Home / Rumah Tangga / Tuan CEO, Mari Bercerai! / 4. Kita Bercerai Saja

Share

4. Kita Bercerai Saja

Author: Aww Dee
last update Last Updated: 2024-09-04 15:16:28

"Apa kau sedang mengajakku bercanda?" Krisna menyentuh pipinya yang perih, keningnya berkerut samar. Ia menyeringai dingin. “Kau harusnya bersyukur. Kakek Felix pasti sangat senang saat tahu ‘boneka’ cantiknya telah berhasil memberikan seorang ‘pengganti’ diriku.”

Radha menatap Krisna dengan sorot mata yang penuh luka. Ia masih tak menyangka bahwa Krisna bisa menilainya serendah itu.

Dengan tangan gemetar, Radha menyeka air matanya dan mencoba mengambil napas dalam-dalam. “Krisna …,” suara Radha bergetar, menahan tangis. “Kalau memang itu yang kau pikirkan tentang diriku … maka … aku tidak akan membantahnya lagi.”

"Akhirnya, kau menunjukkan warna aslimu yang sebenarnya,” ujar Krisna dengan suara rendah namun sarat akan ejekan.

“Jika itu yang kau percayai, maka anggap saja begitu.” Ucap Radha. Ia berpikir, tak ada gunanya menjelaskan apapun pada Krisna, sebab pria itu sudah mempunyai label buruk untuknya.

Ketegangan kembali memenuhi udara saat Krisna menatap Radha dengan penuh kecurigaan. Matanya menyipit, mengamati setiap detail gerakan wanita di hadapannya.

"Apakah ini hanya bagian dari dramamu yang lain?" Krisna menatap Radha dengan tajam, kecurigaan terpancar jelas dari matanya.

“Silahkan menilaiku sesuka hatimu, Kris.” Tandas Radha. Kepalanya terdongak ke atas, membalas tatapan Krisna.

"Aku sudah memberimu segalanya, tapi kau selalu mencari alasan untuk menciptakan masalah! Apakah semua ini masih belum cukup untukmu?" Tanya Krisna dengan rasa frustrasinya yang kini tak lagi bisa ditutupi.

Radha tidak menanggapi, dia hanya tertawa kecil yang terasa begitu getir. “Aku hanya minta cerai, Krisna.”

Lalu dengan kemarahan yang masih bergejolak, Krisna berucap, "Baiklah, jika itu yang kau mau." Setelah itu Krisna meninggalkannya seorang diri.

Usai Krisna menghilang dari pandangan, barulah Radha merasa seluruh kekuatannya runtuh. Lututnya mendadak lemas, tak bisa lagi menahan beban tubuhnya. Dengan perlahan, Radha merosot ke lantai, membiarkan tubuhnya jatuh begitu saja.

Hingga tengah malam, Radha yang masih tak bergairah dengan sorot mata kosong itu dikejutkan oleh suara teriakan dari salah seorang pelayan. “Nyonya Radha,” panggil pelayan itu dengan napas terengah-engah. “Tuan Krisna baru saja diantar pulang oleh Nona Nindy. Dan keadaan beliau … sepertinya Tuan Krisna sedang mabuk berat.”

Radha yang sedang duduk melamun di atas kasur dan belum sempat mengganti pakaiannya, terlonjak kaget. “Mabuk?”

Pelayan itu mengangguk cepat. “Iya, Nyonya.”

Meskipun hati Radha masih sangat terluka, nyatanya Radha tak bisa menahan dirinya untuk tidak khawatir pada Krisna. Tanpa berpikir panjang, Radha segera beranjak dari tempat tidurnya dan turun ke lantai bawah.

Di ruang tamu, Radha melihat Nindy sedang berusaha menahan tubuh Krisna yang hampir tidak mampu berdiri sendiri. Melihat hal itu Radha melangkah maju, tetapi Nindy dengan sigap langsung membawanya ke dalam kamar Krisna.

Walaupun perasaannya sekarang sedang campur aduk, antara rasa sakit, cemburu dan juga cemas, Radha tetap mengikuti Nindy dari belakang. “Terima kasih, Nindy … karena sudah membawa Krisna pulang dengan selamat,” ujar Radha.

Namun, alih-alih memberikan respon yang baik, Nindy berbalik menatap Radha dengan sorot mata yang tajam dan penuh emosi. Dan tanpa diduga, Nindy tiba-tiba bangkit lalu menampar wajah Radha dengan keras.

Plak!

