Share

Tilly: Prolog 1 (Free)

Author: Chani yoh
last update Last Updated: 2025-09-24 23:20:30

Dua puluh tahun kemudian, triplet tidak lagi hidup bersama.

Mereka menjalani hidup masing-masing.

Juga, karena pengaruh Tamara yang kerap membisikan pada mereka untuk hidup seusai passion diri sendiri, maka triplet juga si bungsu Tharey -panggilan untuk Tharsos-  benar-benar hidup sesuai passion mereka.

Thea dan Tharey telah menjadi seniman dan model. Mereka tinggal merantau di berbagai negara menjalani pekerjaan mereka yang merupakan passion terbesar mereka.

Sedangkan Travish mendirikan perusahaan sendiri, yang jauh berbeda dari perusahaan ayahnya.

Dia hendak menunjukkan dia bisa berdikari sendiri.

Trevor sendiri pun sudah pensiun. Segala binsinya sudah dia jual pada Lorenzo seluruhnya sehingga dia kini hanya seorang pensiunan yang setiap harinya menemani Tamara dan menggeluti hobi berkuda dan berburu di sela-sela waktu senggangnya.

Hanya Tilly yang tidak merasa memiliki passion yang spesifik sehingga dia memilih bekerja pada Travish.

Saat ini sudah dua tahun dia bekerja pada Travish dan sudah merencanakan pernikahan dengan kekasihnya yang bernama Romeo.

“Ini bagus banget ya, Hon?” ujar Romeo Seymore pada Tilly saat mereka sedang berjalan-jalan ke mall terbesar dan terelit di kota mereka.

Di tangan pria itu adalah jam tangan bergengsi dengan harga lebih dari 100 ribu dolar.

Kilau permata di sekeliling jam membuat jam itu terlihat jelas kemewahan dan prestis yang terpancar di sana.

Tilly menatap ke arah jam dan mengangguk.

Dilihatnya wajah Romeo semakin berbinar. Pria itu menunjuk pada pelayan agar jam itu bisa dia coba.

Setelah memakainya, Romeo memandangi jam di tangannya dengan penuh kagum. Dia lalu juga berkaca di standing mirror di dekat mereka dan menatap pantulan dirinya yang tampak semakin gagah dengan jam tangan mahal itu di tangannya.

“Ini bagus sekali, Hon. Aku rasa ini jam tangan impian seluruh pria di dunia ini,” ujarnya lagi dengan penuh takjub.

Tilly kembali mengangguk meskipun dia mengingat-ingat, perasaan tidak ada keluarganya yang mengenakan jam tangan seperti itu. Ayahnya tidak, Travish juga tidak. Paman-pamannya pun tidak.

Kenapa mereka tidak ada yang ingin memakai jam seperti ini? Padahal secara harga, jam ini sangat prestisius.

Saat itu tatapan Tilly tertuju pada salah satu jam yang terpajang di kotak kaca, di dalam lemari kaca toko itu.

Dia menunjuk dan bertanya, “Kalau jam itu, berapa harganya?”

“Oh, itu edisi spesial, Nona. Tidak diproduksi lagi. Tapi saat diproduksi pertama kali, harganya 11 kali harga yang ini.”

Tilly mengangguk pelan. Jam yang dia tunjuk itu adalah yang dipakai ayahnya.

Pantas saja ayahnya memakai yang produksi limited.

Sedangkan di sampingnya, Romeo membelalak lalu menanyakan pada Tilly, “Kenapa kau menanyakan yang itu, Hon?”

Dengan apa adanya, Tilly menjawabnya, “Itu jam tangan ayahku.”

Romeo semakin terperangah. Ini gila! Ayahnya Tilly memang keren. Bisa memakai jam tangan seharga jutaan dolar.

“Kau jadi membeli ini?” tanya Tilly tiba-tiba memecah pemikiran Romeo.

Pria itu memandangi jam di tangannya, lalu berdecak pasrah, “Ah, aku rasa tidak jadi saja. Aku teringat ada villa baru yang ingin kubeli. Lalu masih ada investasi baru yang membutuhkan banyak dana. Huuuuft ... terpaksa jam ini nanti saja. Tidak mendesak.”

“Oh ... Tapi kamu tampak sangat menginginkannya, Hon,” ujar Tilly lagi mencaritahu kesungguhan hati Romeo. Lagipula, Romeo lah yang mengajaknya ke toko jam ini.

Dari kesan yang didapatnya saat Romeo mengajaknya ke sini, Tilly beranggapan Romeo siap membeli.

Tapi ternyata Romeo hanya ingin melihat-lihat. Tilly jadi merasa tak tega.

