Share

BAB 6. Tentukan Saja Tanggal Pernikahan Kita.

“Ratih, sini Nduk. Deva sudah menunggu kamu sejak tadi,” panggil Darman saat melihat Ratih baru saja datang mendekat kepadanya.

Deva menatap Ratih tanpa berkedip, wajah cantik Ratih membuatnya kagum, tetapi melihat penampilan calon tunangannya Deva heran.

Di acara peresmian pabriknya, kenapa Ratih malah datang dengan kaos oblong dan celana jeans belel. Akhirnya Deva memberikan sebuah kotak kado yang disiapkan untuk Ratih, karena kebetulan besok adalah hari ulang tahun Ratih yang ke dua puluh satu.

“Ratih, mungkin kamu bisa ganti baju dulu, ini kado buat kamu besok. Tapi, kamu bisa pakai gaun pemberianku hari ini, sebentar lagi pertunangan kita akan diumumkan. Kamu ganti yah.” Deva lalu menyodorkan sekotak kado berisikan gaun saat dirinya mendekati Ratih yang berdiri dekat Darman dengan raut wajah tak ramah.

Wajah Deva menunjukkan seulas senyum bahagia saat Ratih mengambil kotak kado tersebut, begitu juga dengan Darman dan anggota keluarga keduanya. Tapi, tiba-tiba saja Ratih melempar kotak kado tersebut dan menginjak beberapa kali.

“Aku, nggak sudi yah tunangan sama kamu! Apalagi nikah sama kamu, Deva! Kalian semua hanya jadikan aku alat untuk melancarkan bisnis kalian kan? Iya kan?! Pokoknya jangan pernah kamu berharap, bahkan hanya sekedar berpikir sepintas saja untuk memilikiku. Karena aku jamin! Hal itu tidak akan pernah terjadi!” teriak Ratih hingga membuat dirinya dan Deva beserta seluruh keluarga menjadi tontonan para tamu pesta.

“Ratih! Kamu keterlaluan!” Darman sangat malu malam itu, tidak cukup sampai di sana Ratih kembali memberontak Darman dengan frontal.

“Benar Ayah! Ratih memang keterlaluan, bakal calon istri seperti yang kamu mau, Deva? Tidak kan?! Jangan paksa Ratih, Ayah! Ratih, masih menahan diri jangan sampai Ratih kehilangan kontrol atas diriku sendiri. Aku pergi dari sini! ” pamit Ratih dengan arogan, ia berjalan membelah kerumunan para tamu dan dengan bangga dia menggandeng Rangga yang tersenyuman sinis saat bertemu tatap dengan Deva.

Deva lantas mengejar dan menarik pergelangan tangan Ratih. “Ada apa dengamu? Apa laki-laki ular ini sudah sedemikian rupa mencuci otakmu? Jika kamu menolak pertunangan ini tidak masalah bagiku, tapi apa perlu kamu sampai melawan Om Darman seperti itu, Ratih? Di mana letak baktimu kepada kedua orang tua yang sudah membesarkanmu, hah?!” Deva menatap tidak percaya Ratih bisa mempermalukan keluarganya sendiri.

“Ular? Kamu bilang aku ular? Apa tidak salah? Bukankah kamu yang ular, dengan menggunakan status sosialmu sebagai Sang Konglomerat bisa memaksa kekasihku untuk menikah denganmu. Ini hanyalah pernikahan bisnis, kamu tidak pernah tulus mencintai Ratih seperti perasaanku. Aku memang hanya seorang buruh panen karet dan sawit, tapi untuk urusan ketulusan kamu bukan tandinganku, Tuan Atmadeva.” Rangga ikut angkat suara sambil mencari muka di depan Ratih yang menatap Rangga penuh cinta.

“Kamu dengar itu, aku tidak akan meninggalkannya, walau kekasihku hanya seorang buruh panen. Minimal dia berjuang sendiri , tidak seperti kamu yang enak. Tinggal ongkang-ongkang kaki, kamu akan mendapatkan warisan dari Om Abizar. Lepaskan!” perintah Ratih sambil menghempaskan cengkeraman tangan Deva dari pergelangannya.

“Rangga, berhentilah ikut campur urusan keluarga Ratih dan aku. Tidak sepantasnya kamu turut berkomentar seperti sekarang. Ratih ….” Deva sudah tidak tau harus berkata apa lagi saat ia mengedarkan pandangannya dan banyak sekali pasang mata memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Apa?! Sudahlah! Rangga akan menjadi suamiku, sudah sepantasnya dia ikut campur. Dengar yah, Tuan Atmadeva, inilah yang namanya perjuangan cinta sejati. Kami tidak perduli sekali pun kami tidak mendapatkan restu!” Ratih sengaja meninggikan suaranya sambil melirik Darman yang menatap Ratih penuh kekecewaan sambil memegang dada kirinya.

“Keterlaluan, kamu sungguh keterlaluan,” desis Deva sambil mengepalkan kedua tangannya dan meninggalkan acara peresmian tersebut.

Itulah yang terjadi semalam, ingatan akan dirinya mempermalukan Deva terputar kembali bak pemutaran layar tancap di pikirannya.

“Bagaimana?! Kamu tidak bisa kan, mempermalukan Rangga sama seperti kamu mempermalukan aku semalam? Sudah ingat apa yang terjadi semalam?” tanya Deva sengaja mengejek Ratih.