Radha yang terkejut, mundur beberapa langkah sambil memegangi pipinya yang terasa perih.

“Ini semua salahmu, Radha! Krisna seperti itu karena dirimu!” Nindy menyentak, marah. Ia menatap benci pada Radha, seolah tak cukup puas hanya dengan satu tamparan. “Kau tahu Krisna mencintaiku, tetapi terus berlagak menjadi sosok istri yang baik. Jika kau sadar diri, kau seharusnya pergi dari sini!”

Radha mengepalkan tangannya, berusaha menahan rasa sakit yang semakin menghimpit hatinya. Namun, Radha tidak membiarkan dirinya terjatuh lebih dalam oleh kata-kata pedas Nindy.

Dengan suara yang tenang namun tegas, Radha menjawab, “kau boleh mengatakan apapun yang kau mau, Nindy. Aku mungkin akan pergi, tapi itu bukan karena kau yang menyuruhku. Melainkan murni keinginanku.”

Nindy terdiam dan matanya melebar. Mungkin terkejut, pasalnya selama ini Radha hanya gemetar saat Nindy mengintimidasinya.

Radha lalu melanjutkan, “Krisna mungkin mencintaimu lebih dari apapun. Tapi kenyataannya, Krisna hanyalah laki-laki yang tersesat dalam kebingungan dan amarahnya sendiri.”

Raut wajah Nindy mengeras, dan sorot matanya menyala penuh amarah. Ia menggertakkan gigi, berusaha menahan diri agar tidak kembali meluapkan emosinya.

“Kau tidak tahu apa-apa, Radha,” Nindy berdesis tajam. “Kau hanya perempuan yang tiba-tiba masuk dalam hidup Krisna. Berbeda dengan aku yang tahu segalanya tentang diri Krisna. Itulah yang tetap membuatnya kembali padaku, meski kau ada di sini.”

Radha menatap Nindy dengan tatapan lembut namun penuh keyakinan. “Mungkin kau benar. Tapi kau lupa satu hal penting. Semakin dewasa umur seseorang, perasaan mereka pun berubah."

Nindy terdiam, menelan kekesalannya dalam-dalam. Tapi sebelum dia sempat merespon, Radha kembali melanjutkan ucapannya dengan berkata, “Pelayan! Tamu kita sudah mau pulang. Tolong antar dia keluar!” teriaknya, hingga beberapa pelayan masuk ke ruangan.

“Kau akan menyesali ini, Radha. Ingat kata-kataku.” Bisik Nindy, dan akhirnya dia melangkahkan kaki keluar dari ruangan dengan perasaan kesal.

Saat keadaan mulai sepi, Radha meraih amplop coklat di laci meja rias. “Nah, sekarang bagaimana aku akan memperlakukanmu, Tuan Krisna?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   103. Saga Tersudut

    “Kau bertanya karena ingin tahu, atau ingin cepat-cepat menemui kekasih gelapmu itu?” sindir Gayatri dengan nada penuh keangkuhan. Semua orang yang berada di dalam ruangan itu, termasuk Baskara dan Mega, menatapnya dengan ekspresi terkejut. Hanya Nindy yang tampak biasa saja. Bahkan ada senyum tipis yang terukir di bibirnya, seolah menunggu reaksi yang akan diberikan Saga. Saga mengepalkan kedua tangannya, menahan gejolak amarah yang mulai merayapi dadanya. Ia menatap Gayatri dengan sorot mata tajam. “Tolong jangan mengucapkan sesuatu yang sama sekali tidak benar tentang hubungan saya dan Radha.” Gayatri mendengus sinis. “Tidak benar, katamu?” Ia melipat kedua tangannya di dada. “Jadi, menurutmu, kepedulianmu yang berlebihan terhadap Radha itu hal yang wajar? Jangan munafik, Saga. Aku sudah melihat bagaimana kau yang selalu berada di sisinya tiap kali dia bermasalah dengan suaminya. Bahkan caramu menatap Radha, aku bisa tahu bahwa ada sesuatu di antara kalian berdua. Jangan kira ak

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   102. Perdebatan Keluarga Harlingga

