“Wanita tidak tahu malu. Kau ingin aku merobek mulutmu yang kurang ajar itu, hah?!” Gayatri memekik, tangannya menunjuk Radha seolah ingin menerkamnya. “Kau pikir kau siapa?! Istri yang tak becus menjaga suaminya sendiri, berani bicara seolah kau lebih baik dariku?”
Di tengah amukan Gayatri, Nindy melangkah maju berusaha menenangkannya dengan tatapan licik yang tidak bisa disembunyikan.
“Sudah, Ma, tenanglah. Tolong jaga tensi Mama. Dan jangan biarkan orang seperti dia merusak suasana hati kita,” Nindy menyindir dengan suara lembut namun sarat sindiran. “Seseorang yang tumbuh dalam keluarga yang hanya mementingkan uang, tidak akan pernah bisa menghormati orang lain dengan benar. Mereka hanya tahu soal uang. Tidak dengan kesopanan.”
“Kalau begitu, tindakan yang menjerumuskan anaknya dengan menawarkan wanita lain sebagai pengganti yang dianggapnya ‘layak’, apakah pantas disebut sebagai orang tua yang baik?” Balas Radha, balik menatap tajam ke arah Nindy dan Gayatri secara bergantian. “Keberadaan seorang menantu harusnya mendapatkan dukungan dan juga kasih sayang dari sang mertua layaknya anak sendiri. Bukan percaya pada orang lain yang hanya menggunakan status ‘teman masa kecil’ demi kepentingannya sendiri.”
Wajah Nindy berubah tegang mendengar kata-kata Radha. Sindiran itu langsung mengenai dirinya dengan tepat. Dan untuk pertama kalinya, Nindy tampak kehilangan kata-kata. Tatapan liciknya tergantikan oleh ekspresi marah yang ia coba tutupi.
“Dan kau Nindy,” Radha masih belum selesai dengan perkataannya, “Kau harusnya tetap dalam batasanmu sebagai sahabat. Bukan sebagai orang ketiga yang berniat menghancurkan rumah tangga sahabatnya sendiri.”
“Kau bilang apa? Aku orang ketiga?” Nindy akhirnya bicara, suaranya bergetar menahan amarah. “Kau menuduhku sengaja menghancurkan rumah tangga Krisna? Oh, ayolah, Radha. Katakan saja kalau kau cemburu padaku. Kau benci melihatku lebih dekat dengan suamimu daripada dirimu sendiri, ‘kan?! Hanya karena kau telah memiliki Krisna dari hasil kesepakatan bisnis, bukan berarti kau pun bisa menaklukkan hatinya.”
Radha tersenyum tipis, namun terkesan dingin. “Terserah apapun yang kau katakan, tapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa aku tetaplah istri sahnya, bukan kau. Aku pun juga bisa menilai apakah persahabatan yang kau tawarkan pada suamiku itu tulus ataukah hanya pura-pura saja.”
Ucapan Radha kembali menyinggung Nindy. “Jangan asal menuduhku yang tidak-tidak! Aku sudah lama menjadi bagian dari keluarga ini, lebih dari kau yang hanya istri tak berguna! Mereka semua tahu bagaimana aku. Tapi tidak denganmu, orang asing!” Nindy berteriak dengan nada pedas, melangkah mendekat seolah ingin mengintimidasi Radha.
Namun Radha tidak tinggal diam. Ia membalas ucapan Nindy dengan berkata, “itu karena yang mereka lihat hanya topengmu saja. Tapi yang sebenarnya adalah, aku tahu betul siapa dirimu itu,” jawabnya, tajam. “Dan apa kau pikir, aku hanya akan diam saja melihatmu mencoba mengendalikan segalanya dengan kata-kata semanis gula serta air mata buayamu itu?”
“Hentikan omong kosongmu itu!” Desis Nindy, tak terima. Kedua matanya melotot marah pada Radha. “Aku tidak serendah yang kau katakan!”
“Benarkah? Tapi bukankah selama ini kau selalu menggunakan hubungan masa kecilmu dengan Krisna untuk membenarkan setiap tindakanmu? Kau memanfaatkan kedekatan itu untuk keuntunganmu sendiri. Dan Mama ...,” pandangan Radha teralihkan pada Gayatri yang masih menatap tajam ke arahnya. “Apa kau akan terus mempercayainya? Jika ya, maka aku tidak akan kaget kalau suatu hari nanti dia juga akan mencoba mengambil posisimu.”
“Beraninya kau!” Nindy berteriak, tidak bisa lagi menahan emosinya. Dia melangkah maju dengan amarah yang memuncak, tapi Gayatri menahannya dengan tangannya.
