Share

Bab 2. Betina

Definisi betina adalah perempuan berkelakuan anjing - Davichi Park

___________________

Alea meneguk sebotol soda hingga habis tak tersisa. Ubun-ubunnya sudah sangat panas sekarang. Bagaimana bisa temannya itu membeli aneka macam skincare dan ditujukan ke alamat kostnya. 

Bukan itu yang jadi masalah, tapi Alvin si sahabat kurang ajarnya memilih pembayaran COD. Bayangkan saja ia harus buru-buru ke atm untuk membayar tagihan yang seharga sewa kost 1 bulannya. Gila kan?

Gara-gara emosi, Alea jadi lapar sekarang. Melihat satu-satunya onigiri di rak samping kulkas membuat cacingnya meronta-ronta. Tahan Alea mending uangnya buat beli nasi kucing, lebih kenyang.

Ah tidak peduli, Alea sudah terlanjur menginginkannya. Ia pun bergerak mendekati rak itu dan... Eh, tangan siapa itu. Tangan asing dari arah belakang tiba-tiba mendahuluinya untuk mengambil onigiri.

Tidak boleh dibiarkan, ia lebih dulu melihatnya. Alea pun langsung berbalik dan merebut onigiri dari tangan seorang pria bermasker. Ia menampilkan mata tajam kemudian pergi ke kasir untuk membayarnya.

"Woy balikin, gue dulu yang ngambil"

Enak saja. Ia lebih dulu melihatnya. Tanpa sepengetahuan Alea, pria itu tiba-tiba sudah ada di sampingnya dan merebut onigiri di tangannya. Pria yang sudah melepas maskernya itu bahkan membuka bungkus onigiri dan langsung menggigitnya. Kurang ajar.

Karena dikuasi emosi, Alea pun langsung menyerangnya dengan berbagai pukulan, cubitan, bahkan jambakan. Ia tidak peduli jika dilaporkan pada pihak berwajib karena kasus penyerangan. Yang terpenting adalah membuat pria itu babak belur.

"Anjing, bangsat, lo itu ya iiih. Itu kan onigiri gue, kenapa dimakan. Rasain nih"

"Aw, sakit bego. Lepasin" mendengar teriakan itu membuat Alea puas. Tangannya tetap berada di rambut itu dan menariknya kencang, biar saja dia kapok.

"Makanya ngalah sama cewek. Lagian kan gue dulu yang liat"

"Heh betina, uda jelas-jelas gue dulu yang ngambil" Alea semakin mempererat jambakan itu. Ia akan melepaskannya jika pria gila ini meminta maaf.

"Sakit woy, aduh duuh" karena kasihan, Alea pun melepaskan jambakan dari rambut pria itu. Ia meringis begitu melihat beberapa rambut yang tertinggal di tangannya. Duh, pasti sakit sekali. Maaf, Alea khilaf.

Pria itu mengambil tangan Alea dan memberikan onigiri yang sudah digigit. Dia pergi begitu saja tanpa ada sepatah kata pun. Alea hanya diam melihat kelakuan pria itu, ada apa ini?

Ia menatap onigiri di tangannya dengan nanar. Jadi maksudnya, pria itu menginginkan Alea untuk membayar onigiri yang telah dia makan, begitu? Sebentar.. astagaaaaa

"Woy balik lo, bayar dulu onigiri yang lo makan. Ah bangsat" Alea langsung mencak-mencak saat menyadari pria itu sudah hilang ditelan bumi. Bodoh sekali otaknya ini. Bisa-bisanya membiarkan pria itu kabur dengan mudah. Awas saja, jika sampai bertemu lagi ia akan balas dendam.

*****

Davichi berdiri memandangi dirinya di depan cermin. Rambut hitam legamnya sangat berantakan. Ia meringis begitu melihat luka goresan panjang yang berdarah akibat cakaran betina gila itu.

Nah kan, Davichi jadi ingat lagi. Harusnya tadi ia juga menjambaknya. Memangnya tidak sakit apa. Bahkan ia sempat melihat ada beberapa helai rambutnya di tangan betina itu. Kalian pasti bisa membayangkan bagaimana rasanya.

Davichi langsung mengambil obat merah. Ia harus segera mengobati luka ini. Harganya bisa turus jika media mengetahui bahwa tubuhnya lecet.

"Sshh" lagi-lagi Davichi meringis saat ujung cotton bud mengenai lukanya. Perih, ia tidak berbohong.

Setelah mengobati lukanya, pria itu langsung merebahkan diri di kasur. Gigitan kecil onigiri tidak membuat perutnya kenyang. Kenapa ia tadi langsung ke apartemen? Ia kan masih bisa membeli sosis. Kenapa baru kepikiran sekarang? Astagaa, bodoh sekali otaknya ini.

Jadi sekarang, bagaimana nasib cacing peliharaannya? Masa iya Davichi harus keluar lagi. Ah, mending delivery saja.

Davichi mengurungkan niatnya begitu mendengar suara Dimas yang meneriakkan namanya. Akhirnya si tengil itu kesini juga, untung ia belum memesan makanan tadi.