    Gayatri mengepalkan jemarinya dengan erat, menahan amarahnya yang meluap-luap. Napasnya terdengar memburu, wajahnya memerah, dan matanya menyorotkan kemarahan yang tidak bisa lagi terbendung. “Berani-beraninya Krisna menutup telepon Mamanya sendiri!” batin Gayatri, geram."Apa yang terjadi?" Suara berat dan penuh wibawa khas milik Baskara terdengar dari belakangnya. Pria itu baru saja keluar dari kamar tempat Kakek Felix beristirahat. Wajahnya terlihat lelah dan cemas. "Apa kau sudah memberi tahu Krisna tentang kondisi Ayah?"Gayatri menoleh dengan ekspresi jengkel. "Tentu saja, Mas! Aku juga sudah menyuruhnya untuk segera pulang. Tapi dia justru membantahku dan bersikeras untuk tetap menemani Radha. Kata Krisna, wanita itu pingsan!" Nada suaranya penuh kejengkelan dan ketidakpercayaan.Baskara mengernyit. "Radha pingsan?""Iya, Mas! Dan Krisna membawanya ke rumah sakit. Seolah-olah itu lebih penting daripada kondisi kakeknya sendiri!" Gayatri mendengus sinis. "Aku sudah menduga wani

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   101. Merasa Takut Untuk Pertama Kalinya

    Krisna terperangah. Napasnya tercekat saat melihat tubuh Radha ambruk ke tanah tanpa daya. Untuk sesaat, dunia terasa berhenti. Pikirannya kosong dan tubuhnya membeku. Tetapi detik berikutnya, tanpa sadar, ia sudah berlari ke arah wanita itu."Radha!" Krisna berlutut di sampingnya, tangannya terulur untuk menyentuh wajah Radha yang pucat pasi. Dada wanita itu naik turun tak beraturan, napasnya tersengal-sengal, dan keringat dingin mulai membasahi dahinya.

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   100. Kembali Menyalahkan Radha

    Krisna menarik tangan Radha dengan erat, membawanya keluar dari ruangan yang penuh dengan kekacauan. Langkahnya cepat, hampir menyeret Radha yang masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Napasnya memburu, sementara pikirannya berputar liar, mencoba memahami mengapa dia tiba-tiba merasa perlu melindungi Radha. Radha hanya bisa menurut, mengikuti Krisna dengan langkah goyah. Jantungnya masih berdegup kencang, kepalanya pening akibat kilatan kamera dan suara-suara menghakimi yang terus terngiang di telinganya. Namun, genggaman tangan Krisna yang kuat seolah memberinya perlindungan di tengah badai yang mengamuk. Mereka terus berjalan hingga mencapai taman belakang gedung, jauh dari sorotan kamera dan kerumunan orang-orang yang menggila serta haus akan berita penuh sensasi dari salah satu anggota keluarga Harlingga. Saat akhirnya Krisna melepaskan genggamannya, Radha terhuyung sedikit ke belakang. Napasnya masih tersengal, dadanya naik turun dengan cepat. “Apa... yang baru saj

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   99. Berkerumunnya Para Wartawan

    Radha berdiri terperangah di tengah kerumunan wartawan yang tak kenal ampun. Kilatan kamera terus menyambar wajah Radha dan menyilaukan matanya. Suara-suara tajam dan penuh desakan dari wartawan pun turut menusuk telinganya, membuat kepalanya berdengung tanpa henti. “Nyonya Radha, benarkah Anda telah menggugat cerai Tuan Krisna?” salah satu wartawan melemparkan pertanyaan dengan nada mendesak. “Apakah benar penyebabnya adalah orang ketiga?” yang lain menambahkan tanpa memberi waktu bagi Radha untuk menjawab. Sebuah mikrofon mendekat dari arah lain, “menurut informasi yang kami terima, Anda memiliki hubungan tersembunyi dengan seorang pria dari keluarga kaya. Bisakah Anda memberi klarifikasi tentang itu?” “Dan apakah benar Anda tengah mengandung anak dari pria tersebut?” pertanyaan terakhir dilontarkan dengan nada yang lebih tajam dan mengintimidasi. Radha hanya bisa membeku, tubuhnya terasa seolah kehilangan tenaga. Kilatan kamera yang terus-menerus membuat pandangannya semakin

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   98. Kejutan Di Acara Amal

