Accueil / Rumah Tangga / Tuan Dingin & Nyonya Luka / Kepergian yang Mengguncang

Share

Kepergian yang Mengguncang

Auteur: Borneng
last update Dernière mise à jour: 2025-09-10 18:31:33

Pagi itu, mentari baru saja merangkak naik, menyinari jendela kamar Dila yang tirainya masih setengah tertutup. Suara burung yang bertengger di dahan mangga terdengar samar, namun hati Dila justru merasa berat begitu ia membuka mata. Ia menguap pelan, lalu meraih ponselnya di meja nakas. Jemarinya yang masih malas menekan layar, membuka aplikasi WhatsApp.

Namun pandangannya langsung terhenti pada sebuah status yang tak biasa.

"Selamat jalan Oma, semoga khusnul khotimah. Aamiin."

Status itu ditulis oleh Jifanya.

Bola mata Dila membesar, napasnya tercekat. Seakan tubuhnya tersengat listrik, ia sontak duduk tegak.

“Apa? Nenek Jifanya meninggal? Innalillahi wa inna ilaihi raji’un,” bisiknya, nyaris tak percaya.

Tanpa menunda, ia segera menekan nomor Jifanya. Suara dering panjang membuat dadanya semakin sesak. Hingga akhirnya terdengar suara lirih di seberang sana.

“Halo, Kak Dila,” suara itu parau, bergetar, seperti seseorang yang tengah menahan tangis.

“Ji... apa benar nenek kamu meningg
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Bayangan di Balik Cincin

    Restoran di pusat kota itu penuh cahaya hangat yang jatuh dari lampu gantung berwarna emas. Aroma rempah menggoda indra, memadukan harum kayu manis, jahe, dan lada hitam dari hidangan daging yang baru saja disajikan. Pelayan lalu-lalang dengan senyum ramah, suara piring beradu dengan sendok menambah riuh suasana. Namun, di salah satu sudut ruangan yang elegan itu, ada sepasang suami istri muda yang justru tampak seolah hidup di dunia yang berbeda.Meja mereka penuh dengan berbagai hidangan mewah. Sate wagyu, ikan bakar dengan sambal matah, hingga sup hangat dengan taburan daun ketumbar tersaji rapi di depan Jifanya. Tapi wanita muda itu hanya duduk membisu, tidak menoleh sedikit pun pada makanan yang mestinya menggugah selera.Tatapannya terpaku pada layar ponsel yang berkilat pelan di genggamannya. Satu centang. Hanya satu. Artinya, pesan itu belum dibaca. Napas Jifanya tertahan.Kenapa belum dibaca? Apa dia sudah berangkat? Kapan dia pergi? Masih banyak pekerjaan yang belum selesai.

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Cinta di Ujung Senja

    Saat Jifanya berjalan menjauh Bayu menemuinya lagi. Ia tidak ingin wanita hamil itu kenapa-kenapa. Jifanya menutup mata menatap ke pantai Ancol ia sangat berharap Bayu berubah pikiran dan membawanya pergi bersamanya.‘Aku berharap ada keajaiban’ gumamnya dalam hati.Mentari senja menyapu langit Ancol dengan semburat jingga yang menggantung lesu, seakan melukis kanvas alam dengan perasaan yang penuh ketegangan. Ombak berdebur, datang dan pergi, seperti hati Jifanya yang tak tenang. Angin laut berhembus lembut, menebar aroma asin yang bercampur getir, seperti nasib yang tengah dipikulnya.Jifanya berdiri di bibir pantai. Rambut hitamnya terurai berantakan, tertiup angin, namun tubuhnya tetap tegak. Meski hatinya berguncang, ia mencoba bertahan. Di dalam rahimnya, ada kehidupan kecil yang harus ia jaga, meski batinnya koyak oleh dilema cinta dan tanggung jawab.“Tunggu di sini. Sebentar lagi dia akan datang.”Suara Bayu terdengar lirih namun mantap. Tatapannya penuh pergolakan, seolah d

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Di Ujung Perpisahan, Ada Luka yang Tak Terucapkan

