Di dalam mobil Rino. Suasana terlihat kaku lantaran tak ada percakapan. Vella sama sekali tak menunjukan senyuman, dia juga tampak enggan menatap Rino.
Rino sendiri sangat canggung, meski sejak kecil mereka tumbuh bersama, sampai orang tua mereka menjodohkan. Namun, tak ada hal lebih yang mereka lakukan selain bergandengan tangan. Vella juga terlihat sangat disiplin, hingga Rino tak berani bertindak sembarangan. "Maaf." Akhirnya Rino membuka percakapan. Tak ada tanggapan dari Vella, dia masih bersikap tenang tanpa menunjukkan emosi. "Maaf, aku memang salah, Vel. Tapi sungguh, dalam lubuk hatiku yang paling dalam hanya ada kamu di hatiku. Semua itu bukan keinginanku, itu murni inisiatif adikmu sendiri." Rino mencoba menjelaskan. "Kamu tidak menolak, apa kamu sangat menikmatinya?" Pertanyaan Vella seperti serpihan es tajam yang menusuk jantung hati Rino. Rino menatap Vella lekat, gadis tersebut masih enggan melihatnya, bahkan ekspresinya masih sama, tanpa emosi. Rino mengembuskan napas perlahan dan berkata, "Jika itu adalah kesalahan, maka katakan, apa yang harus aku lakukan untuk menebusnya?" Vella tak ingin menjawab, sesungguhnya dia sudah tak peduli dengan hubungannya dengan Rino. Bagaimanapun dia tidak ingin seperti mendiang mamanya yang mau diduakan. "Vella ...." Rino kembali membuka suara untuk memancing respon Vella. "Lepaskan aku." Nyatanya saat Vella bersuara pelan malah mengejutkan Rino. "Itu tidak mungkin, Vella. Hubungan kita yang mengatur orang tua, aku tidak mungkin melawan mereka. Selain itu aku sangat mencintaimu, aku sama sekali tak ingin berpisah denganmu." Vella terdiam dengan wajah suram layaknya lembah berkabut. Namun, tetap memancarkan pesona cantik luar biasa yang sangat mematikan, hingga menimbulkan getaran hebat di hati Rino. Hanya laki-laki bodoh yang melepaskan gadis sempurna seperti dia. Perlahan Rino meraih jemari Vella tapi langsung mendapat tepisan kasar. Rino kembali mengembuskan napas pelan. "Vella, aku salah, aku benar-benar minta maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku hanya mencintaimu, Vel. Aku tidak ingin berpisah denganmu. Yang terjadi antara aku dan Andin itu hanya kecelakaan dan tidak akan pernah terjadi lagi, aku janji." Perlahan Vella memiringkan wajah menatap tunangannya lekat, hanya diam. Tidak banyak ekspresi yang dia tunjukan. Hanya tatapan tenang yang mengeluarkan aura dingin yang membekukan hati. "Sudah ya, jangan marah lagi. Aku janji setelah ini aku tidak akan mengecewakanmu," imbuh Rino mencoba kembali merengkuh hati tunangannya. Masih tidak ada jawaban dari Vella. Tapi ketika dia tidak menolak kala Rino menyelipkan anak rambutnya di daun telinga. Itu sudah cukup membuat Rino lega. Rino tersenyum, dan itu membuat wajahnya semakin tampan. Kali ini dia benar-benar ingin menyenangkan Vella, meski gadis tersebut masih terlihat kaku layaknya kanebo kering. "Kamu suka gaun yang indah 'kan? Aku akan membelikan untumu, saat pesta ulang tahun papa kamu harus mengenakannya," ucap Rino sembari tersenyum. Vella meluruskan wajahnya, tiba-tiba senyum licik samar bersemi di bibir tipis merah muda, tanpa Rino sadari. Menonton film, makan es krim di kedai favorit Vella, juga berbelanja membeli gaun mahal, sudah Rino lakukan demi menyenangkan Vella. Selama Vella melunak dan tidak lagi mempermasalahkan perselingkuhannya dengan Andin, apapun akan Rino lakukan. Uang bukan masalah untuk seorang ahli waris perusahaan manajemen artis seperti Rino. Langit sudah menggelap kala Rino mengantar Vella kembali ke rumahnya. Di lantai dua, tirai jendela kamar tengah terbuka, saat ini wajah imut yang terlihat suram sedang memperhatikan pemandangan yang ada di bawah dengan penuh kebencian. "Aku pulang dulu ya. Kamu cepat istirahat." Rino berpamitan sembari memegang lembut pipi Vella. Vella mengangguk samar, di mana wajahnya hanya terlihat biasa saja tak banyak ekspresi yang dia tunjukkan, bahkan tersenyum pun tidak. Kemudian Rino masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan. Ketika mobil Rino kembali melaju, barulah Vella berbalik hendak memasuki rumah. Namun, tanpa sengaja matanya menangkap sosok yang berdiri angkuh di balik jendela kamar lantai dua. Vella menyeringai sengit diikuti embusan