Aida yang terharu menangis. Saat Satya keluar, Aida duduk di samping tempat tidur dan menghibur, "Kondisi Nyonya sudah membaik. Nyonya, jangan menyerah untuk terus bertahan hidup. Anggap saja kamu melakukannya demi Joe. Nyonya, waktu nggak bisa diputar kembali. Kita nggak bisa mengubah semua hal yang sudah terjadi sebelumnya."Clara bersandar di kepala tempat tidur, sedangkan Joe bermain dengan telur dinosaurus. Joe tampak sangat menggemaskan saat tertawa. Clara merasa sangat bahagia ditemani Joe.Aida menyeka air matanya dan meneruskan ucapannya, "Setelah Nyonya sembuh, Tuan pasti akan berubah. Oh, iya. Nona Gracia bilang, Tuan sudah mencarikan kornea mata untuk Nyonya. Penyumbangnya ada di Negara Morias. Orang itu akan datang sebelum Nyonya dioperasi. Nyonya, sebentar lagi kamu bisa melihat kembali."Clara mengangguk. Sebenarnya, dia tidak bisa menentukan nasibnya lagi. Dia meraba-raba untuk menyentuh Joe. Clara ingin memeluk Joe dengan erat setelah penglihatannya pulih.....Satu mi
Sementara itu, Clara tampak tenang. Jendela tidak tertutup rapat sehingga angin berembus masuk. Clara pun kedinginan. Dia mendengar suaminya berencana untuk mengirim penyumbang kornea matanya ke Jermeni karena Benira sakit. Benira membutuhkan donor jantung.Allen mengatakan kemungkinan besar Clara akan buta, tetapi Satya tetap teguh dengan pendiriannya. Satya benar-benar konyol. Sebelumnya dia malah mengatakan bahwa dirinya mencintai Clara, ingin memulai hidup baru dengan Clara, dan kelak hidup mereka akan bahagia.Ekspresi Clara tampak datar. Dia memang mengerti bahasa Francis. Ternyata, Satya tidak menyelidiki informasi tentang Clara dengan jelas. Pada saat berusia 18 tahun, Clara berlibur di Francis selama 1 tahun. Jadi, bahasa Francis yang umum tidak sulit bagi Clara.Clara berpikir jika dirinya tidak mengerti bahasa Francis, dia tidak akan pernah tahu bahwa Satya juga memiliki cinta sejati. Satya memang sangat mencintai Benira. Akan tetapi, Clara tidak mengungkapkan bahwa dia meng
Satya juga memeluk Joe sambil berbicara dengan lembut, "Setelah operasimu berhasil, kita akan pergi ke Luzano setiap tahun untuk main ski. Joe pasti sangat menyukainya. Nanti, kamu boleh tinggal di mana pun sesuka hatimu. Aku bisa mencari partner yang bisa dipercaya untuk mengurus perusahaan dan aku bisa bekerja dari jarak jauh."Satya melanjutkan, "Aku rasa Ingliss dan Nawagia lumayan bagus. Clara, mana tempat yang paling kamu sukai?"Satya bicara panjang lebar, tetapi Clara tetap bergeming. Clara bahkan diam-diam mencibir. Dia khawatir Satya terlalu lelah karena harus mengkhawatirkan kondisi kekasihnya dan merencanakan masa depan yang semu dengan Clara pada saat bersamaan. Apa Satya mampu mengurus semuanya?Satya tidak mendapatkan jawaban Clara. Tiba-tiba, ponsel di saku Satya berdering. Sebenarnya, Satya memikirkan Clara, tetapi akhirnya dia tetap menjawab panggilan telepon sambil berbaring di tempat tidur, "Halo? Aku Satya."Pihak rumah sakit Jermeni yang menelepon untuk menjelaska
Aida hanya mengomel, dia tidak mengharapkan Satya untuk menjawabnya.Siapa sangka, Satya menjelaskan kepada Clara saat mengangkat koper, "Salah satu cabang perusahaan di luar negeri bermasalah. Aku harus mengurusnya. Oh, iya. Profesor bilang pemulihan kesehatanmu setelah operasi sangat baik. Aku juga berusaha mencari kornea mata yang cocok untukmu. Clara, aku janji kamu pasti bisa melihat kembali dalam waktu 1 bulan."Clara yang berbaring di tempat tidur mendengar ucapan Satya yang terkesan tulus. Cabang perusahaan di luar negeri? Seharusnya Satya pergi ke Jermeni. Benar-benar ironis. Clara tidak peduli jika Satya tidak mencintainya. Namun, kenapa Satya terus membohonginya? Sekarang, Clara merasa akting Satya sangat buruk sehingga Clara tidak ingin berpura-pura lagi.Clara tersenyum sinis. Satya mencium pipi Clara, lalu berkata, "Sopir sudah menungguku di lantai bawah. Clara ... tunggu aku pulang."Malam itu, retina Clara lepas dan Clara merasakan sakit yang luar biasa. Setelah memerik
