"Dasar, murahan!"
Kata rendahan itu menggebrak dan menyakiti pendengaran Vella saat ini. Dia menatap nanar cowok ganteng berwajah suram yang kini tengah berdiri di depannya. "Rino, apakah kamu tidak bisa mempercayaiku? Aku benar-benar tidak merayu juri itu, aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, dia masuk ke ruanganku begitu saja tanpa bisa aku cegah." Untuk kesekian kalinya Vella mencoba menjelaskan pada Rino, tapi kini suaranya tak seantusias sebelumnya, binar wajah Rino yang sangat terluka seakan melumpuhkan kekuatan Vella. "Aku ingin mempercayaimu, Vel. Tapi bukti menunjukan bahwa kamu ...." Rino tak sanggup melanjutkan kalimatnya kala melihat pakaian Vella yang terkoyak dan sudah tidak karuan rupa bentuknya. Vella pun lemas, tangan yang tadinya memegang lengan sang kekasih jatuh tak bertenaga layaknya kehilangan nyawa setelah menangkap kekecewaan di wajah Rino. Sepertinya kepercayaan itu benar-benar sudah hilang dari kekasihnya. Vella mulai putus asa. Pendengaran Vella masih menangkap suara teman-temannya yang terus berbisik-bisik, mencibir, dan menatap jijik ke arahnya. Bahkan dia juga menangkap senyum mengejek dari Andin yang tidak lain adalah adik tirinya. Namun, setelah Rino menatapnya, tiba-tiba air wajah Andin berubah drastis, wajah yang tadinya mencemooh mendadak menjadi sangat sedih dan prihatin kala menatap Vella. "Kak, kamu tidak apa-apa 'kan? Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana kamu bisa mengkhianati kak Rino?" Pertanyaan yang berkedok perhatian dari Andin seperti sedang menabur garam pada luka yang dirasakan Rino saat ini. Vella tahu, Andin selalu iri dengan apa yang dia punya, tentu saja dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk membuatnya putus dengan Rino. "Puas kamu sekarang?" tanya Vella dingin pada adik tirinya yang terlihat sedih. "Kakak ... kepuasan apa yang aku dapat dari semua ini? Aku hanya khawatir sekarang kamu tidak bisa mengikuti kompetisi model, setelah kamu merayu salah satu juri." Kepedulian di wajah Andin benar-benar tak bisa disangkal, terlebih perangainya yang lembut dan imut itu, jelas sangat mengelabui. Semua orang tidak akan menyangka jika di belakang, Andin selalu ingin menjatuhkan Vella. Dan benar, beberapa saat kemudian kepala sekolah mengumumkan bahwa Vella didiskualifikasi dari perlombaan. Bahkan dia mendapat ancaman akan dikeluarkan dari sekolah. Rona pahit menyambangi wajah Rino, ada rasa sakit, tapi juga kasihan menatap kekasihnya tertegun dengan wajah nanar yang terus meneteskan air mata. Tapi setelah ingat gadis pujaan hati dalam dekapan laki-laki dewasa dengan keadaan tak karuan rupa, jelas pemandangan memalukan itu sangat menyakiti perasaannya. Satu-satunya kebaikan yang ingin Rino lakukan adalah melepaskan jaket yang dia kenakan, kemudian menyelimutkan pada tubuh Vella yang kini tengah mengenakan pakaian terkoyak. Lantas dia pergi begitu saja tanpa berucap apa-apa. "Kak, kamu tunggu di sini ya, aku akan menelpon papa. Aku tidak bisa terus menemanimu. Aku harus mengikuti kompetisi lomba," ucap Andin lembut, padahal tujuan dari kata-kata tersebut adalah memperjelas bahwa Vella sudah ditendang dari perlombaan bergengsi di sekolah. Beberapa saat yang lalu Vella baru datang ke sekolah dan masuk ke ruang ganti, dia ingin bersiap untuk mengikuti kompetisi model di sekolah. Tidak lama setelah dia masuk ke ruangan, seorang pria dewasa juga ikut masuk dan menyerangnya tanpa aba-aba. Vella sangat ketakutan, dia berusaha keras melawan laki-laki tersebut. Tapi seberapa kuat dia mencoba, dia tetap harus mengakui bahwa tenaga seorang pria memang jauh lebih besar dari tenaga seorang gadis. Kemeja biru yang dia kenakan terkoyak, dan menampakan kulit bahunya yang putih. Vella mencoba berteriak. Namun, mulutnya dibekap, hingga dia mulai kesulitan mengeluarkan suara. Satu-satunya yang menyelamatkan Vella saat itu adalah dobrakan pintu dan memperlihatkan begitu banyak orang yang menyaksikan dia dalam kondisi menyedihkan. Vella benar-benar sangat bersyukur, pria bejat itu belum sempat merenggut kesuciannya. Dia meminta pertolongan pada teman-teman dan para guru yang melihat