Dengan cepat, Gayatri maju mendekat dan melayangkan tamparan keras ke wajah Radha, tepat di tempat yang sama ketika Freya menamparnya sebelumnya. Tamparan itu begitu keras hingga sudut bibir Radha berdarah. Radha terhuyung, tapi dia tetap mencoba untuk berdiri tegak meski rasa sakit mulai menjalar di wajahnya.
“Sejak awal, pernikahanmu dengan Krisna adalah sebuah kesalahan besar. Kau bukan hanya wanita gila harta sama seperti ibumu yang norak itu, tapi kau juga sangat arogan. Aku tidak mungkin membiarkan putra kesayanganku memiliki istri barbar sepertimu!” Ucap Gayatri dengan suara tinggi. “Aku akan melakukan apa yang seharusnya kulakukan sejak dulu. Yaitu dengan menikahkan Krisna dan Nindy, wanita yang jauh lebih pantas darimu! Tidak peduli apa kata ayah mertuaku, tapi kali ini aku yang memutuskan.”
Radha tersenyum pahit. “Apapun yang Mama harapkan, aku selalu berdoa agar Tuhan mewujudkannya. Tapi sayang sekali, untuk yang satu itu, sepertinya Mama harus memikirkan cara lain.”
“Apa maksudmu?” Tanya Gayatri. Nada suaranya mulai merendah, namun tetap terlihat curiga.
“Kakek Felix telah memberi ultimatum pada kami berdua. Jika Krisna masih terus menjalin hubungan dengan Nindy, dia tidak akan mendapatkan sepersen pun dari seluruh harta keluarga Harlingga. Atau dengan kata lain, Krisha akan dicoret dari daftar hak ahli waris.”
Mendengar hal itu, Gayatri dan Nindy terdiam. Wajah Gayatri yang sebelumnya penuh kemarahan kini berubah, menampakkan keterkejutan yang tak bisa ia sembunyikan.
“Itu tidak mungkin ....” lirih Gayatri tak percaya.
“Kau pasti bohong, ‘kan?”
Radha kembali melayangkan tatapan tajam ke arah Gayatri dan Nindy secara bergantian. “Kecuali Krisna memberikan seorang cucu sebagai pengganti diri Krisna, maka Krisna bebas melakukan apa saja yang dia mau. Yang artinya adalah, untuk menebus kebebasan Krisna agar bisa hidup dan menikah dengan Nindy, maka aku harus melahirkan calon penerus keluarga ini.”
“Kau bertanya karena ingin tahu, atau ingin cepat-cepat menemui kekasih gelapmu itu?” sindir Gayatri dengan nada penuh keangkuhan. Semua orang yang berada di dalam ruangan itu, termasuk Baskara dan Mega, menatapnya dengan ekspresi terkejut. Hanya Nindy yang tampak biasa saja. Bahkan ada senyum tipis yang terukir di bibirnya, seolah menunggu reaksi yang akan diberikan Saga. Saga mengepalkan kedua tangannya, menahan gejolak amarah yang mulai merayapi dadanya. Ia menatap Gayatri dengan sorot mata tajam. “Tolong jangan mengucapkan sesuatu yang sama sekali tidak benar tentang hubungan saya dan Radha.” Gayatri mendengus sinis. “Tidak benar, katamu?” Ia melipat kedua tangannya di dada. “Jadi, menurutmu, kepedulianmu yang berlebihan terhadap Radha itu hal yang wajar? Jangan munafik, Saga. Aku sudah melihat bagaimana kau yang selalu berada di sisinya tiap kali dia bermasalah dengan suaminya. Bahkan caramu menatap Radha, aku bisa tahu bahwa ada sesuatu di antara kalian berdua. Jangan kira ak
Gayatri mengepalkan jemarinya dengan erat, menahan amarahnya yang meluap-luap. Napasnya terdengar memburu, wajahnya memerah, dan matanya menyorotkan kemarahan yang tidak bisa lagi terbendung. “Berani-beraninya Krisna menutup telepon Mamanya sendiri!” batin Gayatri, geram."Apa yang terjadi?" Suara berat dan penuh wibawa khas milik Baskara terdengar dari belakangnya. Pria itu baru saja keluar dari kamar tempat Kakek Felix beristirahat. Wajahnya terlihat lelah dan cemas. "Apa kau sudah memberi tahu Krisna tentang kondisi Ayah?"Gayatri menoleh dengan ekspresi jengkel. "Tentu saja, Mas! Aku juga sudah menyuruhnya untuk segera pulang. Tapi dia justru membantahku dan bersikeras untuk tetap menemani Radha. Kata Krisna, wanita itu pingsan!" Nada suaranya penuh kejengkelan dan ketidakpercayaan.Baskara mengernyit. "Radha pingsan?""Iya, Mas! Dan Krisna membawanya ke rumah sakit. Seolah-olah itu lebih penting daripada kondisi kakeknya sendiri!" Gayatri mendengus sinis. "Aku sudah menduga wani
Krisna terperangah. Napasnya tercekat saat melihat tubuh Radha ambruk ke tanah tanpa daya. Untuk sesaat, dunia terasa berhenti. Pikirannya kosong dan tubuhnya membeku. Tetapi detik berikutnya, tanpa sadar, ia sudah berlari ke arah wanita itu."Radha!" Krisna berlutut di sampingnya, tangannya terulur untuk menyentuh wajah Radha yang pucat pasi. Dada wanita itu naik turun tak beraturan, napasnya tersengal-sengal, dan keringat dingin mulai membasahi dahinya.
