MasukTato seekor naga dengan sepuhan emas di segala sisinya.
Tato kebanggaan yang hanya dimiliki tentara khusus Leviathan Army.
Siluet kegelapan yang membelit tulang punggung, bersisik keemasan, dengan mata menyala.
Ujung ekornya menusuk ke bawah belikat, kepala naga menganga di dekat bahu.
Gigi-giginya tajam, lidahnya bercabang.
Dunia tiba-tiba mengecil.
Mada menghembuskan nafas.
Dia sendiri lupa, kapan dan di mana dia membuat tato itu.
Dia hanya ingat satu kata.
Robby mundur selangkah. “A-apa itu…?”
Nabila menelan ludah. “Tato? Sejak kapan kau—”
Beberapa saat kemudian, angin sepoi berhembus.
Woosh!
Woosh!
Udara di apartemen Mada berubah semakin dingin.
Mada menunduk, pandangannya masih menatap serpihan baju yang robek di lantai. Saat mendongak, Robby kaget hingga terjengkang dua langkah ke belakang. Mata Mada berubah hitam sedikit merah dan aura tubuhnya membuatnya bergidik ngeri.
Nabila yang masih belum paham perubahan tubuh Mada, menyuruh Robby segera mengusir laki-laki itu. "Apa yang kamu tunggu? Aku jijik ada dia di sini. Cepat, dorong dia keluar, paksa dia!"
"I-ini bukan..."
"Oh, kami ga berani sama Mada?" Nabila menantang Robby.
Karena egonya yang sangat tinggi, Robby kemudian mencengkeram pundak Mada, kemudian mendorongnya kuat-kuat. Robby semakin terkejut karena sekuat apapun dia mendorong, Mada masih diam dan pundaknya tidak bergoyang sedikitpun.
Mereka tidak tahu, yang dihadapi sekarang adalah Zero!
“Cuma segitu kemampuanmu?” Mada menahan dorongan itu dengan sekali tarikan napas.
Nabila menghela napas sebal. “Rob, sudahlah. Aku yang akan bicara.”
Sorot mata Robby berubah ketakutan.Ia cekikikan sinis, antara ingin pamer keberanian ke Nabila atau dia sebenarnya takut melihat Mada yang mengerikan. “Ayo, satpam. Tunjukkan otot lima jutamu itu!”
Ucapan itu membuat jiwa Mada bergelora.
Selama menjadi Zero, tidak ada satupun musuh yang berani menantangnya satu lawan satu.
Kekuatan seorang Zero bisa dikatakan setara 50 orang normal. Dalam Leviathan Army saja, Zero tidak bisa ditumbangkan oleh apapun. Reflek dan kekuatan alami dalam tubuhnya merupakan anugerah, apalagi Zero ditempa sangat keras sehingga kekuatan alaminya meningkat hingga batas maksimal.
Tapi Robby, dia terlalu berani menantang prajurit tak terkalahkan!
Robby mendorong dada Mada.
Dua kali.
Tiga kali.
Yang keempat, dia medorong dengan kaki.
Mada tetap diam.
Robby kemudian mencengkeram leher Mada. “Brengsek! Kau harus mati!"
Ctas!
Mada melepaskan cekikan Robby hanya dengan satu pukulan dengan punggung telapak tangan.
Robby sudah hilang akal. Malunya sudah mencapai puncak. Dia kemudian memukuli Mada. Kepala, tangan, pipi kiri-kanan, badan, bahu, semuanya.
Robby meninju lagi.
Dan lagi.
Saat stamina Robby hampir habis, barulah Mada berdiri.
“Sudah cukup? Kekuatanmu hanya seperti itu” tanya Mada, suaranya yang serak basah mulai berubah berat. “Sekarang giliranku!”
“Zero,” bisik suaranya sendiri di dalam kepala.
Suara Mada berubah berat dan menakutkan.
