Beberapa hari berlalu setelah badai itu datang, tubuh Jifanya perlahan membaik. Luka fisik memang bisa disembuhkan oleh waktu dan obat, namun luka hati? Itu jauh lebih rumit. Pagi itu, sinar mentari masuk melalui jendela kamarnya, membiaskan cahaya lembut ke wajahnya yang pucat. Ia duduk sendirian di ranjang, tatapannya kosong menembus kaca jendela, seolah mencari jawaban di balik langit biru yang dingin.Letih menyelimuti tubuhnya, tapi bukan karena sakit. Ada beban lain, jauh lebih berat dari sekadar demam atau pusing—beban yang mencabik jiwanya. Hidup yang dulu sederhana kini berubah menjadi belenggu. Dalam diamnya, Jifanya bertanya pada dirinya sendiri, apa arti pernikahan yang tanpa cinta, tanpa restu, dan tanpa kejujuran?Setelah pergulatan batin panjang, ia tahu: hidupnya tidak bisa terus dipenjara oleh nama sebuah pernikahan yang dipaksakan. Dengan langkah pelan, seolah setiap pijakan adalah pertarungan, ia turun dari kamar menuju lantai bawah. Nafasnya berat, tapi tekadnya su
Terakhir Diperbarui : 2025-08-19 Baca selengkapnya