Bulan Maret, Berlin mulai memasuki musim semi. Salju mencair, cuaca berubah menjadi lebih hangat, batang dan ranting tanaman yang tadinya kering membeku, mulai menunjukkan tanda kehidupan lagi. Musim dingin selalu membangkitkan kenangan indah bagi Alena, karena perayaan jalinan kasihnya dengan Alva jatuh di bulan Januari. Sedangkan musim semi senantiasa membawa harapan dan semangat baru bagi Alena.
Saat ini, kuliah Alena sudah masuk semester empat, sedangkan Alva masuk semester lima. Alva sudah mulai menyusun skripsi di semester ini. Pembimbingnya, siapa lagi kalau bukan Professor Meyer, yang sepertinya sangat memfavoritkan Alva. Jika semuanya lancar, Alva bisa saja lulus, setelah menyelesaikan enam atau tujuh semester. Alena tahu, jika Alva benar-benar menginginkan sesuatu, ia selalu berupaya keras untuk mewujudkannya.Di akhir bulan Maret ini, Alena dan teman-temannya akan menjalani study tour ke luar negeri selama empat hari. Alena memilih Athena, YunaniHari kedua study tour dimulai dengan perjalanan ke Acropolis, kompleks bersejarah yang dianggap sakral bagi bangsa Yunani zaman dulu. Pertama-tama, mereka mengunjungi Teater Dionysius, teater pertama yang dipercaya sebagai tempat lahirnya kisah tragedi Yunani Kuno, di mana dahulu karya-karya para seniman Yunani seperti Aeschylus, Sophocles, Euripides, dan Aristophanes dipertunjukkan. Saat ini, teater tersebut tidak digunakan lagi, pengunjung hanya dapat memandangi struktur teater dari batu yang masih direstorasi.Tidak jauh dari situ, terdapat Teater Odeon of Herodes Atticus. Teater kuno tersebut, yang juga dibangun dari batu, sampai saat ini masih rutin digunakan untuk berbagai pertunjukan. Kemudian mereka juga melihat-lihat situs lainnya, seperti Kuil Parthenon, Kuil Erechtheum, dan Museum Acropolis.Cesare dengan fasih menjelaskan kepada Alena dan teman-temannya, mengenai sejarah situs-situs di Acropolis. Cuaca di Athena pada awal musim semi masih cender
Mereka tiba di puncak sebuah bukit kecil. Di kejauhan, terlihat siluet pulau-pulau lain yang berada di sekitar pulau Agistri, diselubungi oleh kabut tipis. Alena bisa melihat pemandangan pantai dan laut biru di bawah bukit, sedangkan area pedesaan tampak berwarna putih dan coklat, yang berasal dari warna dinding dan atap rumah penduduk. Angin laut yang segar menerpa wajahnya, membawakan aroma hutan pinus.Alena terpesona. "Waw.....," serunya takjub. Ia memuaskan matanya menikmati pemandangan yang indah dari atas bukit."Pemandangannya lebih bagus kan, dari atas sini...," komentar Luis. "Kalau mau kembali ke pantai Dragonera, kita tinggal turun lewat situ," sambungnya, sambil menunjuk ke arah kiri, di mana terdapat jalan menurun diapit oleh batu-batu karang. "Atau kalau mau jalan-jalan ke desa, kita bisa ke kanan, jalannya lebih halus."Alena baru sadar, mereka berdua dari tadi tidak memakai alas kaki, dan Luis hanya memakai celana renang. "Kayakny
Alena dan teman-temannya menikmati makan malam terakhir mereka di Athena, sebelum kembali lagi ke Berlin. Empat hari study tour di Athena memberikan pengalaman dan kesan yang sangat mendalam bagi Alena, Athena benar-benar mempesona.Waktu makan malam menjadi sangat panjang. Teman-teman Alena sepertinya belum rela meninggalkan tempat itu. Beberapa orang duduk di depan bartender, mereka minum-minum dan mengobrol dengan suara keras. Seolah ada yang meminta, musik yang dimainkan, yang tadinya musik jazz, berubah menjadi musik mellow dan romantis. Mereka yang masih duduk di meja makan mulai bersorak, dan berdiri untuk berdansa."Ayo kita dansa...," ajak Zahara, ia sudah berdiri dari kursinya.Cesare langsung mengulurkan tangannya pada Zahara, mereka berdua tertawa, lalu berjalan ke tengah ruangan untuk berdansa. Alena tersenyum melihatnya, Cesare sudah berumur setidaknya empat puluh tahun, tapi masih berjiwa muda.Mendadak, Alena
Musim semi hampir berakhir. Alena baru saja memperpanjang kontraknya sebagai model iklan Nivea, sepertinya perusahaan produk kecantikan tersebut menganggap Alena cukup berhasil mewakili produk mereka. Ia langsung ditawari kontrak selama tiga tahun ke depan. Alena sendiri juga menyukai produk tersebut, sehingga ia memutuskan untuk melanjutkan kontraknya. Sebaliknya, kontrak Paula sepertinya tak diperpanjang lagi, karena Alena tidak pernah bertemu dia lagi, saat launching produk, maupun saat syuting iklan.Keberhasilan Alena menjadi model iklan sepertinya menarik perhatian merek lain juga. Ia mendapat tawaran baru untuk menjadi model iklan tas merek Liebeskind, sebuah merek terkenal di Berlin, yang memproduksi tas, sepatu, aksesoris, dan fashion, terutama untuk anak muda. Kebetulan, Alena sendiri selalu memakai tas ransel dengan merek tersebut."Kalau kamu merasa cocok sama produknya, terima aja, Sayang... Kontraknya cuma setahun kok," saran Alva.