Robby menemukan rasa beraninya lagi ketika Nabila menyela tentang tato Mada. Keduanya tertawa, termasuk Robby, yang coba menyembunyikan rasa gugupnya. “Tato bagus. Untuk menakut-nakuti bayi? Kau kira aku takut dengan tato murahan itu? Di luaran, banyak tukang tato yang bisa membuatnya dengan harga dua juta!”
“Lalu?” Mada mengangkat kepalanya. “Apa masalahmu?”
Kini, sorotan matanya berubah dingin.
Robby mengepalkan tinju lagi. Kali ini, sedikit ragu-ragu. “Satpam miskin sepertimu memang harus diberi pelajaran! Aku akan menunjukkan pada Nabila hasil latihan tinjuku selama dua tahun ini!”
“Sekarang giliranku, kau harus merasakan seperti apa kekuatan sesungguhnya!”
Secepat kilat dia menangkap pergelangan tangan Robby, diputar setengah lingkaran. Robby memekik, lututnya menekuk tanpa perintah.
“Sakit, Mada! Hentikan. Atau kau menyesal di kemudian hari!” Robby coba mengancam, tapi dia salah orang. Ini bukan Mada, tapi Zero.
Mada tidak menghantam wajahnya, ia hanya menyentil saraf siku dengan sisi telapak, pukulan dasar yang diajarkan kepada bocah-bocah berumur 7 tahun di Leviathan Army.
“Au—au!
“Lepas!”
“Lepas!”
“Jangan berteriak,” kata Mada. “Tetangga tidak suka keributan. Sampai kau berteriak, aku tidak segan mematahkan pergelanganmu sampai tulangmu keluar!”
“Ba-baik, aku diam. Aku kalah!”
Mada melepaskan cekalannya. Robby jatuh terduduk, megap-megap. Nabila melangkah maju, wajahnya ketakutan yang ditutupi amarah. “Mada, apa yang kamu lakuin, sih? Sumpah, aku nggak habis pikir kamu bisa sekejam ini!”
Woosh!
Angin kembali berhembus dan perlahan jiwa Mada sadar, meski Zero masih berusaha bertahan menguasai jiwa Mada.
“Kejam? Kamu bilang aku kejam? Matamu itu di mana? Aku sudah susah payah bekerja. Aku juga membelikanmu barang-barang mewah. Lalu, apa balasanmu? Kamu menghianatiku dan malah bermain dengan Robby? Yang paling parah, kenapa harus di depan mataku? Dasar biadab!”
Nabila tertawa tanpa suara. “Aku muak hidup miskin. Aku muak menunggu janji. Aku malu memperkenalkanmu ke teman-temanku. Aku malu menjadi satu-satunya perempuan yang pacarnya satpam!”
Mada terkejut karena tiba-tiba Nabila mengatakan hal tersebut.
Dalam hatinya, dia merasa terusik. Mada kemudian mengambil tas ransel kecil di bawah ranjang dan dompet lamanya yang sobek.
“Kau pikir kau hebat karena bisa melintir pergelangan? Masa depan tetap milik orang seperti Robby!” seru Nabila. “Kau tetap—”
“Diam!” Nada Mada terdengar biasa, tapi suaranya mengintimidasi.
Nabila menggigil.
Robby terhina oleh ketakutannya sendiri. Dia benci kekalahan. Dia kemudian berdiri. “Dasar… bajingan!”
Ia merogoh saku, menarik kunci mobil tajam, dan menyabetkannya ke arah dada Mada.
Mada mencondongkan badan setengah inci.
Dengan satu dorongan telak ke bahu, Robby menghantam dinding lorong, cukup keras untuk membuat dinding itu bergetar.
Robby tersengal, memungut jam tangannya yang jatuh. Ia memandang Mada dari ujung rambut sampai ujung kaki dan berhenti sejenak di gambar naga yang setengah tersembunyi di balik baju satpam yang robek.
“Cukup,” kata Mada. “Keluar sebelum aku membunuhmu!”
Setelah mengatakan itu, Zero kembali tertidur dan Mada hampir saja tumbang karena tubuhnya merasakan nyeri setelah dipukul Robby bertubi-tubi. Kekuatan Mada dalam menahan rasa sakit tidak bisa disandingkan dengan Zero. Sangat jauh. Oleh sebab itulah, Mada merintih saat Robby dan Nabila meninggalkan apartemennya.
