“Lalu?” tanya Trevor super singkat.Iritnya kata membuat Alland merasa dia tidak diberi muka.Alland semakin menciut.“Ak- aku ... maksudku ... kalau boleh ... aku mau meminjam di Anda dulu, Signore.”“Berapa?” tanya Trevor tetap dingin seperti tadi.“Sat- satu juta dolar,” ujar Alland antara ragu, malu, tapi juga ... kapan lagi.Trevor tetap tenang, tapi Tamara terperangah.“Dad! Perasaan di pesanmu waktu itu Daddy minta 500 ribu. Kenapa sekarang jadi satu juta? Cepat sekali naiknya! Tidak tanggung-tanggung lagi langsung dua kali lipat!”“Iy- iya, Tamara. Waktu itu aku belum menghitung dengan teliti. Ternyata ada banyak yang perlu kubayar. Ada utang-utang kecil tapi banyak, yang kalau ditotal ternyata mencapai 500 ribu!”Tamara mendelik ayahnya kesal. Sudah tentu dia tahu ayahnya mengambil kesempatan dalam memanfaatkan kebaikan Trevor.Bukan Tamara pelit, tapi dia merasa permintaan ayahnya terlalu banyak.Lagipula, setahu Tamara ayahnya masih memiliki gudang sebagai propertinya.Nah,
Trevor baru saja hendak memulai menyantap makan malamnya ketika pelayan datang dan memberitahunya tentang kondisi Giana yang pingsan.Wajahnya mengeras seiring dengan berita itu berakhir.Sendok dan garpunya dia letakkan kembali sambil duduk dengan tegak.“Kalian tidak salah orang kah?” tanya Tamara yang sangat amat heran mendengar pemberitahuan dari pelayan.“Tidak, Nyonya. Nona tadi yang sendiri mengatakannya. Tapi sesungguhnya kami pun bingung. Awalnya tadi saat dia bersembunyi dia bilang dia bersembunyi dari mantannya.Karena itulah kami membiarkannya.Tapi setelah kejadian teh dan wine yang tumpah, dia mengatakan bahwa Anda sekalian adalah kakak iparnya.”“Wanita? Siapa namanya?”“Kurang tahu, Nyonya.”“Boleh kami lihat orangnya?” Akhirnya Trevor bersuara.Mereka pun diajak untuk masuk ke dapur. Giana sudah dibaringkan di bangku panjang di sana.Ketika Trevor dan Tamara melihatnya, mereka merasakan tenggorokan mereka dipenuhi air mendidih.Ditambah lagi saat mendengar cerita lebi
Giana merasakan jalan buntu. Dia sudah tak betah dengan kondisi dapur. Sudah banyak asap, aromanya pun lezat-lezat, tapi juga ada yang tidak sedap.Semua bercampur menjadi satu.Pencampuran itu membuatnya sedikit mual.Masalahnya, jika dia keluar, maka dirinya akan ketahuan.Perutnya mulai lapar dan semakin lapar saat melihat satu demi satu makanan pesanan Trevor datang dan terhidang di meja makan.Dapat Giana lihat semua menu itu begitu lezat dan menggoda. Sungguh andai dia ada di sana, semua itu bisa dia cicipi dan dia tak perlu membayar sama sekali.Tanpa terasa perutnya berbunyi.Setelah pelayan selesai menata menu di meja, Trevor terlihat melirik jam di pergelangan tangannya. Wajahnya juga memindai ke sekeliling. Sepertinya Trevor mencari keberadaan dirinya.Giana mulai menyesal telah berani-beraninya mengatur janji temu ini dengan Trevor.Namun yang tidak dia ekspektasi adalah ketika pelayan mengantarkan Trevor minuman dan menatanya di meja, entah bagaimana bisa tatapan Trevor t
Trevor merengut meski wajahnya biasanya memang tampak seperti itu.Tapi Tamara bisa melihat bahwa Trevor merengut.“Kalau memang ingin bicara, kita bertemu nanti malam. Ehm ...”Travish tiba-tiba langsung menyelanya, “Di Four Season Hotel saja. jam 19.30.”Trevor mengernyit mendengar saran Travish. Dia menjauhkan ponselnya, “Kenapa di sana?”“Oh, tadi sales mobil menelpon lagi mengajak Daddy ketemuan. Dan akhirnya aku membuat janji untuk Daddy dengannya di sana, jam 19.00.”Trevor mengangguk. “Bagus juga begitu. Tidak bolak balik.”Travish pun mengangguk.Lalu Trevor mengatakan pada ayahnya Tamara, “Temui aku di restoran Four Season Hotel, jam 19.30.”“Baik, baik.” Alland terdengar begitu gembira. Dan memang dia tersenyum lebar karena sepertinya kali ini akan ada berita baik yang bisa dia dapatkan.Malam harinya ...Trevor bersama Tamara menuju Four Season Hotel untuk menemui sales mobil.Travish sudah menjelaskan bahwa kode meja reservasinya adalah Violet.Ketika tiba di sana, Trevor
“Ya, halo?” Trevor menjawab dengan lugas sehingga suaranya terdengar ketus.Di ujung sana, Alland terkesiap. Dia benar-benar tidak menyangka jika Trevor yang akan menjawab ponsel Tamara.Alland jadi gelagapan.“Errr ... aku ... aku menelpon ingin bicara pada Tamara. Apakah dia sedang sibuk?”Trevor menatap ke arah tirai yang menutupi diri Tamara.Dia menjawab lagi, “Iya, dia sedang sibuk. Ada apa mencarinya?”“Oh ... it- itu ... err ... nanti saja aku telepon lagi.”Trevor yang tidak suka dibasa basikan orang lain pun menjawab apa adanya, “Oke.”Alland jadi semakin keki. Dia berharap Trevor menanyakannya lagi lebih mendesak agar dia bisa menceritakan masalahnya dan apa harapannya dari Trevor.Namun, Trevor hanya menyahuti dengan iya.Sungguh Alland jadi kehilangan kata-katanya.Dia pun terpaksa memutuskan panggilan telepon.Trevor menutup telepon dan kembali menunggu Tamara.Sedangkan Travish sudah mengambil ponsel ayahnya dan menuju ruang depan. Travish menjawab panggilan dari Giana.
Semakin lama, pagutannya semakin dalam.Sentuhan tangan Trevor pun menangkup buah dada Tamara, meremasnya dengan lembut dan begitu penuh hasrat.Dia merasakan kekenyalan yang membuatnya takjub.Rasanya sudah lama sekali tidak menyentuh buah dada wanita. Dan memang kenyataannya sudah sangat lama.Sejak dia kehilangan hasratnya pada wanita manapun itu.Tapi pada Tamara, hasratnya tidak kunjung padam dan terasa menggebu-gebu.Tamara sendiri merasakan detak jantungnya berlarian dengan kencang bersamaan dengan keinginannya untuk semakin meraskaan gelenyar nikmat yang disuguhi Trevor.Bibir pria itu kini menjelajah pucuk dada Tamara, mengisap dan membelai hingga Tamara melengkungkan tubuhnya, semakin membuat buah dadanya mengarah ke wajah Trevor.Tak menunda-nunda, Trevor melahap dua-duanya. Sebelah setelah yang satu, lalu beralih ke sebelah lagi.Rasa nikmat itu mengaliri tubuh Tamara dari berbagai sisi. Kini tinggal permainan inti.Trevor sudah menggesekkan ujung miliknya bersiap untuk ma