Setelah semuanya beres, Satya kembali ke vilanya yang satu lagi. Dia tidak ingin membangunkan Benira. Dia berniat untuk pergi setelah mengambil paspor.Akan tetapi, begitu keluar dari ruang kerjanya, Benira sudah berdiri di depan pintu kamar sambil memegang gelas anggur. Wanita ini menatapnya dengan suram sambil bertanya, "Mau ke mana pagi-pagi begini?"Nada bicara Benira terdengar sinis. Satya adalah pria yang sangat mendominasi. Dia menyukai wanita yang lemah lembut. Begitu Benira menunjukkan karakter aslinya, Satya menjadi makin kehilangan kesabaran padanya.Satya menatap Benira sembari bertanya balik dengan dingin, "Atas dasar apa kamu bertanya begitu kepadaku?"Benira menahan amarahnya agar tidak mengamuk. Dia menyahut, "Satya, kamu yang berjanji akan memberiku masa depan.""Memangnya apa yang kujanjikan kepadamu?" Satya berbicara terus terang, "Ya, aku memang ingin menemui Clara. Aku nggak akan menikahimu. Kalau kamu wanita cerdas, lanjutkan kehidupanmu di Barline. Aku akan menja
Benira sampai curiga. Apa Satya makan obat kuat? Jika tidak, bagaimana mungkin Satya bisa melakukannya berturut-turut seperti ini?Karena tidak bisa menghentikan Satya, Benira hendak melampiaskan amarah kepada pelayannya. Namun, para pelayan tidak bodoh. Mereka sudah melarikan diri sejak tadi.Benira hanya bisa naik ke lantai 2, lalu memasuki kamar utama untuk melemparkan semua pakaian Satya. Dia bahkan menggunting pakaian-pakaian mahal itu.Ketika menggunting dengan penuh emosi, Benira mulai meneteskan air matanya dan menangis kuat-kuat.....Satya telah pulang ke negaranya. Namun, Clara tidak berada di Kota Aruma ataupun Kota Brata.Saat ini, di ruang presdir Grup Chandra, Satya bersandar di kursinya sembari melemparkan sebuah dokumen ke atas meja. Dia menatap Gracia dan bertanya dengan murung, "Jelaskan, kenapa Clara nggak naik pesawat ke Kota Aruma?"Gracia bercucuran keringat dingin. Dia memberanikan diri untuk membalas, "Maaf, Pak. Aku nggak mengantar Bu Clara ke bandara hari itu
Gracia menatap Satya, lalu bertanya, "Pak, sebenarnya apa yang kamu inginkan?"Tatapan Satya tampak suram. Sesaat kemudian, dia meletakkan peralatan makannya dan menyeka mulutnya. Sesudah mengeluarkan ponsel dari sakunya, Satya menelepon beberapa orang sebelum menyerahkannya kepada Gracia."Aku rasa kamu akan ingat lokasi Clara setelah menerima panggilan ini," ucap Satya.Gracia menerima dengan tangan bergetar. "Mama, kami sedang bermain di pantai. Paman Satya mengirim orang untuk membawa kami bermain. Mereka membelikan kami ban renang. Besok, kami juga akan menangkap kepiting kecil."Gracia menanggapi dengan kaku. Setelah mengakhiri panggilan, seluruh energinya seperti terkuras habis. Dia tahu temperamen Satya. Jika tidak memberitahunya, pria ini kemungkinan besar akan menyakiti anaknya.Gracia bertanya dengan wajah pucat, "Pak, apa yang ingin kamu lakukan? Mereka hanya anak kecil. Tolong lepaskan mereka. Mereka nggak ada hubungannya dengan masalah orang dewasa. Anggap ini balasan kar
Menurut Aida, jika mereka tinggal di sini, uang mereka akan cukup untuk 10 generasi mendatang. Clara hanya tertawa saat mendengarnya. Dia merasa mereka tetap harus pindah dalam 3 bulan. Jika tidak, keberadaan mereka mungkin akan terlacak.Setelah sibuk sepanjang hari, mereka akhirnya selesai berkemas. Joe ingin pergi bermain. Aida paling menyayangi Joe. Dia berkata, "Aku akan menjaga Nona Alaia. Nyonya bawa Tuan Joe pergi bermain saja. Anak seumuran ini memang senang bermain."Clara menyahut, "Panggil saja namaku. Aku bukan Nyonya Keluarga Chandra lagi sekarang.""Tapi, aku menerima gaji. Aku juga lebih terbiasa kalau memanggilmu nyonya," tolak Aida.Clara tidak merespons lagi. Dia membawa Joe keluar untuk bermain. Di depan vila mereka, terdapat sebuah jalanan panjang. Anak kecil bisa mengendarai mobil mainan mereka di sini.Joe mengendarai mobilnya dengan stabil. Clara hanya mengikuti dan mengawasinya dari belakang. Tahun baru makin dekat, tetapi dedaunan di sini masih hijau dan sinar