Dia ingat, besok pagi harus berangkat ke showroom.
Mada coba tidur, tapi rasa sakitnya terus menerpa. Semalaman dia meringkuk di atas kasur, sampai akhirnya dia merasakan sesuatu yang aneh di punggungnya. Tato naga itu mengeluarkan cahaya keemasan diiringi teriakan Mada yang mengerang kesakitan. “Ini panas sekali. Ti-ti-tidak…” Mada tidak sadarkan diri.
“Mada, barusan aku dapat mandat dari Jenderal Zhang Ze. Kamu diuruh mencairkan beberapa ratus dollar di ATM yang aku berikan kapan hari lalu. Pergilah ke Bank Platina di pusat ibukota. Setelah itu, carilah villa mewah yang kelak jadi tempat tinggalmu.”Baru saja ingin menutup mata, ponselnya berdering, dan Sofia segera memberi perintah.“Hmm, aku masih ngantuk. Apa nggak bisa diundur sampai nanti siang atau sore?” Mada menguap setelah semalaman tidak tidur.“Jenderal Zhang Ze ingin kamu segera pergi. Aku sarankan, villa Phoenix yang letaknya ada di perkomplekan mewah Heaven Garden.”“Ah, sialan! Oke. Aku pergi sekarang.”Dengan kantung mata bengkak dan pakaian kusut milik Boris yang belum diseterika, Mada pergi, tanpa membangunkan Boris yang masih mendengkur pulas.Sofia mengirim titik koordinat lokasi Bank Platina.“Aneh, kenapa hanya ada satu Bank Platina di ibukota? Harusnya, ada minimal tiga atau empat bank. Kenapa pula Jenderal Zhang Ze memberi perintah dadakan seperti ini!?”Sel
“Benar. Barusan, aku dapat info dari markas pusat. Kamu pasti tahu, kan, dia bukan laki-laki biasa. Dia mantan pembunuh bayaran terkenal. Aku takut kalian berdua terluka, atau bahkan terbunuh karena laki-laki itu.”Boris dan Mada saling tukar pandang. “Tenang, Sofia, kami tidak semudah itu mati. Percaya pada kami. Kami akan membereskan orang ini, seberapapun mengerikannya dia.”Kekhawatiran Sofia ternyata tidak terjawab.Louis, yang rencana awalnya datang ke Cliff Inna untuk memburu Mada, tiba-tiba menghilang tanpa jejak.Padahal, lima menit sebelumnya, Mada mendapat kabar jika Louis dalam perjalanan menuju perbatasan mengendarai jeep dengan kaca anti peluru.Pun hingga pagi menyongsong, Mada tak kunjung menutup mata. Sementara Boris, dia sudah terlelap sebelum matahari terbit tadi. Mungkin pria itu capek setelah pertempuran tengah malam tadi.Merenung menatap latar pergudangan tua, Mada masih kepikiran, bagaimana nasib Kristal setelah rencana pembunuhan itu gagal.Serigala Merah past
Sekarang, sisa satu perampok yang menggunakan topi baseball hitam. Dia memberondongkan senjata, menembak acak orang-orang sipil di sana.Mada menunggu kesemptan hingga perampok itu teralihkan perhatiannya oleh Boris, dan tidak menatapnya lagi.Julukan Zero tidak main-main. Kecepatan dan keakuratan serangan yang dimiliki Mada dalam menotok leher perampok itu, sangat cepat. Bagai ular, tepat di nadi meridian tengahnya.Perampok itu tumbang sebelum sempat membabi-buta lebih lama lagi. Urat nadinya mati sementara. Jangankan membalas pukulan Mada, untuk berteriak saja, dia tidak mampu.“Sssttt...”“Jangan berisik!”Mada menoleh ke seluruh pelanggan, memberi kode menggunakan gerakan bibir sembari menautkan telunjuknya. Mereka mengangguk paham. Tidak satu pun membuat kegaduhan sampai Mada selesai.Kecerdikan Mada didukung oleh prediksi akurat Boris, dia sudah menghitung estimasi waktu yang dibutuhkan untuk mengalihkan perhatian, sampai Mada berhasil mengalahkan perampok satunya.Usai menenan