    Senja menggantung malu-malu di langit Jakarta. Cahaya jingganya mewarnai pantai Ancol, memantul di permukaan air yang tenang. Di sebuah kafe di pinggir pantai, Jifanya dan Bayu duduk berdua. Udara mulai dingin, angin laut menyapa perlahan, seakan ikut merasakan keruwetan hati mereka."Kenapa kamu diam?" tanya Jifanya setelah mereka selesai makan. Matanya menatap Bayu penuh tanya. Tak seperti biasanya, pria itu terlihat lesu dan sulit didekati."Jifanya, aku sangat capek. Kita bicara lagi besok pagi, ya? Aku akan pesan satu kamar hotel untuk kamu. Istirahatlah di sana," ujar Bayu sambil melirik ke arah hotel di seberang jalan."Kenapa harus hotel? Aku bisa tidur di rumahmu. Di sana banyak kamar, bukan?""Kamu istri Kenan, Jifanya. Tinggal berdua dengan pria yang bukan suamimu hanya akan menimbulkan fitnah," tutur Bayu dengan suara lirih namun mantap."Lalu kamu bagaimana?""Jangan pikirkan aku. Aku bisa tidur di mana saja. Malam ini, aku akan tidur di mobil."Dengan langkah berat, Bayu

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Cinta yang Tertinggal di Tengah Hati yang Remuk

    Langit Ancol sore itu mendung, seakan ikut menyimpan rahasia yang menggantung di antara mereka. Angin laut berembus pelan, menyibak rambut Jifanya yang setengah terikat, saat ia dan Bayu duduk di sebuah kafe pinggir pantai. Keduanya memesan minuman, namun tak satupun yang menyentuh gelasnya.Jifanya tahu, ini bukan sekadar pertemuan biasa. Wajah Bayu yang tegang, rahangnya mengeras, matanya tajam menatap ufuk jauh. Sebuah badai akan segera datang, bukan dari langit, tapi dari masa lalu mereka.Jifanya menata napas, lalu berbicara, “Aku tahu kamu belum pernah bicara berdua dengan Ayahmu. Aku sengaja mengatur ini.”Bayu menoleh sekilas, lalu mengangguk. “Terima kasih.”Beberapa saat kemudian, langkah tegap Pak Mustofa muncul. Rambutnya disisir rapi, kemeja putihnya sedikit kusut. Ia menatap Bayu, lalu duduk tanpa bicara.Hening.Debur ombak jadi musik latar.Akhirnya, suara berat itu terdengar, dingin dan tegas.“Tidak pantas kamu membawa istri abangmu sendiri kabur.”Bayu mengerutkan d

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Rumah yang Tak Pernah Kembali

    Bayu menyetir tanpa arah, membiarkan malam menelan keheningan dalam mobil. Lampu-lampu kota Jakarta menyala bagai kilau luka yang tak bisa disembuhkan. Ia menatap jalan kosong di depannya, tapi pikirannya penuh. Tidak ada rencana, tidak ada tujuan. Ia hanya tahu satu hal, ia tak sanggup membiarkan Jifanya menangis seperti tadi, dremehkan, diusir secara halus oleh wanita yang seharusnya menjadi ibu.Angin malam berdesir lembut dari ventilasi mobil, menyapu wajah Jifanya yang pucat. Ia duduk diam, menunduk, memeluk perutnya yang mulai membuncit. Tatapannya kosong, namun sesekali mencuri pandang ke arah wajah Bayu yang luka-luka. Bibirnya ingin bergerak, ingin berkata sesuatu, tapi rasa bersalah dan ketakutan menahannya. Ia tahu Bayu kehilangan kendali karena dirinya. Tapi ia juga tahu, Bayu hanya ingin melindunginya.Setelah menempuh jalan panjang, mobil perlahan melambat. Bayu menepikan kendaraan di sebuah kawasan elit di Ancol, Jakarta Utara. Di depannya berdiri sebuah rumah dua lan

  • Tuan Dingin & Nyonya Luka   Luka yang Tak Terlihat

    Hujan baru saja reda sore itu. Langit mendung seperti perasaan yang menggantung di dalam rumah keluarga Mustofa. Jifanya duduk di ruang belakang, diapit oleh Dila yang terus berusaha menenangkannya. Isak tangis pelan terdengar di sela-sela helaan napasnya yang berat.“Aku tidak ingin tinggal di rumah ini, Kak Dila. Aku tidak sanggup lagi. Lebih baik aku kost. Ibu-ibu bilang aku dan anak ini hanya benalu yang menumpang hidup. Aku merasa sangat sedih,” ucap Jifanya lirih, menunduk, menggenggam perutnya yang mulai membuncit, seolah ingin melindungi buah hatinya dari dunia yang terlalu kejam.Dila mengelus punggung Jifanya dengan lembut. “Ji, tolong jangan menangis. Kalau Kakek dan Ayah tahu Umi bicara seperti itu lagi, mereka akan marah besar. Tadi malam saja, pertengkaran antara Ayah dan Umi sudah sangat hebat.”Tangis Jifanya semakin tak terbendung. “Aku tidak ingin jadi penyebab keributan di rumah ini, Kak. Itulah kenapa aku memilih kost dari awal.”“Ji, aku janji, aku akan bicara den

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status