Freya bergegas turun ke bawah sambil menggendong bayinya. Dia menangis dan terus memanggil, "Davin! Davin! Bukan kamu! Pasti bukan kamu!"Orang-orang di sekeliling memandang Freya. Mereka merasa wanita cantik ini seperti hampir gila. Bahkan, sepatu Freya terlepas dan bayinya terus menangis.Tampak mayat seorang pria tergeletak di tengah taman rumah sakit. Tubuhnya bersimbah darah. Pria itu kehilangan kornea matanya. Davin sudah meninggal."Davin," panggil Freya. Dia menyeruak dari kerumunan dan menghampiri mayat Davin. Freya menatap Davin. Dia langsung mengenalinya karena Davin suka memakai kemeja putih dan jas. Davin pernah mengatakan bahwa pria tidak perlu terlalu mementingkan penampilan. Jika ada uang lebih, lebih baik digunakan untuk membeli barang istri dan putrinya. Istri dan putri Davin harus berdandan dengan cantik."Davin!" teriak Freya sembari berlutut di depan Davin. Dia membelai wajah Davin dengan tangan gemetaran. Air mata Freya menetes di wajah Davin.Freya tersenyum geti
Freya membatin, 'Davin, kita akan bersama selamanya.'Suasana menjadi hening. Saat Aida sampai, dia mendengar suara orang-orang berkomentar. Aida merasakan firasat buruk. Dia menyeruak dari kerumunan, lalu melihat Davin dan Freya yang tergeletak di tanah dengan tubuh berlumuran darah. Aida langsung lemas dan berlutut di tanah.Aida mengamati Davin dan Freya seraya bergumam, "Ini Tuan Davin dan istrinya."Sementara itu, Alaia menggerakkan tangannya dan menangis dengan kencang. Aida menggendong Alaia, lalu berkata sambil menangis, "Aku tahu kalung giok ini. Dia anak Tuan Davin dan istrinya."Aida sangat sedih. Dia memeluk Alaia dan berucap dengan suara bergetar, "Anak baik, beri hormat kepada orang tuamu. Kelak kamu ... nggak akan bisa melihat mereka lagi."Orang-orang terus mengomentari kejadian ini."Kasihan sekali. Mereka bunuh diri demi cinta.""Yang penting ada orang yang mengadopsi anaknya."Clara juga datang ke tempat kejadian. Gracia yang memapahnya dengan hati-hati. Mata Clara d
Gracia mengangguk dan menyahut, "Bu Clara, tenang saja."Kemudian, Clara berpesan lagi, "Cari tempat yang bagus dan makamkan mereka sama-sama. Jangan lupa ukir nama mereka dengan jelas. Kelak, aku akan membawa anak Davin dan istrinya untuk mengunjungi makam mereka setiap tahun."Clara juga menghadiri prosesi pemakaman Davin dan Freya. Clara menggendong Alaia, sedangkan Aida dan Gracia memapah Clara.Clara berdiri di depan makam Davin dan Freya seraya berjanji, "Kalian tenang saja. Aku akan merawat anak kalian dengan baik dan membesarkannya."Di atas batu nisan, terdapat foto pernikahan Davin dan Freya. Mereka berdua tersenyum bahagia.....Akhirnya, Gracia berhasil menghubungi Satya. Saat ini, 3 hari sudah berlalu sejak Clara menjalani operasi mata. Gracia tidak mengerti sebenarnya Clara atau Benira lebih penting bagi Satya. Hari ini, Gracia menelepon Satya hanya untuk melaporkan semua kejadian selama 3 hari ini.Begitu panggilan terhubung, suara Satya yang terdengar lelah terdengar. "
Satya ingin mengatakan sesuatu, tetapi dokter dari Jermeni datang menghampirinya. Dia memegang setumpuk film sinar-X yang tebal. Dokter itu berkata, "Pak Satya, aku ingin membahas kondisi Bu Benira denganmu."Mendengar ini, Satya pun memberi tahu Gracia, "Nanti aku akan menelepon Clara." Kemudian, dia mematikan teleponnya.Di ujung telepon, Gracia tak bisa menahan diri lagi dan mulai memaki.....Kondisi Benira tidak terlalu baik. Dokter mengatakan bahwa dia tidak cocok untuk melakukan operasi pengangkatan rahim. Wanita itu tidak punya harapan untuk bertahan hidup.Dokter Jermeni itu berkata dengan menyesal, "Bu Benira paling-paling hanya bisa hidup selama 3 bulan lagi. Pak Satya, habiskanlah waktu bersamanya dengan baik."Setelah dokter itu pergi, Satya berdiri di dekat jendela. Satu tangannya memegang ponsel, sementara tangannya yang lain memegang cerutu. Namun, dia tidak menyalakannya.Benira memeluknya dari belakang. Dia menyukai aroma tubuh Satya. Meski pria itu tidak mau menyentu