Sambil melihat jarum jam dinding ruangan tersebut. Ratih akhirnya memantapkan hatinya, “Bukan aku tidak sanggup atau tidak mau. Tapi, bagaimana kalau aku melakukannya dan ternyata hal tersebut justru akan membuat Rangga dendam hingga timbul keinginnan untuk mencelakai aku dan keluargaku?”

“Aku, akan melindungimu. Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau hanya bersama dengan aku, keluargamu akan aman? Maka, jaminannya adalah aku akan melindungi kalian.” Deva dengan yakin menjaminnya.

“Baiklah, aku akan melakukannya. Toh, di masa depan, dia juga akan membunuhku,” gumam Ratih masih bisa di dengar oleh Deva.

Tapi, Deva memilih untuk pura-pura tidak dengar. Sejujurnya Deva sendiri masih belum percaya dengan Ratih, tapi bagaimana pun jika Ratih setuju maka kesepakatan pernikahan kontrak ini harus di lakukan.

“Bagaimana, Ratih? Iya atau tidak? Cepat putuskan, jangan terlalu lama berpikir. Aku lelah terus menunggu kamu menjawab pertanyaanku.” Sengaja Deva berbicara dengan tegas untuk kembali mengintimidasi Ratih.

“Aku, akan melakukan apa pun yang kamu inginkan. Semua syarat yang kamu berikan, akan aku laksanakan Deva. Jadi, jangan tanyakan lagi aku mau atau tidak. Kamu pikirkan saja tanggal pernikahan kita, agar aku juga mendapatkan kepastian darimu.” Ratih sudah pasrah dengan semua bentuk hukuman yang Deva berikan kepadanya.

“Aku tidak akan menentukan tanggal pernikahan kalau kamu belum memutuskan hubunganmu dengan Rangga.” Deva masih berbicara ketus.

“Iya Deva, aku akan melakukan malam ini. Tapi, janji yah … kalau malam ini aku sudah melakukan semua keinginanmu, kamu langsung menghadap ke ayah aku yah Deva. Kumohon,” rengek Ratih.

“Hem, aku berjanji.” Jawaban singkat itu sungguh melegakan hati Ratih.

Ratih langsung mengelus dadanya. “Syukurlah. Apa kita bisa pergi ke pesta ulang tahunku sekarang?”

Deva tidak menjawab Ratih tapi dia segera masuk ke dalam ruang pribadinya, meninggalkan Ratih menunggu Deva dengan wajah bingung. Tidak lama kemudian Deva keluar dengan pakaian yang berbeda.

Mata Ratih berbinar saat melihat rambut bermodel comma hair Deva disisir rapi dengan bantuan sedikit minyak rambut. Penampilannya semakin sempurna tak kala kemeja hitam dilapisi tuxedo maroon membalut tubuh gagah dan jangkung tersebut.

“Tutup mulutmu jangan sampai terbuka begitu, nanti lalat masuk.” Sontak saja Ratih langsung menutup mulutnya dan segera mengikuti langkah kaki Deva menuju ke halaman depan kantor pabrik produksi.

Terlihat mobil sudah menunggu dan seorang supir sudah membukakan pintu untuk Deva di bagian setir serta untuk Ratih di samping Deva. “Silahkan Nona Ratih, hati-hati di jalan Tuan Muda,” pesan Pak Ratmin supir pribadinya Deva.

“Terima kasih yah, Pak,” ucap Ratih lalu masuk ke dalam mobil disusul oleh Deva yang segera menutup pintu dan menjalankan mobilnya menuju ke Hotel Siak.

Sepanjang perjalanan keduanya terdiam seribu Bahasa. Suasana menjadi canggung bagi Ratih yang sesekali melirik Deva. Pria itu sama sekali tidak ada niat sekedar berbasa basi, Ratih merasa tidak dianggap ada oleh Deva.

“Dev, boleh nggak aku putar radio mobilmu?” tanya Ratih sengaja memecahkan keheningan.

“Terserah,” jawab Deva tanpa menoleh.

“Terima kasih yah.” Ratih berusaha bersikap semanis mungkin, ia tidak ingin ada sikapnya yang tidak berkenan di depan Deva.

Tiga puluh menit perjalanan mereka hanya mendengar lagu-lagu yang diputar oleh stasiun radio. Sesekali Ratih menyanyi jika tau dengan lirik lagunya, Tapi, jika tanpa sengaja Ratih menoleh melihat Deva, mulutnya akan kembali terkunci dan akhirnya Ratih memilih untuk diam saja.

Tak lama kemudian, mobil Deva masuk ke dalam pekarangan Hotel Siak dan berhenti di depan lobi. Baru saja dirinya hendak turun dan membukakan pintu untuk Ratih tampak seorang pria berpakaian batik sedang berdiri sambil merokok menatap mobilnya.

“Itu pacarmu, sudah siap untuk memenuhi syarat dari aku? Ini penentuannya, jika kamu berhasil maka aku akan segera menentukan tanggal pernikahan kita dan segera membuat draft kontrak pernikahan kita. Mungkin kamu tidak keberatan membuat Rangga malu, tapi … apa kamu yakin berani menjilat ludahmu sendiri di hadapan para tamu yang juga semalam hadir di acaraku?”

Lee Lizbet 88

Teman-teman, jangan lupa follow akun IG Author ya @leelizbeth88

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status