Apalagi jam itu tampak sangat pas pada Romeo.

Tampak Romeo menggeleng pelan, tapi wajahnya terlihat tidak rela. “Ya, aku sangat menginginkannya, tapi aku juga sadar diri tidak sanggup membayar ini.”

“Kau bisa meminjam kartu kreditku, kalau kau mau ...” ujar Tilly seraya menaikkan sebelah alisnya.

Romeo tertegun sejenak.

Di benak Romeo, setelah mendengar bahwa ayahnya Tilly memiliki jam yang 11 kali lebih mewah dari jam yang diliriknya ini, pastilah Tilly anak konglomerat.

Kalau begitu, harga jam ini bagi Tilly pastilah hanya seperti harga selembar kaos. Hanya hal kecil saja.

Tapi Romeo merasa dia masih harus bermain peran sebagai pria baik-baik.

Dia bertanya, “Apa bisa, Hon? Harga jam ini sangat mahal. Apa kartu kreditmu memiliki limit sebesar itu?”

Dengan polosnya, Tilly menjawab, “Aku rasa cukup.”

Tilly tersenyum lebar sambil terkikik kecil tanpa berpikiran buruk sedikit pun tentang Romeo.

Sedangkan Romeo saat menggunakan kartu kredit Tilly dan mendapati harga jam-nya mampu ditanggung kartu kredit Tilly dengan mudah, aliran darah dalam dirinya terasa memancar ke segala penjuru.

Tiba-tiba saja dia menyadari dia telah menemukan harta karun dalam hidupnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   Tilly: Serba Salah

    Tapi lagi-lagi, Tilly mengelak. “Aku cemburu? Yang benar saja!”Mendengar itu, Sergio terdiam sejenak.Rasanya konyol juga dia beranggapan Tilly cemburu.Sedangkan Tilly semakin memanas rasa hatinya, meskipun dia sempat menyesal mengatakan kalimatnya barusan dengan nada teramat ketus.Jika dia mau jujur, memang ada sedikit kecemburuan. Kenapa Lucy bisa dengan mudah merayu Sergio tanpa merasakan egonya tersentil? Sedangkan dirinya?Entah mengapa di hadapan Sergio dia menunjukkan penolakan pada apa yang dia inginkan dan malah melakukan apa yang tidak dia inginkan.Huuuffft ... rasanya sungguh memusingkan.Perasaan memang sulit diatur.“Kalau kau tidak cemburu, kenapa kau marah-marah tidak jelas?” Suara Sergio kembali menggema membuat Tilly terhenyak.“Siapa yang marah-marah? Mungkin kau saja yang merasa aku marah karena jelas tadi kau begitu teramat menikmati pesta karena seorang Lucy-Lucy tadi, kan? Tubuh kalian menempel dan kau bisa merasakan dadanya yang besar dan kenyal di dadamu.

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   Tilly: Jangan Cemburu

    “Apa yang kau lakukan di sini?” bisik Sergio di telinga Tilly sambil menggigiti kecil daun telinga itu.Tilly terkesiap dan tersadar dari lamunannya. “Oh, kau sudah berdansanya? Bagaimana dansanya?” tanyanya lirih.Hatinya masih terasa hancur saat melihat ternyata ada Romeo di pesta ini dan pria itu begitu mesra bersama sepupunya, Annabella.“Tidak menyenangkan berdansa jika pasanganku bukan dirimu,” bisik Sergio lagi.Tilly hanya tersenyum kecil. Dia masih tidak tahu harus bersikap seperti apa pada pemandangan di depannya.Namun, entah kenapa dia tidak ingin Sergio melihat Romeo. Tilly pun berbalik dan mengajak Sergio pergi dari sana, sebelum Sergio melihat Romeo.“Kau kenapa? Terlihat tegang,” tanya Sergio sambil merangkul pinggang Tilly.“Tidak apa-apa. Bagaimana dansanya?” tanya Tilly lagi.“Kau sudah menanyakannya tadi.”“Oh! Benarkah?”“Iya. Lihat, kan? Ada apa denganmu?”“Ah? Tidak apa-apa. Mungkin saja efek lapar,” elak Tilly dengan mengeleng pelan.Sergio menatap Tilly. Dia m