Krisna menarik tangan Radha dengan erat, membawanya keluar dari ruangan yang penuh dengan kekacauan. Langkahnya cepat, hampir menyeret Radha yang masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Napasnya memburu, sementara pikirannya berputar liar, mencoba memahami mengapa dia tiba-tiba merasa perlu melindungi Radha. Radha hanya bisa menurut, mengikuti Krisna dengan langkah goyah. Jantungnya masih berdegup kencang, kepalanya pening akibat kilatan kamera dan suara-suara menghakimi yang terus terngiang di telinganya. Namun, genggaman tangan Krisna yang kuat seolah memberinya perlindungan di tengah badai yang mengamuk. Mereka terus berjalan hingga mencapai taman belakang gedung, jauh dari sorotan kamera dan kerumunan orang-orang yang menggila serta haus akan berita penuh sensasi dari salah satu anggota keluarga Harlingga. Saat akhirnya Krisna melepaskan genggamannya, Radha terhuyung sedikit ke belakang. Napasnya masih tersengal, dadanya naik turun dengan cepat. “Apa... yang baru saj
Radha berdiri terperangah di tengah kerumunan wartawan yang tak kenal ampun. Kilatan kamera terus menyambar wajah Radha dan menyilaukan matanya. Suara-suara tajam dan penuh desakan dari wartawan pun turut menusuk telinganya, membuat kepalanya berdengung tanpa henti. “Nyonya Radha, benarkah Anda telah menggugat cerai Tuan Krisna?” salah satu wartawan melemparkan pertanyaan dengan nada mendesak. “Apakah benar penyebabnya adalah orang ketiga?” yang lain menambahkan tanpa memberi waktu bagi Radha untuk menjawab. Sebuah mikrofon mendekat dari arah lain, “menurut informasi yang kami terima, Anda memiliki hubungan tersembunyi dengan seorang pria dari keluarga kaya. Bisakah Anda memberi klarifikasi tentang itu?” “Dan apakah benar Anda tengah mengandung anak dari pria tersebut?” pertanyaan terakhir dilontarkan dengan nada yang lebih tajam dan mengintimidasi. Radha hanya bisa membeku, tubuhnya terasa seolah kehilangan tenaga. Kilatan kamera yang terus-menerus membuat pandangannya semakin
Krisna menegang sesaat. Kata "sayang" yang diucapkan Radha dengan nada menggoda seolah nyaris menghantam benteng pertahanannya. Mata hitamnya menatap wanita di sampingnya yang kini tersenyum manis seakan benar-benar menikmati perannya. "Apa kau sangat menikmatinya?" gumamnya pelan. Radha tertawa kecil. "Bukankah kau sendiri yang menyuruhku bersikap layaknya istri yang baik?" Krisna hanya mendengus dan menatap lurus ke depan. Langkahnya mantap saat memasuki gedung mewah tempat acara amal berlangsung. Sejak mereka muncul di pintu masuk, mata para tamu undangan yang ada di dalam ruangan itu, kompak tertuju pada mereka. Bisik-bisik di antara mereka pun mulai samar terdengar. "Oh, lihat itu! Mereka datang!" “Astaga, aku pikir ini seperti acara pengobatan raja dan ratu. Mereka berdua terlihat sangat menawan!” “Aku hanya mendengar bahwa menantu perempuan mereka sangat cantik, dan ternyata itu benar.” “Rasanya beruntung sekali bisa datang ke tempat ini. Bisa melihat wajah tampan cuc