napas kasar dari hidung mungilnya, kemudian dia masuk ke dalam rumah dengan langkah ringan. "Vella, kamu sudah pulang?" Nenek Lola menyapa cucu bungsunya. "Iya, Nek." "Di mana Rino?" "Sudah pulang, Nek. Ini sudah malam pasti dia lelah untuk mampir." "Ah, kamu memang benar. Kamu sudah makan?" "Sudah, Nek." "Ya sudah, cepatlah istirahat." Vella mengangguk dan berjalan menuju ke arah tangga. Namun, baru saja dia sampai di dekat kabinet di mana telepon rumah teronggok bisu di sana. Nenek Lola kembali memanggil. "Vella ...." Vella berhenti dan menoleh, kemudian bertanya, "Ya, Nek?" "Tolong telepon papamu, suruh sekalian membelikan salep nyeri otot untuk nenek saat dia pulang," titah nenek Lola sembari meletakkan pantat dengan pelan di atas sofa. "Memang papa belum pulang?" tanya Vella santai sembari melangkah semakin mendekat ke arah telepon rumah. "Sudah, tapi dia pergi lagi. Katanya ingin bertemu pengacara," terang nenek Lola santai tanpa menoleh ke arah Vella. Vella menghela napas kasar. Dia tahu papanya masih mengusut juri yang mencoba melecehkannya. Tapi ini sudah seminggu, sungguh aneh dia tidak mendengar polisi sudah menangkap pria kotor tersebut? Tak ingin bernostalgia dengan kenangan pahit yang membuatnya terpuruk. Vella perlahan mengulurkan tangan untuk meraih gagang telepon. Dan seketika mata Vella melebar kala mendengar suara di balik gagang telepon yang menempel di telinga. Ternyata ada yang sedang menggunakan telepon rumah secara bersamaan. "Leon, aku sudah ngatakan. Jangan kembali ke tanah air sampai keadaan memungkinkan. Suamiku sedang mengusut tindakan asusilamu terhadap Vella." "Indina, aku tidak akan melakukan itu jika kamu tidak menyuruhku. Kamu tahu sebenarnya aku hanya menginginkanmu." "Iya, aku tahu, tapi demi masa depan kita kamu harus bersabar ya." "Sampai kapan? Aku tidak bisa selamanya di luar negeri. Uang yang kamu berikan juga sudah menipis. Aku harus pulang ke tanah air." "Jangan dulu. Tunggu sampai aku memberi kabar bahwa keadaan sudah membaik. Kamu jangan khawatir, aku akan mentransfer sejumlah uang kepadamu. Bersenang-senanglah di luar negeri dan jangan kembali ke tanah air sebelum aku menyuruhmu kembali." Suara di ujung telepon tak terdengar lagi. Namun, segera membuat raut wajah Vella sedingin es yang memancarkan aura permusuhan. Rahangnya mengerat tajam, menyadari kejadian mengerikan yang menimpanya seminggu yang lalu, ternyata berasal dari ibu tiri yang selama ini sangat dia hormati. Tangan Vella meremas gagang telepon dengan kuat, seakan ingin menghancurkan benda berwarna hitam memanjang tersebut dalam genggaman. 'Ternyata kamu ....'Di bangsal rumah sakit.Saat ini Vella masih terbaring lemah, wajahnya pucat dan tidak berdaya.Lemparan kotak kayu itu ternyata mencederai otak kecil Vella hingga melumpuhkan fungsi motoriknya.Vella lumpuh tak bisa berdiri ataupun berjalan, saat duduk dia sangat mual dan pusing kemudian terjatuh tanpa mempunyai keseimbangan.Bersyukur tusukan di perut Vella tak sampai melukai janin yang dia kandung.Vella hanya bisa berbaring ditemani Samudera yang tak pernah lelah menggenggam tangannya memberi dukungan moral."Maaf, aku salah, aku lengah. Jika aku lebih waspada kamu tidak perlu mengalami hal semacam ini."Vella tersenyum lemah mendengar permintaan maaf Samudera yang entah kali keberapa."Kamu tidak lelah meminta maaf terus setiap waktu?"Samudera tersenyum samar. "Aku hanya tidak tahu bagaimana caraku menebus kelalaian?""Bantu aku duduk."Samudera menuruti keinginan Vella, dan memeluknya dari belakang agar Vella tidak jatuh.Sementara Vella memejamkan matanya, sembari menyandarkan
Sandra hampir putus asa ketika lima orang ingin memasukinya.Tapi entah kenapa lima orang tersebut tiba-tiba menghentikan aksi dan meninggalkannya begitu saja.Setelah termenung sesaat, tiba-tiba Sandra kembali tertawa ironi.Ternyata Samudera tak sungguh-sungguh membiarkannya ternoda.Hatinya semakin bangga."Bodoh, ternyata kamu tak sesadis yang aku pikirkan. Setelah apa yang aku lakukan pada gadismu ternyata kamu masih selemah ini."Sandra berhasil menghubungi seseorang setelah tangannya yang tertembak bersusah payah merogoh ponsel dari saku.Namun, tiba-tiba mobil yang membawanya ke rumah sakit mengalami kecelakaan.Sandra pingsan.Saat dia terbangun. Sandra mendapati dirinya di sebuah ruangan asing dengan pencahayaan minim.Di tengah ruangan sunyi.Suara pintu yang dibuka terdengar sangat nyaring.Siluet seseorang yang masuk terlihat kabur di mata Sandra yang baru saja terbuka.Namun, saat cahaya lampu menerpa tubuh itu. Sandra langsung mengenali siapa dia."Kakek …."Kakek Baswa