Melihat hanya ada satu salad di meja makan membuat Davichi menghembuskan nafas malas. Ia sudah menunggu sejak tadi, tapi asistennya itu hanya membawa salad. Oh god, bisa tidak sih ia makan iga saja.

"Ngga ada makanan lain?"

"Mau apa?" Serius? Tumben sekali asistennya ini baik. Ia jadi curiga.

"Iga. Gue pengen banget dari dulu, tapi sampe sekarang belom kesampean" Dimas hanya menganggukan kepala. Senyuman pun langsung terbit di wajah Davichi. Akhirnya setelah sekian purnama ia bisa merasakan lagi lezatnya daging penuh lemak itu.

"Uda pesen?" Tanyanya antusias begitu melihat sang asisten menaruh hp di atas meja.

"Pesen apa?" Loh, kok malah nanya.

"Iga"

"Gue cuma nanya tadi. Ya kali lo makan iga, bisa dikubur hidup-hidup gue sama mbak Ais" kurang ajar. Asistennya ini memang minta dihajar sampai busuk. Awas saja, jika ada waktu, ia akan mencari asisten baru dan memecat tuyul satu ini.

"Makan tuh salad. Kalo ngga gue aduin ke mbak Ais kalo lo kemaren makan rendang di hotel"

Mati. Bagaimana Dimas bisa tau? Ia kan sudah mengendap-ngendap saat keluar dari kamar. Jangan sampai Ais tau tentang hal itu. Ia tidak mau makan salad terus-terusan selama seminggu penuh. BIG NO.

Karena tidak mau mengambil resiko, Davichi pun menghabiskan salad dengan terpaksa. Setidaknya perutnya sudah mendingan setelah memakan ini.

"Jadwal lo hari ini kosong. Pihak agency masih berusaha ngatasin berita itu. Jadi lo jangan berulah dan tetap stay di apartemen"

Davichi hanya mengangguk pelan. Ia sedang fokus bermain cacing di hp Dimas. Cacingnya sudah masuk peringkat 14 sekarang, ini merupakan kemajuan yang pesat bukan?

Dimas yang tersadar ada sesuatu yang aneh di leher Davichi pun langsung mendekat ke arahnya. Terlihat jelas luka goresan panjang yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih.

"Lecet kenapa itu? Uda diobatin?" Tidak ada jawaban dari Davichi. Pria itu sedang sibuk menggerakkan cacing dengan jempolnya. Astaga, dia sudah berumur 26 tahun, kenapa masih kekanak-kanakan begini.

Dimas yang kesal pun langsung merebut kembali hpnya. Pria itu kalau sudah bermain cacing pasti tidak peduli dengan keadaan sekitar.

"Apaan sih lo, tuh kan cacing gue mati" Davichi menatap sedih cacingnya yang diserempet secara biadab oleh cacing kecil. Miris sekali.

"Gue nanya, itu lecet kenapa?" Ucap Dimas penuh penekanan. Ia jadi mual melihat kelakuan Davichi yang merajuk hanya karena cacingnya mati.

"Kena cakar. Mana hpnya, gue mau main lagi"

Sabar-sabar. Ia bisa mati muda jika terus-terusan menghadapi pria ini. Kalian tau, Davichi tidak punya keahlian apapun dalam bermain game. Main cacing saja dia tidak pernah menang, apalagi pubg, ml, atau yang lainnya. Tuh kan, ia jadi menyebarkan aib aktornya sendiri.

"Dicakar siapa?"

"Ngga tau, ngga kenal. Pokoknya betina" ucap Davichi santai. Ia senang cacingnya sudah memasuki peringkat 20 besar.

Heh, apa tadi maksudnya? Dicakar betina? Ambigu sekali. Maksudnya, dia dicakar hewan betina? Begitu? Tapi bagaimana Davichi bisa tau jika hewan itu berjenis kelamin betina. 

Dimas tau betul, pria itu takut dengan semua hewan. Bahkan semut saja dia takut. Ah, otak Dimas tidak cukup pandai untuk menerjemahkan perkataan ambigu itu.

"Maksud lo?"

"Tadi ada betina gila yang jambak gue. Terus ngga sengaja kecakar" Dimas menepuk dahinya kencang mendengar penjelasan Davichi. Ada apa sih dengan otak pria itu, kenapa tidak pernah benar jika menggunakan kata.

"Cewek bukan betina. Betina itu buat hewan"

"Yeee, kelakuannya aja kayak anjing. Berarti betina dong"

Ok cukup. Sampai kapan pun ia tidak akan menang melawan raja debat ini. Biarlah yang waras yang mengalah.

"Maen pake hp sendiri napa, gue mau balik. Kasihan mbak Ais kerepotan"

"Enak aja. Temenin gue disini"

Allahu, boleh tidak sih ia tukar tambah aktor saja. Duh rasanya darah tinggi Dimas naik lagi sekarang. Nasib sudah menemani pria ini di apartemen. Sudah pasti ia akan jadi babu seharian. Tolong Dimas Tuhan.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status