"Tante, tolong tunggu di lobby sebentar ya... Aku mau cari Alva...," kata Alena pada Tante Jenna, lalu ia buru-buru menuruni undakan, dan berjalan menuju pintu yang sama dengan Brigitte.Alena mendengar Tante Jenna memanggilnya dengan nada bingung, tapi pikirannya tertuju pada Alva. Ia sudah sampai di depan pintu samping itu, ketika ia mendengar suara Luis memanggilnya."Alena...!"Alena menoleh, Luis tampak berjalan menghampirinya. Tapi Alena tak punya waktu untuk Luis, ia ingin tahu ke mana Brigitte pergi. Ia membuka pintu itu, ada sebuah lorong panjang dengan ruang-ruang kecil di kiri kanan lorong. Alena berjalan masuk ke lorong itu. Ia bisa mendengar suara Luis terus memanggil, sepertinya Luis juga mengikuti dia."Alena... Kamu mau ke mana?" seru Luis.Alena menoleh ke belakang. "Maaf, Luis, aku ada perlu sebentar..."Ada beberapa crew berlalu-lalang di lorong itu, membawa alat-alat. Tapi untungnya, mereka tidak menghal
Alena dan Alva memilih tidak menghabiskan energi untuk memikirkan tentang Luis dan Brigitte. Mereka berdua punya kesibukan yang lebih bermanfaat, daripada mengurusi kehidupan pribadi orang lain. Alena sudah menerima tawaran kontrak selama setahun dari Liebeskind, untuk menjadi model iklan produk tasnya. Ia beberapa kali melakukan pemotretan dan syuting iklan, termasuk juga menghadiri acara promosi. Sejauh ini, Alva masih selalu sempat menemaninya, karena Alena sudah membuat kesepakatan dengan pihak Liebeskind. Ia bisa mengatur jadwal, sesuai waktu luang yang dia miliki.Alva masih sibuk dengan pekerjaannya di studio Talent, dan menyusun skripsi. Ditambah lagi, Professor Meyer menawarkan proyek baru pada Alva dan teman-temannya, berupa pembuatan soundtrack untuk sebuah film layar lebar. Alva mengerjakan proyek tersebut di kampus dan juga di studionya. Ia sepertinya benar-benar menikmati semua pekerjaannya, dan namanya semakin dikenal di kalangan profesional.
Awal bulan Desember, sesuai rencana, Alva menjalani sidang skripsi. Sidang diadakan pada hari Rabu siang. Alena sengaja meluangkan waktu datang ke kampus Alva saat sidang, untuk memberi dukungan dan semangat. Selain dosen pembimbing dan penguji, orang lain tidak dapat masuk ke ruang sidang, karena merupakan sidang tertutup. Alena menunggu di depan ruang sidang, bersama kedua teman Alva. Mereka adalah Karl dan Christoph, teman bisnis Alva di Studio Talent. Karl berasal dari Jerman, sedangkan Christoph berasal dari Austria."Alva benar-benar kerja keras belakangan ini. Dia nggak pernah tolak proyek dosen, dia ngebut nyusun skripsi, dan hebatnya, dia masih sempat ngerjain job di studio. Dia selalu ngecek kerjaan staff kami di studio, biarpun harus sampai malam. Aku benar-benar salut sama Alva...," Christoph bercerita pada Alena, saat mereka bertiga menunggu Alva, di luar ruang sidang skripsi."Iya, dia emang perfeksionis, tapi da
Mereka naik lift menuju lantai 17. Alva jelas memiliki akses untuk bisa masuk dan menggunakan lift apartemen, padahal sistem keamanan apartemen selalu ketat. Apakah benar...?Alva masih tetap tidak berkata apa-apa, sampai mereka tiba di depan pintu sebuah unit apartemen. Di depan pintu tertulis Unit 17-A. Alva menoleh memandang Alena."Sayang... Ini salah satu impian, yang pernah aku bilang mau aku wujudkan," ucap Alva dengan suara lembut. "Dan kamu yang paling pertama tahu..."Alena terpaku memandang Alva. Mulutnya serasa terkunci. Jantungnya berdetak makin kencang. Alva membuka pintu dengan kunci di tangannya, dan menggandeng tangan Alena untuk masuk.Alena terperangah. Apartemen itu masih baru, bau cat samar-samar tercium. Warna dindingnya didominasi putih, dengan lantai ubin berwarna putih gading. Begitu masuk, mereka langsung disambut oleh ruangan luas, dengan jendela kaca besar yang memanjang dari atas sampai ke bawah, sehingga ruangan i