kejadian itu. Tapi laki-laki tersebut malah memutar balik fakta, bahwa Vella yang merayu terlebih dulu, demi memenangkan kompetisi model. Sekarang Vella terpojok, dan tidak ada satupun yang mempercayainya. Bahkan dia baru saja kehilangan kepercayaan kekasih yang dia harapkan untuk mendukung. Vella kembali tertegun sendirian menatap semua orang yang berangsur-angsur menjauh, setelah memberinya tatapan jijik dan ujaran mencela. Dengan lemas Vella menyeka air mata, kemudian mengeluarkan ponsel dari dalam saku. Vella tak sanggup menyembunyikan isakan tangis kala menelpon mama kandungnya. "Ma ...." "Vella, ada apa? Kenapa kamu menangis? Mama sudah tiba di bandara, sayang. Mama akan segera datang ke sekolahmu, jangan menangis, tetap semangat ya, kamu pasti menang." Vella semakin terisak mendengar ungkapan semangat dari sang mama. Membuat perempuan di ujung telepon panik dan bertanya. "Vella, ada apa?" Dengan susah payah Vella menjawab pertanyaan mamanya. "Ma, aku didiskualifikasi dari perlombaan. Aku difitnah." "Difitnah bagaimana? Kamu sudah memberitahu papa belum?" Nada suara di seberang masih terdengar panik. "Belum, papa pasti marah, Ma. Kepala sekolah mengancam akan mengeluarkan aku dari sekolah." Meski belum mengerti situasi seperti apa yang sedang dialami putrinya, wanita di seberang masih mencoba menenangkan. "Baiklah, baiklah, jangan panik, mama akan segera datang ke sekolah. Kamu tunggu ya, tidak akan terjadi apa-apa denganmu, kamu adalah putri mama yang hebat, kamu tidak akan dikeluarkan dari sekolah." Panggilan terputus, ucapan mama kandung Vella cukup membuat hati gadis tersebut sedikit tenang. Tertegun cukup lama menunggu mamanya tiba. Sampai getaran ponsel membuyarkan lamunan sunyi. Vella menengok ke layar ponsel yang ternyata panggilan dari rumah. Segera suara tangis sesenggukan mengejutkan Vella dari ujung sana. "Non, nyonya Vita mengalami kecelakaan, sekarang sedang kritis di rumah sakit." Seakan nyawa Vella meloncat dari tubuh untuk kedua kali, mendengar mama kandungnya kecelakaan. Vella menyahut tas ransel yang tergeletak di sebelahnya. Lantas berlari pergi dengan langkah tergesa-gesa. Namun, di sebuah lorong yang sepi, dia kembali dihantam kenyataan pahit yang menghancurkan hatinya. Rino kekasihnya, kini sedang berdiri berhadapan dengan Andin. Wajahnya datar, namun Rino tidak mengelak ketika Andin berjinjit dan menyatukan daging lembut warna merah muda di bibirnya. Mereka berciuman.Di bangsal rumah sakit.Saat ini Vella masih terbaring lemah, wajahnya pucat dan tidak berdaya.Lemparan kotak kayu itu ternyata mencederai otak kecil Vella hingga melumpuhkan fungsi motoriknya.Vella lumpuh tak bisa berdiri ataupun berjalan, saat duduk dia sangat mual dan pusing kemudian terjatuh tanpa mempunyai keseimbangan.Bersyukur tusukan di perut Vella tak sampai melukai janin yang dia kandung.Vella hanya bisa berbaring ditemani Samudera yang tak pernah lelah menggenggam tangannya memberi dukungan moral."Maaf, aku salah, aku lengah. Jika aku lebih waspada kamu tidak perlu mengalami hal semacam ini."Vella tersenyum lemah mendengar permintaan maaf Samudera yang entah kali keberapa."Kamu tidak lelah meminta maaf terus setiap waktu?"Samudera tersenyum samar. "Aku hanya tidak tahu bagaimana caraku menebus kelalaian?""Bantu aku duduk."Samudera menuruti keinginan Vella, dan memeluknya dari belakang agar Vella tidak jatuh.Sementara Vella memejamkan matanya, sembari menyandarkan
Sandra hampir putus asa ketika lima orang ingin memasukinya.Tapi entah kenapa lima orang tersebut tiba-tiba menghentikan aksi dan meninggalkannya begitu saja.Setelah termenung sesaat, tiba-tiba Sandra kembali tertawa ironi.Ternyata Samudera tak sungguh-sungguh membiarkannya ternoda.Hatinya semakin bangga."Bodoh, ternyata kamu tak sesadis yang aku pikirkan. Setelah apa yang aku lakukan pada gadismu ternyata kamu masih selemah ini."Sandra berhasil menghubungi seseorang setelah tangannya yang tertembak bersusah payah merogoh ponsel dari saku.Namun, tiba-tiba mobil yang membawanya ke rumah sakit mengalami kecelakaan.Sandra pingsan.Saat dia terbangun. Sandra mendapati dirinya di sebuah ruangan asing dengan pencahayaan minim.Di tengah ruangan sunyi.Suara pintu yang dibuka terdengar sangat nyaring.Siluet seseorang yang masuk terlihat kabur di mata Sandra yang baru saja terbuka.Namun, saat cahaya lampu menerpa tubuh itu. Sandra langsung mengenali siapa dia."Kakek …."Kakek Baswa