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   Tilly: Kamu Perkasa

    Tilly terus berpikir dengan serius, memikirkan alasan apa yang bisa dia berikan pada Sergio jika pria itu menagih apa yang dia tangguhkan saat di kereta.Jika dia memberinya lampu hijau, maka dia harus memberikan alasan baru. Kenapa tadinya dia marah lalu sekarang dia bersedia.Tapi jika dia memberi lampu merah, Tilly seperti menggigit jarinya sendrii.Entah mengapa bayangan benaknya sudah terisi adegan panas di antara mereka, yang membuatnya malu sekaligus penasaran.Tanpa dia sadari, Sergio sudah melepaskan pelukannya. Pria itu mengambil pakaian dan mengenakannya.Ketika Tilly tersadar, dia menatap heran tapi juga kesal karena Sergio sudah berpakaian lengkap.Jika memang tidak mau, untuk apa merayunya tadi?Lalu saat Sergio menyadari tatapannya, pria itu hanya berkata, “Aku tidak akan memaksakan keinginanku padamu hanya karena kau istriku. Tilly ... aku sudah memutuskan aku akan menunggu sampai kau menginginkannya dariku.”Tilly menatap hampa pada Sergio. Kalimat ini seharusnya bagu

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   Tilly: Ternyata Ada Pesona

    “Ini mesin penyulingan yang paling kecil. Itu yang medium. Yang large harus dipesan dulu.”Pria yang ditemui Sergio menjelaskan sambil menunjuk beberapa mesin yang memang sudah lama ingin dilihat Sergio.Pria itu melihat-lihat. Dia juga bertanya harga dan kualitas satu dari lainnya.Setelah beberapa saat melihat-lihat, Sergio memutuskan untuk membeli yang medium.Dia membayar, kemudian memberikan alamat rumahnya.“Baiklah. Dalam paling lambat satu minggu, barang sudah akan diterima.”Sergio mengangguk setuju. Mereka berjabatan tangan dan Sergio kembali ke hotel.Waktu sudah cukup sore saat itu.Dan saat Sergio memasuki kamar, terdengar suara Tilly yang sepertinya sedang menelepon.“Aku tidak tau, Dad. Dia tiba-tiba menghilang!Saat tiba aku langsung melanjutkan tidurku. Beberapa jam kemudian aku terbangun dan dia tidak ada di mana-mana! Aku sudah menanyakannya ke petugas hotel, tapi mereka tidak melihat Sergio di

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   Tilly: Sama-Sama Cuti?

    Sisa perjalanan terlewati dengan dingin, mengalahkan dinginnya malam. Tilly akhirnya tertidur di kursinya sendiri, begitu juga dengan Sergio.Dan saat mereka tiba keesokan paginya, Tilly tidak ingin melihat wajah Sergio. Dia selalu berpura-pura melihat ke arah lain. Pokoknya ke arah lain, selain Sergio.Meski begitu, Sergio tetap menurunkan kopernya dan membawa koper Tilly bersama dengan kopernya juga. Tilly hanya perlu melenggang begitu saja. Santai. Tanpa bawaan.Setibanya di hotel, Trevor ternyata telah memesankan kamar yang nyaris satu level di bawah presidential suite.“Ayahmu sungguh berlebihan. Ruangan ini pastilah sangat mahal,” ucap Sergio yang ingin mencairkan suasana kaku di antara mereka.Tapi Tilly malah berkata, “Ini bahkan bukan presidential suite. Tidak mahal untuk ayahku.”Sergio menoleh dan menyadari pemahaman ‘mahal’ mereka berbeda.Tilly pun menuju jendela lebar dan besar yang ada di samping meja rias

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   Tilly: Bagaimana Caranya Menyerah?

    Tak ada dari mereka yang menyadari bagaimana tiba-tiba tubuh Tilly sudah terbaring di atas kursi empuk, sedangkan Sergio menghimpit di atasnya.Mereka saling menatap saat pagutan panas mereka terputus. Deru napas yang berhamburan, serta tatapan penuh kabut hasrat.Tilly menatap lekat Sergio. Terbayang suara lembut gadis yang berbicara dengan Sergio di gudang, Tilly bisa membayangkan betapa cantik gadis itu. Mungkin juga manis. Yang pasti gadis itu lemah lembut.Sedangkan dirinya sendiri? Tilly merasa dia kalah lembut. Cantik memukau juga tidak. Biasa saja. Apalagi manis. Mungkin tidak ada manis-manisnya.Ditambah sekarang, dia wanita yang pernah ditinggalkan di hari pernikahannya, hanya karena ayahnya mengaku bangkrut. Apakah dirinya memang tidak ada artinya bagi Romeo, selain kilau harta yang berasal dari ayahnya?Jika Romeo saja bisa berpikiran seperti itu, berarti Sergio juga bisa, dalam hal yang lain. Dan selama ini, sikapnya pada Sergio sangat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status