Di dalam kamar, Aida yang mendapat kabar merasa sangat gembira. Dia menggenggam tangan Clara sembari berkata, "Kenapa kebetulan sekali ada orang baik yang mau menyumbangkan kornea matanya? Nyonya, kamu pasti banyak berbuat baik di kehidupan sebelumnya. Kalau nggak, mana mungkin begitu kebetulan?"Mata Clara ditutupi dengan kain kasa. Clara meraba-raba untuk meraih tangan Aida dan berpesan, "Aku punya sedikit uang. Nanti kamu bantu aku berterima kasih kepada orang itu. Meskipun sebenarnya uang ini nggak seberapa dibandingkan kebaikan orang itu, mungkin saja dia membutuhkannya."Aida mengangguk dan menimpali, "Benar. Biar aku cari tahu dulu. Setelah Nyonya bisa melihat kembali, kita sama-sama jenguk orang itu. Dia pasti akan merasa terhibur."Setelah Aida selesai bicara, terdengar suara petir bergemuruh. Hujan deras turun dan angin kencang berembus. Operasi Clara sangat berhasil. Allen membalut mata Clara dengan kain kasa dan berucap seraya tersenyum, "Bu Clara, satu minggu lagi kain kas
Freya bergegas turun ke bawah sambil menggendong bayinya. Dia menangis dan terus memanggil, "Davin! Davin! Bukan kamu! Pasti bukan kamu!"Orang-orang di sekeliling memandang Freya. Mereka merasa wanita cantik ini seperti hampir gila. Bahkan, sepatu Freya terlepas dan bayinya terus menangis.Tampak mayat seorang pria tergeletak di tengah taman rumah sakit. Tubuhnya bersimbah darah. Pria itu kehilangan kornea matanya. Davin sudah meninggal."Davin," panggil Freya. Dia menyeruak dari kerumunan dan menghampiri mayat Davin. Freya menatap Davin. Dia langsung mengenalinya karena Davin suka memakai kemeja putih dan jas. Davin pernah mengatakan bahwa pria tidak perlu terlalu mementingkan penampilan. Jika ada uang lebih, lebih baik digunakan untuk membeli barang istri dan putrinya. Istri dan putri Davin harus berdandan dengan cantik."Davin!" teriak Freya sembari berlutut di depan Davin. Dia membelai wajah Davin dengan tangan gemetaran. Air mata Freya menetes di wajah Davin.Freya tersenyum geti
Freya membatin, 'Davin, kita akan bersama selamanya.'Suasana menjadi hening. Saat Aida sampai, dia mendengar suara orang-orang berkomentar. Aida merasakan firasat buruk. Dia menyeruak dari kerumunan, lalu melihat Davin dan Freya yang tergeletak di tanah dengan tubuh berlumuran darah. Aida langsung lemas dan berlutut di tanah.Aida mengamati Davin dan Freya seraya bergumam, "Ini Tuan Davin dan istrinya."Sementara itu, Alaia menggerakkan tangannya dan menangis dengan kencang. Aida menggendong Alaia, lalu berkata sambil menangis, "Aku tahu kalung giok ini. Dia anak Tuan Davin dan istrinya."Aida sangat sedih. Dia memeluk Alaia dan berucap dengan suara bergetar, "Anak baik, beri hormat kepada orang tuamu. Kelak kamu ... nggak akan bisa melihat mereka lagi."Orang-orang terus mengomentari kejadian ini."Kasihan sekali. Mereka bunuh diri demi cinta.""Yang penting ada orang yang mengadopsi anaknya."Clara juga datang ke tempat kejadian. Gracia yang memapahnya dengan hati-hati. Mata Clara d
Gracia mengangguk dan menyahut, "Bu Clara, tenang saja."Kemudian, Clara berpesan lagi, "Cari tempat yang bagus dan makamkan mereka sama-sama. Jangan lupa ukir nama mereka dengan jelas. Kelak, aku akan membawa anak Davin dan istrinya untuk mengunjungi makam mereka setiap tahun."Clara juga menghadiri prosesi pemakaman Davin dan Freya. Clara menggendong Alaia, sedangkan Aida dan Gracia memapah Clara.Clara berdiri di depan makam Davin dan Freya seraya berjanji, "Kalian tenang saja. Aku akan merawat anak kalian dengan baik dan membesarkannya."Di atas batu nisan, terdapat foto pernikahan Davin dan Freya. Mereka berdua tersenyum bahagia.....Akhirnya, Gracia berhasil menghubungi Satya. Saat ini, 3 hari sudah berlalu sejak Clara menjalani operasi mata. Gracia tidak mengerti sebenarnya Clara atau Benira lebih penting bagi Satya. Hari ini, Gracia menelepon Satya hanya untuk melaporkan semua kejadian selama 3 hari ini.Begitu panggilan terhubung, suara Satya yang terdengar lelah terdengar. "