Bulan bersinar sangat indah menerpa tubuh gadis yang saat ini tengah tertawa mengerikan, sedingin udara malam ini. Cahayanya penuh kemenangan, tapi sedetik kemudian kilat matanya berubah menjadi tajam dan mempunyai hawa membunuh. Tatapan itu menghujani tubuh Vella yang terkulai tak berdaya di lantai beton. "Aku sudah mengatakan, jika aku tidak bisa memiliki Samudera. Maka kamu pun tak akan bisa memilikinya." Sandra beralih pada belati yang masih menancap di pahanya. Kemudian terdengar pekik kesakitan saat dia mencabut belati tersebut. Sandra tidak bisa berdiri tegak. Namun, dia tetap memaksa berjalan terseok-seok menuju ke arah Vella. Kembali bibir itu tersenyum. Namun, sama sekali tak terlihat indah, ketika matanya terarah pada perut Vella yang masih datar. "Aku membencimu, Vella. Aku membencimu karena Samudera sangat mencintaimu! Aku benci karena Samudera sangat menginginkanmu. Tidak seharusnya kamu mengandung anaknya, karena itu adalah hakku!" Sandra tahu Samudera tidak
Vella tahu ini keadaan yang sangat buruk.Dia sedang hamil dan tidak boleh melakukan gerakan ekstrim.Tapi jika tidak melawan, ini akan berakhir mengenaskan untuknya.Zlak!Salah satu dari pria itu seperti tercekik ketika mendapat hantaman keras di lehernya.Pria yang lain tidak berdiam saja ketika melihat tuan putri ini memiliki sedikit kemampuan.Sejak Vella tahu ada orang yang mengincar nyawanya, dia memang tak ingin menjadi gadis manja yang hanya bisa bersembunyi di balik perlindungan Samudera.Bisa memanah dan menggunakan pistol itu tidak cukup.Dia mempelajari beberapa teknik dasar membela diri dari serangan jarak dekat.Tidak disangka, pengetahuan itu sangat berguna saat ini."Jangan biarkan dia lari!" Teriakan Sandra menggema.Vella memang ingin melarikan diri, tapi tangannya segera ditarik hingga dia mulai terpelanting ke belakang.Tapi nyatanya Vella tak kembali dengan tangan menganggur.Diacungkannya kepalan tangan yang langsung terarah pada wajah pria tersebut.Bam!Wajah
Byur!Vella tersedak dan langsung kembali pada akal sehat setelah merasakan guyuran air kasar menghantam wajah.Dia terbatuk, dan hawa dingin pun merambat menyelimuti tubuhnya yang basah.Bintang yang bertebaran di langit benar-benar telah mengembalikan kesadarannya setelah pingsan akibat obat bius.Sepertinya dia berada di atap gedung sekarang."Sudah sadar?"Pertanyaan itu membuat Vella menoleh.Seketika senyumnya melengkung dingin.'Sandra … tentu saja dia ….' batin Vella kecut."Apa yang kamu inginkan?" tanya Vella datar.Tawa mengerikan Sandra terdengar miris.Sikap nona muda yang bermartabat tak lagi terlihat.Berganti dengan wajah bengis yang mempunyai aura membunuh."Kamu masih bertanya apa yang aku inginkan? Yang aku inginkan adalah Samudera, Vella! Tapi kamu telah merebutnya, jadi kamu harus menanggung akibatnya!"Vella sama sekali tak terlihat takut. Dia malah tersenyum hambar. "Sudah aku katakan, salahkan takdirmu.""Takdir? Takdirku sangat baik sebelum kamu datang! Tapi k
Entah sejak kapan Samudera berada di situ dengan aura mengerikan seperti hendak melenyapkan seseorang.Bagaimana Vella tidak suci?Leon yang dia tangkap sudah mengakui jika tidak sempat melakukan apapun pada Vella.Selain itu Samudera sendiri juga sudah membuktikan saat malam pertamanya dengan Vella di Paris.Noda darah keperawanan di seprai putih itu masih Samudera ingat dengan jelas di benaknya.Kata-kata kotor Sandra benar-benar membuat Samudera kehilangan kesabaran."Orang yang mempunyai mulut busuk sepertimu seharusnya tidak hidup di dunia ini."Samudera nyaris menghantam Sandra, jika tidak ada tarikan yang menghentikannya."Jaga martabatmu, Tuan Muda Baswara," tegas Brian, sembari mencengkeram kuat tangan putranya.Lantas kerlipan mata membuat dua orang pengawal menyeret Sandra keluar dari dalam venue.Gadis itu meronta-ronta dan berteriak seperti orang gila."Samudera kamu akan