Bulan bersinar sangat indah menerpa tubuh gadis yang saat ini tengah tertawa mengerikan, sedingin udara malam ini. Cahayanya penuh kemenangan, tapi sedetik kemudian kilat matanya berubah menjadi tajam dan mempunyai hawa membunuh. Tatapan itu menghujani tubuh Vella yang terkulai tak berdaya di lantai beton. "Aku sudah mengatakan, jika aku tidak bisa memiliki Samudera. Maka kamu pun tak akan bisa memilikinya." Sandra beralih pada belati yang masih menancap di pahanya. Kemudian terdengar pekik kesakitan saat dia mencabut belati tersebut. Sandra tidak bisa berdiri tegak. Namun, dia tetap memaksa berjalan terseok-seok menuju ke arah Vella. Kembali bibir itu tersenyum. Namun, sama sekali tak terlihat indah, ketika matanya terarah pada perut Vella yang masih datar. "Aku membencimu, Vella. Aku membencimu karena Samudera sangat mencintaimu! Aku benci karena Samudera sangat menginginkanmu. Tidak seharusnya kamu mengandung anaknya, karena itu adalah hakku!" Sandra tahu Samudera tidak
Vella tahu ini keadaan yang sangat buruk.Dia sedang hamil dan tidak boleh melakukan gerakan ekstrim.Tapi jika tidak melawan, ini akan berakhir mengenaskan untuknya.Zlak!Salah satu dari pria itu seperti tercekik ketika mendapat hantaman keras di lehernya.Pria yang lain tidak berdiam saja ketika melihat tuan putri ini memiliki sedikit kemampuan.Sejak Vella tahu ada orang yang mengincar nyawanya, dia memang tak ingin menjadi gadis manja yang hanya bisa bersembunyi di balik perlindungan Samudera.Bisa memanah dan menggunakan pistol itu tidak cukup.Dia mempelajari beberapa teknik dasar membela diri dari serangan jarak dekat.Tidak disangka, pengetahuan itu sangat berguna saat ini."Jangan biarkan dia lari!" Teriakan Sandra menggema.Vella memang ingin melarikan diri, tapi tangannya segera ditarik hingga dia mulai terpelanting ke belakang.Tapi nyatanya Vella tak kembali dengan tangan menganggur.Diacungkannya kepalan tangan yang langsung terarah pada wajah pria tersebut.Bam!Wajah
Byur!Vella tersedak dan langsung kembali pada akal sehat setelah merasakan guyuran air kasar menghantam wajah.Dia terbatuk, dan hawa dingin pun merambat menyelimuti tubuhnya yang basah.Bintang yang bertebaran di langit benar-benar telah mengembalikan kesadarannya setelah pingsan akibat obat bius.Sepertinya dia berada di atap gedung sekarang."Sudah sadar?"Pertanyaan itu membuat Vella menoleh.Seketika senyumnya melengkung dingin.'Sandra … tentu saja dia ….' batin Vella kecut."Apa yang kamu inginkan?" tanya Vella datar.Tawa mengerikan Sandra terdengar miris.Sikap nona muda yang bermartabat tak lagi terlihat.Berganti dengan wajah bengis yang mempunyai aura membunuh."Kamu masih bertanya apa yang aku inginkan? Yang aku inginkan adalah Samudera, Vella! Tapi kamu telah merebutnya, jadi kamu harus menanggung akibatnya!"Vella sama sekali tak terlihat takut. Dia malah tersenyum hambar. "Sudah aku katakan, salahkan takdirmu.""Takdir? Takdirku sangat baik sebelum kamu datang! Tapi k
Entah sejak kapan Samudera berada di situ dengan aura mengerikan seperti hendak melenyapkan seseorang.Bagaimana Vella tidak suci?Leon yang dia tangkap sudah mengakui jika tidak sempat melakukan apapun pada Vella.Selain itu Samudera sendiri juga sudah membuktikan saat malam pertamanya dengan Vella di Paris.Noda darah keperawanan di seprai putih itu masih Samudera ingat dengan jelas di benaknya.Kata-kata kotor Sandra benar-benar membuat Samudera kehilangan kesabaran."Orang yang mempunyai mulut busuk sepertimu seharusnya tidak hidup di dunia ini."Samudera nyaris menghantam Sandra, jika tidak ada tarikan yang menghentikannya."Jaga martabatmu, Tuan Muda Baswara," tegas Brian, sembari mencengkeram kuat tangan putranya.Lantas kerlipan mata membuat dua orang pengawal menyeret Sandra keluar dari dalam venue.Gadis itu meronta-ronta dan berteriak seperti orang gila."Samudera kamu akan