Mada terkenal dengan julukan Zero.Di Leviathan Army, ada kode tertentu yang diberikan sesuai kekuatan dan kepiawaian anggota dalam menjalankan misi. Makin kecil angkanya, makin tinggi pula pangkatnya.Zero sendiri merupakan julukan yang hanya diberikan pada militer-militer terkuat di zamannya.Di antara semua pasukan khusus Leviathan Army, hanya Mada yang menunjukkan kemajuan signifikan sejak dia bergabung.Hanya butuh waktu empat tahun dia menguasai semua ilmu beladiri, senjata, juga obat-obatan yang harusnya ditempuh dalam waktu minimal 15 tahun.Dalam empat tahun itu juga, Mada berhasil menyelesaikan misi-misi sulit, yang bahkan menurut anggota Leviathan Army lainnya, mustahil untuk diselesaikan.Salah satunya adalah, memberantas organisasi hitam yang merugikan dunia bernama Red Lotus, seorang diri, tanpa bantuan petinggi Leviathan Army yang lain.Dan, sekarang, para petinggi Red Lotus berkumpul, membentuk afiliasi baru bersama mafia-mafia kejam dunia, lalu menamai diri mereka seb
“Berhasil atau tidak, kita belum tahu, sampai kita mencoba rencana ini! Tapi, ada satu hal yang perlu kamu ingat. Aku tidak bawa identitas apapun. Kemungkinan besar, aku diusir petugas keamanan. Jadi, keluar lah sebelum aku diusir!”Bertepatan juga, Nabila ingin membahas perceraian itu dengan Mada.Sesuai kata pepatah, tanpa perlu menebar umpan, jika timing mu sesuai, ikan pasti menyambar. Hal itu yang dialami Mada kala tatapan tajamnya direspon Nabila.Menggandeng mesra tangan Robby, Nabila mendekati posisi duduk Mada, lalu mengata-ngatainya. Tapi, kali ini, Nabila tidak terlalu ngotot.Sekali lagi, mereka membuat keributan dan memancing atensi tamu undangan. Semua perhatian terpusat.Sofia menggunakan kesempatan ini untuk mencari dua anggota Serigala Merah lain yang menyamar. Dan, benar kata Mada, ada empat anggota yang bertugas masuk hotel.“Sial! Begitu ingatannya pulih, akurasi pengamatannya jauh lebih hebat dari tiga tahun lalu!?” Sofia menggeleng, masih tidak percaya dengan apa
“Diancam putus kontrak? Ti-tidak mungkin!”Gleg!Nabila meneguk ludah.Majalah Beautyness adalah satu-satunya majalah kecantikan terkemuka yang digunakan Nabila meraih follower serta popularitas. Tanpa majalah itu, dia hanya gadis biasa, tak punya pengikut, ataupun fans sejati.Meski cantik, perilaku arrogan dan lidahnya yang tajam, seringkali membuat netizen enggan untuk mengikuti segala postingan aktivitasnya.“Maafkan aku, Ris, bukan maksudku mengacau-”“Sekali lagi aku melihatmu mengacau, aku tidak segan memutus kontrakmu, juga seluruh aset-asetmu di salon kecantikan Beautyness. Camkan itu!”Nada dingin Risa membuat Nabila mati kutu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Amarah yang tertahan, dia luapkan dengan sorotan tajam ke arah Mada.Seolah gadis itu berkata, “lihat aja, Mada, kamu pasti terima akibatnya!?”Pesta berlanjut seperti biasa. Kali ini, Tuan Bram meminta orang-orang berkumpul di aula hotel yang disulap menjadi restoran prasmanan bNabilag lima.Malam ini terlihat sangat m







