Aunty. Bagaimana ini? Um ... semoga Om Zio juga bertemu dengan Aunty." Gadis kecil yang polos, Zio mana tahu perihal Jeasy.

¤¤¤¤¤

Jeasy masih di dalam minimarket, antrian di kasir cukup memakan waktu. Padahal, ia sudah lelah berdiri apalagi sambil menahan sakit di kaki. Luka kering yang tampak mencolok di celana bahan berwarna putih tulang itu berhasil menarik perhatian orang-orang di sana. Jeasy sampai harus berkali-kali mencari alasan atas jawaban dari orang-orang yang bertanya. Karena ia tidak mungkin menceritakan bahwa itu luka akibat tembakan. 

Akhirnya Jeasy sudah berdiri paling depan, membayar dua botol minuman dengan beberapa cemilan. Dia tahu kalau anak kecil yang ia selamatkan pasti kelaparan. Tepat saat dia keluar, pandangannya langsung mengedar mencari sosok yang tadi bersamanya. 

"Cassie? Kau di mana, Nak?" tanya Jeasy sedikit berteriak. Dia celingukan ke sana kemari. "Lihat, aku sudah membelikanmu minuman sekaligus cemilan. Ayolah, Sayang, jangan bermain petak umpet. Kau sedang kelelahan," ocehnya lagi. Jeasy mengira gadis berumur enam tahun itu sedang bermain-main.

Namun, mata indahnya itu malah menatap sesuatu yang berkilau akibat berpantulan dengan cahaya lampu jalanan. Itu sebuah kalung, benda yang menurut Jeasy tampak tidak asing. Langkahnya pun kini tertuju ke tempat kalung tersebut yang sedikit berada di tengah jalan. 

"Sepertinya ... aku pernah melihat kalung ini," monolog Jeasy. Setelah memungut kalung tersebut, dia langsung menelitinya. "Ah, ya. Aku sempat melihat kalung ini di leher Cassie. Ini pasti miliknya."

Sadar akan suatu hal, Jeasy pun langsung berargurmen, "Astaga! Apa jangan-jangan dia tertangkap lagi oleh para penjahat itu? Oh, tidak!" Jeasy terlihat panik dan masih dengan posisinya di tengah jalan. Yang untung saja hanya ada beberapa motor yang berlalu-lalang. "Aku harus menyelematkan dia."

Tepat saat berbalik badan, tiba-tiba suara klakson mobil terdengar nyaring mengejutkan Jeasy. Mobil itu sedikit menabrak tubuh Jeasy, membuatnya terhentak dan akhirnya tersungkur. Entah karena Jeasy sudah benar-benar lelah atau karena dirinya yang terserempet mobil, gadis itu sampai berakhir pingsan di sana. 

"Oh my god! Aku telah menyerempet seseorang!" seru sang pengemudi dari dalam mobil. Dengan panik ia pun keluar dan menghampiri korban tersebut.

Zio berjongkok hendak membangunkan gadis yang tak sengaja ia tabrak, tapi matanya malah menangkap sebuah kalung yang berada di genggaman gadis itu. "Itukan ... kalungnya Cassy. Kenapa bisa ada di tangan gadis ini?" heran Zio. 

Tanpa berpikir panjang, Zio malah mengangkat tubuh Jeasy dan membawanya ke dalam mobil. Ia mengira kalau gadis tersebut hendak mencuri kalung milik bos mudanya dan ia harus melaporkan kejadian itu, ditambah Zio pun wajib bertanggung jawab atas kesalahannya tadi. Lelaki itu juga sedikit kasihan melihat keadaan Jeasy yang tampak kacau dengan luka parah di kakinya.

¤¤¤¤¤

Masih dengan minuman bir di tangan, Willy kembali menghubungi seseorang. Setelah orang yang dituju menerima panggilannya, Willy langsung berceloteh, "Hei, Zio! Kau di mana, hah? Aku sudah menunggumu dari tadi!"

"Maaf, Will. Aku mengalami sedikit kendala, dan ada kabar bag —"

"Jangan banyak alasan! Aku tidak mau tahu, pokoknya sekarang juga kau harus kemari! Dan ingat, yang segar dan menggoda sudah kunanti!" sarkas Willy memotong ucapan lawan bicaranya di seberang telepon. Ia pun langsung mematikan sambungan dan kembali melanjutkan menikmati minuman alkohol itu. 

Pria itu memang sedang kalut, apalagi pencarian putrinya yang belum juga ada kabar. Itu membuat dirinya butuh penghibur dan penenang. Hanya dengan minuman keras tersebutlah, bebannya akan terasa lepas. Namun, dengan minuman haram itu juga, Willy akan sulit dikendalikan dan selalu mencari pelampiasan pada seorang wanita. 

Selang beberapa menit, orang yang ditunggu-tunggu pun datang. Zio menghampiri Willy di tengah kerumunan orang-orang yang diselimuti lampu remang-remang. Wajahnya menunduk karena dia pasti akan dimarahi habis-habisan.

"Mana? Mana wanitaku?" sambut Willy dengan keadaan mabuk. "Kau kemari dengan tangan kosong? Astaga! Kau tidak berguna!" Zio pun hanya diam.

"Ah, sudahlah. Mood-ku sudah hancur. Aku ingin pulang!" Willy berjalan sempoyongan menuju pintu keluar, melihat itu Zio pun langsung membantunya. 

Namun, Zio malah terkejut saat Willy hendak menuju mobil yang ia bawa.

'Astaga! Mati aku!' rutuknya di dalam hati. Zio menggigit bibir bawah takut, seorang gadis yang ia tabrak sedang berbaring di dalam mobilnya, jangan sampai Willy melihat itu semua. 

"Um ... Will, bukannya kau bawa mobil sendiri? Kenapa kau malah menuju ke arah mobil yang kubawa."

"Zio, kau ingin aku mati apa? Mengendarai mobil di saat mabuk itu tidak baik! Jadi aku ikut denganmu. Biar nanti mobilku diurus oleh petugas di sini," jawab Willy dengan mata yang masih meler. Club di sana memang sudah setia dan sepenuhnya melayani Willy, karena itu adalah salah satu Club miliknya. 

"T-tapi ...."

Willy tidak mendengarkan penuturan Zio, kini dia sudah membuka pintu mobil bagian belakang. Sontak mata Willy memicing. Berbeda dengan Zio yang malah membuang muka, takut terkena semprotan dari atasannya. 

"Kau membawa seorang wanita? Kenapa kau tidak bilang, jadi aku tidak perlu memarahimu tadi," ujar Willy santai. "Eh, tapi tunggu. Kenapa dia tertidur? Oh, astaga! Kakinya juga terluka? Ck, dia bukan pesananku! Aku bilang kau carikan aku wanita yang segar dan menggoda, tapi kenapa kau malah memberiku wanita dengan keadaan seperti ini, Zio?"

Zio terdiam sejenak, dia bingung harus mengatakan apa. "Willy, dengarkan aku. Dia memang bukan pesananmu. Tapi dia —" Ucapannya sontak terhenti kala melihat Willy yang malah ambruk. Pria itu terkulai lemas tak sadarkan diri. "Willy! Ah, dia pingsan."

Zio akhirnya membawa kedua manusia pingsan itu, entah dia akan diberi hukuman apa setelah ini oleh sang atasan. Sungguh, hari ini Zio ditimpa kesialan. Itulah pikirnya. 

¤¤¤¤¤

Next or No? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status