    Krisna menegang sesaat. Kata "sayang" yang diucapkan Radha dengan nada menggoda seolah nyaris menghantam benteng pertahanannya. Mata hitamnya menatap wanita di sampingnya yang kini tersenyum manis seakan benar-benar menikmati perannya. "Apa kau sangat menikmatinya?" gumamnya pelan. Radha tertawa kecil. "Bukankah kau sendiri yang menyuruhku bersikap layaknya istri yang baik?" Krisna hanya mendengus dan menatap lurus ke depan. Langkahnya mantap saat memasuki gedung mewah tempat acara amal berlangsung. Sejak mereka muncul di pintu masuk, mata para tamu undangan yang ada di dalam ruangan itu, kompak tertuju pada mereka. Bisik-bisik di antara mereka pun mulai samar terdengar. "Oh, lihat itu! Mereka datang!" “Astaga, aku pikir ini seperti acara pengobatan raja dan ratu. Mereka berdua terlihat sangat menawan!” “Aku hanya mendengar bahwa menantu perempuan mereka sangat cantik, dan ternyata itu benar.” “Rasanya beruntung sekali bisa datang ke tempat ini. Bisa melihat wajah tampan cuc

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   97. Sulit Ditebak

    “Seberapa berpengaruhnya dia?” Andre tersenyum tipis, tetapi kali ini senyumnya lebih dingin. “Cukup untuk bisa masuk ke dalam lingkaran bisnis kelas atas tanpa harus membawa nama Harlingga. Dan cukup untuk membuat banyak orang bertanya-tanya… siapa sebenarnya yang berdiri di belakangnya.” Aresha membatu seketika. Jadi, Joshua bukan hanya sekadar putra Baskara yang tersembunyi. Dia lebih dari itu. Dia seseorang yang memiliki kekuatan, pengaruh, dan—kemungkinan besar—rencana tersendiri. Ini jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan. “Jika kau ingin tahu lebih banyak, aku bisa menyelidikinya lebih dalam,” tawar Andre. Aresha menghembuskan napas panjang. “Kalau begitu lakukanlah.” Andre mengangguk, lalu bangkit. Sebelum pergi, ia menatap Aresha dengan pandangan tajam. “Tapi Aresha, aku sarankan satu hal.” “Apa?” “Berhati-hatilah.” Suaranya rendah, nyaris seperti peringatan. “Joshua bukanlah orang yang bisa disentuh dengan mudah.” Aresha hanya tersenyum kecil. Namun di dalam hatin

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   96. Mencari Informasi Tentang Joshua

    Aresha merasakan detak jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Kata-kata yang baru saja keluar dari bibirnya menggantung di udara, menciptakan keheningan yang memekakkan telinga. Joshua adalah putra lain dari Baskara. Jika itu benar, berarti… dia dan Joshua memiliki darah yang sama. Perutnya terasa mual. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, meskipun udara di sekitar masih dikuasai angin sepoi-sepoi yang seharusnya menenangkan. Tetapi dirinya sama sekali tidak bisa tenang dengan kondisi pikirannya yang kacau balau saat ini. “Saga,” bisiknya, mencoba memastikan kembali. “Apa kau benar-benar yakin dengan apa yang kau ucapkan barusan? Barangkali saja yang kau maksud adalah Joshua yang lain?” Di seberang telepon, suara Saga terdengar lebih berat, seolah ia sendiri belum siap menerima kenyataan ini. “Ya, aku juga tidak menutup kemungkinan akan hal itu,” katanya pelan. “Tapi tetap saja, Aresha. Tidak ada salahnya untuk bersikap waspada terhadap segala hal yang bisa menghancur

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   95. Saling Menantang, Ternyata Dia Adalah....

    Aresha mengedarkan napas perlahan, menyembunyikan keterkejutannya di balik senyum tipis yang tak terbaca. Namun, tatapannya menajam, menyelidik pria yang berdiri di hadapannya. Joshua. Nama yang terdengar asing, tetapi caranya berbicara seolah ia tahu lebih banyak daripada yang seharusnya. Sorot matanya yang tajam, tak menunjukkan sedikit pun celah yang bisa dimanfaatkan Aresha. Dia jelas bukanlah orang biasa. Aresha menggeser sedikit berat badannya ke satu sisi, menyilangkan tangan di depan dada, seolah percakapan ini bukan hal besar baginya. “Aku tak tahu siapa yang memberimu informasi, tapi aku rasa kau sedang salah paham, Tuan Joshua,” ujarnya, suaranya tetap ringan namun berhati-hati. Joshua tersenyum kecil, seolah mengapresiasi usaha Aresha untuk tetap tenang. "Salah paham?" ulangnya, seakan mengecap kata itu di lidahnya. "Apakah itu benar? Aku rasa aku tidak mungkin salah." Aresha tertawa pelan, seolah menertawakan ketidakmasukakalan kata-kata pria itu. Namun, hatinya be

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status