Anak kecil seperti Joe tentu tidak memahami masalah orang dewasa. Begitu melihat ayahnya, dia langsung tersenyum lebar dan menunjukkan gigi-giginya yang kecil dan putih. Joe terlihat sangat menggemaskan. Dia bahkan meraih leher Satya dengan tangan kecilnya sambil menjawab, "Rindu."Satya merasa hidungnya agak berkedut. Dia menempelkan dahinya ke kepala Joe dan mengatakan dengan pelan, "Anak bodoh."Sembari memegang mobil mainan, dia menggendong putranya dan berjalan menuju vila dua lantai tersebut. Baru berjalan beberapa langkah, Satya menoleh ke arah Clara. Dia bertanya dengan nada lembut, "Kenapa nggak jalan?"Clara sedang berdiri di bawah pohon. Sinar matahari memang menerobos celah-celah daun, tetapi tidak ada sinar yang bisa menghangatkannya ....Apabila Joe tidak ada di sana, dia mungkin akan dengan emosi menanyakan alasan Satya yang masih enggan melepaskannya. Kenapa pria itu masih terus mengejarnya? Padahal Satya telah setuju untuk berpisah.Sayangnya, Joe tengah digendong oleh
Satya menutup pintu. Dia duduk di pinggir ranjang dan meraba perut kecil Joe yang buncit. Pria itu berucap sambil tersenyum, "Anak ini benaran jago makan. Tiap malam, dia selalu sanggup makan sebanyak itu ya?"Clara tidak menjawab. Dia terus melanjutkan rutinitas merawat kulitnya tanpa terburu-buru. Satya tahu dia sedang marah, tetapi dia memang ingin memenangkan hati Clara. Dia bahkan memuji anaknya Davin, "Bi Aida memang jago mengurus anak. Alaia juga berisi banget. Nanti, aku akan kasih dia bonus."Clara tetap diam. Sayangnya, itu justru membuatnya makin terpancing. Satya berjalan ke belakang kursi rias. Dia memeluk kursi dan tubuh Clara, lalu menatap sosok mereka yang berpelukan di cermin. Satya bertanya dengan nada sangat lembut, "Malam ini, aku tidur di mana?"Clara juga menatap cermin. Tak lama kemudian, dia menjawab pelan, "Ada kamar tamu di sebelah. Kamu tidur di sana saja.""Antar aku ke sana," timpal Satya. Bibirnya yang tipis menyentuh telinga Clara.Pria itu melanjutkan de
Clara bersandar di bahu Satya sembari berucap dengan datar, "Oh, ya? Satya, nggak ada gunanya kamu bicara seperti ini. Aku mau tidur. Kalau kamu masih belum puas, aku bisa memanggil wanita lain untuk melayanimu. Di sini ada yang legal."Satya menatap Clara lekat-lekat. Dia merasa sangat kesal. Namun, Clara tidak memedulikan Satya. Dia menarik baju tidurnya, lalu berjalan keluar dari kamar.Satya memandang ke arah pintu. Dia bisa merasakan perubahan Clara. Dulu, Clara pasti akan memberontak jika tidak ingin berhubungan intim dengan Satya. Sekarang, Clara bisa mengabaikan perasaannya sendiri hanya demi mengusir Satya. Sebenarnya apa yang dipikirkan Clara?....Keesokan paginya, Clara turun ke lantai bawah setelah mandi. Sementara itu, Satya sedang menemani Joe bermain bola di halaman. Alaia tidur di ranjang bayi sambil berjemur. Dia mengulurkan tangannya karena merasa sangat nyaman. Suasananya benar-benar harmonis.Clara terus mengamati mereka. Pelayan baru di samping kebetulan berasal d
Clara memandang Satya. Setelah beberapa saat, dia baru berbicara, "Satya, kamu memang kejam. Kamu bahkan bisa mengorbankan Joe demi mencapai tujuanmu. Tapi, aku rasa Joe memang nggak penting bagimu. Kamu juga nggak benar-benar tulus menyayanginya."Satya terus memperhatikan Joe. Kala ini, Joe sedang bermain bola dan dahinya berkeringat. Kemudian, Satya menatap Clara seraya menimpali, "Anakku memang harus dididik seperti itu. Aku membiarkan kamu membesarkan Joe karena kamu suka ditemani Joe. Itulah sebabnya, Joe bisa melewati masa kecil yang bahagia."Clara membalas, "Jadi, aku harus berterima kasih kepadamu? Tapi, apa kamu punya waktu untuk mendidik Joe? Aku takut kamu terlalu sibuk bersenang-senang dengan wanita lain."Sekarang, ucapan Clara sering membuat Satya kesal. Namun, Satya tidak ingin mempermasalahkan hal ini. Dia melihat Clara, lalu tersenyum dan berujar, "Kelak aku nggak akan berhubungan dengan wanita lain lagi."Clara sama sekali tidak memercayai ucapan Satya. Hanya saja,