Setelah beberapa saat, Clara akhirnya mengangkat telepon. Mereka berdua tidak berbicara untuk waktu yang lama. Hanya napas lembut mereka yang terdengar di kedua ujung telepon .... Mereka adalah suami istri, tetapi sekarang bahkan napas satu sama lain pun terasa asing.Satya akhirnya bertanya, "Gimana keadaanmu?"Malam ini terasa dingin. Clara menjawab dengan tak acuh dalam bahasa Francis, "Aku rasa Gracia sudah memberitahumu. Aku baik-baik saja. Aku sudah mengganti kornea dan pulih sekarang .... Davin bunuh diri dengan loncat dari gedung. Freya juga ikutan bunuh diri. Ketika kita bertemu lagi nanti, di mataku ada kornea Davin. Kamu seharusnya nggak ingin melihatku."Clara menegaskan, "Jadi Satya, ayo kita cerai. Setelah lepas dari ikatan pernikahan, Benira nggak perlu menderita lagi. Kamu bisa memperlakukannya dengan baik, bahkan menikah dengannya ...."....Bahasa Francis Clara bukan hanya lancar, tetapi intonasinya juga benar.Di sisi lain, Satya mengepalkan tangannya erat-erat. Dia
Dokter mengambil stetoskop dan mendengarkan dengan saksama. Setelah beberapa saat, dia menyimpannya kembali sambil menjelaskan, "Dia mungkin sedikit pneumonia karena masuk angin, tapi nggak masalah .... Cukup minum obat saja."Mendengar bahwa itu adalah pneumonia, Aida sangat khawatir. Dia bertanya dengan hati-hati, "Apa perlu diinfus? Aku pernah melihat anak-anak lain yang menderita pneumonia harus diinfus."Dokter menjawab seraya tersenyum, "Nggak separah itu." Dia mengetahui latar belakang Alaia. Sembari mengelus wajah kecilnya, dia berkata kepada Clara, "Bu Clara, kalau memungkinkan coba kasih dia ASI sebanyak mungkin. Itu bisa bantu meningkatkan kekebalan tubuhnya."Clara pun mengangguk dan mengiakan dengan lembut. Dia menggendong Alaia sambil menghiburnya dengan lembut. Sorot mata dari dokter di samping tampak agak lembap. Dia menutupinya dengan berdeham, lalu berujar, "Baiklah, aku akan bikin resep obat sekarang." Clara menyuruh Aida ikut untuk mengambilnya.Setelah dirawat deng
Clara terlihat muram.....Gracia membuka pintu dan berjalan masuk.Di sisi lain, Clara berdiri di dekat jendela dan memandang keluar dengan tenang. Ketika mendengar suara pintu terbuka, dia berucap dengan lembut, "Gracia, aku mau pergi ke Jermeni. Apa kamu bisa bantu mengaturnya? Selain itu, aku nggak ingin Satya tahu tentang ini."Gracia tampak ragu-ragu. Bagaimanapun, dia adalah sekretaris Satya dan menerima gaji dari pria itu. Sekarang, dia malah diminta untuk melakukan sesuatu yang mengkhianati bosnya. Setelah beberapa saat, Gracia pun berbicara seraya tersenyum pahit, "Oke. Paling-paling aku cuma perlu mencari pekerjaan baru."Gracia adalah orang yang dapat diandalkan. Dia memesan penerbangan tercepat untuk Clara dan memberinya alamat vila Satya. Ketika Clara hendak pergi, Gracia memasukkan beberapa uang Jermeni ke dalam kopernya, lalu berkata, "Di sana berbeda dengan negara kita. Nggak ada pembayaran lewat ponsel, jadi lebih baik bawa sedikit uang."Aida juga menyiapkan beberapa
Clara tampak lebih berisi. Meskipun dia masih kurus, tubuhnya kini menjadi lebih berisi. Kulitnya juga telah pulih menjadi halus dan putih seperti sebelumnya. Dia mengenakan gaun bergaya Ingliss yang sangat cocok untuknya. Satya menatapnya untuk waktu yang lama. Rasanya seperti sudah lama sekali sejak terakhir kali mereka bertemu.Di samping mereka, seorang staf toko pernikahan bertanya lagi, "Pak Satya, gimana kalau foto pernikahan kalian ditempatkan di sini?"Satya pun tersadar kembali dan segera mendekati Clara. Dia memegang pergelangan tangan Clara dengan lembut. Satya menyadari bahwa dia bersalah sehingga berbicara perlahan, "Ayo kita bicarakan di luar.""Kenapa harus keluar?" tanya Clara sembari melepaskan tangannya dengan kasar. Dia melihat sekeliling. Ketika melihat dekorasi mewah di dalam rumah, Clara berbicara sambil tersenyum lembut, "Apa karena ini adalah tempat kamu menyembunyikan pelakor, jadi nggak baik kalau sampai dilihat orang lain?"Satya tampak mengernyit. Senyum Cl